Teknologi

Sederet Teknologi Pesawat Antarbintang, NASA Pilih Mesin Isotop Nuklir Baru

Pesawat antarplanet Orion milik NASA. Saat ini NASA mendanai teknologi pesawat antarbintang generasi selanjutnya. Gambar: NASA

ANTARIKSA -- Dalam beberapa tahun mendatang, NASA berencana mengirimkan beberapa misi astrobiologi ke Venus dan Mars untuk mencari bukti kehidupan di luar bumi. Hal itu akan terjadi bersamaan dengan misi manusia ke Bulan dan Mars. 

Di luar Tata Surya bagian dalam, ada juga rencana ambisius untuk mengirimkan misi robotik ke bulan Europa di Jupiter, Titan di Saturnus, dan benda berisi lautan lainnya yang diduga menampung kehidupan eksotik. Untuk mencapai tujuan itu, NASA berinvestasi pada beberapa teknologi baru yang menarik melalui program NASA Innovative Advanced Concepts (NIAC).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Deretan teknologi baru yang berkembang sudah ada dalam daftar pilihan. Di antaranya, pesawat bertenaga surya, bioreaktor, lightsail (layar Surya), teknologi hibernasi, eksperimen astrobiologi, dan teknologi propulsi nuklir. Yang menonjol tahun ini adalah konsep 
Thin Film Isotope Nuclear Engine Rocket (TFINER) atau roket mesin isotop nuklir film tipis, sebuah proposal dari James Bickford Cs, anggota staf teknis senior di Laboratorium Charles Stark Draper. 

Grafis Roket Mesin Nuklir Isotop Film Tipis (TFINER). Gambar: James Bickford

Baca Juga: MAGGIE, Pesawat Mars yang akan Mencari Air di Atmosfer Planet Merah

Teknologi itu bergantung pada peluruhan isotop radioaktif untuk menghasilkan tenaga penggerak. Baru-baru ini, konsep itu dipilih oleh NIAC untuk pengembangan Tahap I.

Sebagaimana ditunjukkan dalam makalah proposal Bickford dan rekan-rekannya, tenaga penggerak tingkat lanjut sangat penting untuk mewujudkan beberapa konsep misi generasi mendatang. Ini termasuk mengirimkan teleskop ke titik fokus lensa gravitasi Matahari dan bertemu dengan objek antarbintang yang lewat. 

Konsep misi tersebut memerlukan kecepatan super yang tidak mungkin dilakukan dengan peroketan konvensional saat ini. Meskipun Layar Surya sedang diteliti lebih lanjut untuk misi transit cepat di Tata Surya dan Proxima Centauri, teknologi itu tidak bisa melakukan manuver pendorong yang diperlukan di luar angkasa.

Oh ya, Proxima Centauri adalah sistem bintang terdekat dengan tata Surya, hanya empat tahun cahaya dari kita. Sejumlah planet Proxima paling mirip dengan Bumi dan diduga kaya akan unsur kehidupan.

Baca Juga: Video Pengujian Roket yang Bisa Memakan Dirinya Sendiri, Teknologi Baru Ramah Antariksa

Konsep nuklir yang dimungkinkan dengan teknologi saat ini mencakup propulsi nuklir-termal dan nuklir-listrik (NTP/NEP). Sebab, mereka memiliki daya dorong yang diperlukan untuk mencapai berbagai lokasi di luar angkasa. Namun, seperti dicatat Bickford dan timnya, teknologi seperti itu membutuhkan pesawat berukuran besar, berat, dan paling penting adalah ongkos produksinya yang mahal. 

“Sebaliknya, kami mengusulkan mesin isotop nuklir film tipis dengan kemampuan mencari, menemukan, dan kemudian mengembalikan sampel dari objek antarbintang yang jauh dan bergerak cepat,” tulis mereka. “Teknologi yang sama memungkinkan teleskop lensa gravitasi diarahkan ulang sehingga satu misi bisa mengamati banyak target bernilai tinggi.”

Cara Kerja dan Pembangunan Pesawat Isotop Nuklir

Konsep dasar teknologi nuklir mirip dengan layar surya. Hanya saja, ia mengandalkan lembaran tipis isotop radioaktif yang menggunakan momentum produksi peluruhan untuk menghasilkan daya dorong. Seperti yang digambarkan dalam proposal, desain dasarnya menggunakan lembaran Thorium-228 setebal ~10 mikrometer (0,01 mm). 

Logam radioaktif alami yang biasa digunakan dalam terapi radiasi tersebut mengalami peluruhan alfa dengan waktu paruh 1,9 tahun. Dorongannya dihasilkan dengan melapisi satu sisi dengan lapisan penyerap setebal ~50 mikrometer (0,05 mm), memaksa partikel alfa ke arah yang berlawanan dengan tujuan perjalanan.

Pesawat ruang angkasa ini akan membutuhkan 30 kg Thorium-228 yang tersebar di area seluas lebih dari 250 m2, sehingga menghasilkan daya dorong lebih dari 150 km/s. Sebagai perbandingan, misi tercepat yang mengandalkan tenaga penggerak konvensional adalah Parker Solar Probe (PSP), yang mencapai kecepatan 163 km/s saat mencapai titik terdekat dalam orbitnya mengelilingi Matahari (perihelion). Namun, Parker Soler bisa secepat itu karena adanya manuver bantuan gravitasi Venus dan tarikan gravitasi Matahari.

Keuntungan dari sistem TFINER adalah kesederhanaannya, karena desainnya didasarkan pada fisika dan material yang diketahui. Ia juga menawarkan skalabilitas untuk mengakomodasi muatan yang lebih kecil seperti sensor hingga misi yang lebih besar seperti teleskop luar angkasa. Sebuah roket konvensional bisa memasukkan beberapa pesawat ruang angkasa ini ke dalam lintasan pelepasan matahari, yang membutuhkan kecepatan lepas sebesar 42,1 km/s. 

Baca Juga: Roket Bertenaga Kotoran Sapi akan Membawa Jepang ke Bulan

Lembaran dorong juga bisa dikonfigurasi ulang untuk memungkinkan vektor dorong dan manuver pesawat ruang angkasa. Artinya ia bisa merapat ke objek misi lainnya. Itu termasuk teleskop yang menuju titik fokus Solar Gravitational Lens (SGL) dan misi yang akan bertemu dengan objek antarbintang atau interstellar objects (ISO) dan mengirim sampel ke Bumi untuk dianalisis. 

Pesawat ruang angkasa konsep ini juga akan memiliki kapasitas cadangan untuk bertemu langsung dengan ISO dan membawa sampel ke bumi. Pembusukan alami pada lembaran juga bisa dimanfaatkan dengan menggunakan lapisan bahan termoelektrik (atau Ubin Peltier) untuk menghasilkan kelebihan daya listrik sekitar 50 kW dengan efisiensi 1 persen. Lapisan bahan pemancar partikel beta juga bisa ditambahkan untuk menetralkan radiasi alfa.

Tim itu juga mencatat, konsep tersebut bisa dirancang dengan beberapa tahapan yang dilengkapi dengan Actinium-227 (isotop lain dengan waktu paruh lebih lama). Hal itu akan menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dengan masa operasi misi lebih lama. 

Kemudian, versi modifikasi yang mengandalkan Thorium-233 bisa memanfaatkan siklus bahan bakar Thorium (peluruhan isotop berjenjang yang pada akhirnya menghasilkan Uranium-232), yang mereka klaim akan menghasilkan peningkatan kinerja sekitar 500 persen. Singkatnya, teknologi yang mereka usulkan menghadirkan banyak peluang pengembangan dan bisa digunakan untuk beberapa profil misi sekaligus.

Baca Juga: Roket SpaceX Terus Melubangi Atmosfer Bumi, Para Ilmuwan Khawatir

Semua peluang itu sejalan dengan visi NASA untuk abad mendatang, yang mencakup pengiriman pesawat ruang angkasa untuk mempelajari ISO dari dekat. Lalu, menemukan planet yang dapat dihuni di sistem bintang tetangga, melakukan misi berawak di luar sistem Bumi-Bulan, dan mencari kehidupan di benda langit lainnya. Sumber: Universe Today/NASA

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -