Sains

Ceres, Planet Kerdil Penuh Kejutan yang Kini Diduga Berpenghuni

Ilustrasi Kawah Occator Ceres dalam warna yang menunjukkan perbedaan komposisi permukaan. Gambar: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA

ANTARIKSA -- Ceres adalah planet kerdil satu-satunya yang terletak di bagian dalam tata surya, sementara yang lainnya terletak di tepi luar, Sabuk Kuiper. Meskipun merupakan planet kerdil terkecil yang diketahui, ia merupakan objek terbesar di sabuk asteroid.

Tidak seperti benda batuan lainnya di sabuk asteroid, Ceres berbentuk bola pepat (seperti Bumi), membulat dengan tonjolan rotasi di sekitar ekuatornya. Para ilmuwan berpendapat Ceres mungkin memiliki lautan dan juga atmosfer. 

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kedatangan wahana antariksa baru-baru ini telah mengungkap beberapa rahasia planet kerdil tersebut. Namun sebagian lainnya masih tersembunyi. 

Titik Terang dan Pegunungan Sepi

Pada 6 Maret 2015, pesawat ruang angkasa Dawn milik NASA menjadi wahana pertama yang mengorbit dua benda di tata surya. Setelah meninggalkan asteroid Vesta, Dawn melakukan perjalanan ke Ceres, dunia es yang telah memikat para ilmuwan selama bertahun-tahun. 

Baca Juga: Ilmuwan Yakin Ada Kehidupan di Planet Kerdil Ceres, Kini Jadi Misi Prioritas

Meskipun sebagian besar asteroid terbuat dari batu, Ceres kemungkinan mengandung air di permukaannya sejak tahun 1991, meskipun petunjuk tersebut masih terus dikonfirmasi sejak saat ini.

Sebagian besar permukaan Ceres berwarna abu-abu kusam. Pengamatan spektral dari Ceres telah mengungkap keberadaan suatu bentuk grafit yang dikenal sebagai karbon grafit. “Ia belum berevolusi menjadi grafit yang sebenarnya. Tapi itu dekat,” kata Amanda Hendrix, ilmuwan senior di Planetary Science Institute, Arizona. 

Saat Dawn semakin dekat dengan asteroid raksasa tersebut, titik terang di permukaannya semakin jelas. Setelah mengamati Ceres, 130 titik serupa dengan kecerahan berbeda ditemukan di planet ini. 

Permukaan Ceres pada umumnya sama reflektifnya dengan aspal yang baru dituangkan, sedangkan titik-titiknya berkisar dari kemilau beton yang kusam, hingga kecerahan seperti es yang mengambang di lautan bumi. Wilayah paling terang terletak di Kawah Occator selebar 90 kilometer, yang berisi kumpulan titik bersinar paling terkenal di permukaan Ceres. Titik apa itu? semakin membuat Ceres unik.

Spekulasi awal mengenai titik tersebut termasuk kemungkinan adanya gunung es di planet kerdil. Kenyataannya, hanya satu gunung sepi yang muncul dari permukaan. 

Gunung berbentuk piramida ini menjulang setinggi 21.120 kaki atau 6.437 meter. Sebagai perbandingan Semeru di Indonesia setinggi 3.676 meter dan Everest 8.849 meter.

Gunung pertama itu berdiri sendiri, tanpa ada bukti aktivitas vulkanik atau aktivitas geologi lainnya. Hal itu menunjukkan asal muasal gunung itu membingungkan para ilmuwan.

Penelitian terhadap bintik-bintik tersebut awalnya menemukan tanda-tanda magnesium sulfat terhidrasi, bahan yang sama membentuk garam Epsom di Bumi. Namun, pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan tanda-tanda kimia natrium karbonat.

Di Bumi, zat itu terbentuk dari karbon yang sering tertinggal saat air menguap. Hal itu menunjukkan bahwa garam di Ceres terbentuk dalam kondisi berair di bawah keraknya. Sebagian besar wilayah terang dikaitkan dengan kawah, sehingga menunjukkan pembentukannya terkait dengan dampak/tabrakan benda lain. 

Setidaknya, temuan tersebut terkait dengan pemahaman awal tentang pembentukan planet kerdil. Ceres sendiri diberi nama berdasarkan  nama dewi jagung dan panen Romawi dan disetujui oleh Persatuan Astronomi Internasional pada 2015.

Baca Juga: Bukan Ceres, Apa Asteroid Terbesar dalam Tata Surya?

Jejak Kehidupan Ceres

Cuplikan dari misi Dawn NASA menunjukkan planet kerdil Ceres dalam warna palsu, yang menyoroti perbedaan material permukaan. Gambar: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA)

Ceres mungkin terlihat kering dan berwarna abu-abu, tetapi di masa lalunya diduga dipenuhi lautan cair. Dawn menggunakan sebagian besar dugaan itu untuk memetakan medan gravitasi Ceres.

Dikombinasikan dengan pengamatan pada permukaan es, pengamatan mengungkapkan jejak lautan di keraknya, dengan tanda-tanda mantel berlumpur di bawah permukaan. Ceres memiliki kepadatan 2,09 gram per sentimeter kubik, sehingga para ilmuwan menyimpulkan sekitar seperempat beratnya adalah air. 

Jika itu benar, hal itu akan memberi planet kerdil lebih banyak air segar daripada yang dikandung Bumi. Sebagai perbandingan, Bumi mempunyai massa jenis 5,52 gram per sentimeter kubik. 

Sebelum Dawn mengunjungi planet kerdil tersebut, para ilmuwan sudah menduga bahwa planet tersebut mungkin menyembunyikan lautan cair atau beku. Satelit yang berkunjung pun membantu menyelami rahasia yang tersembunyi di bawah permukaan planet ini.

Para ilmuwan berpendapat air es berfungsi sebagai mantel Ceres. Kerak bumi yang tipis dan berdebu diperkirakan tersusun dari batuan, sedangkan inti dalam yang berbatu-batu terletak di tengahnya. Pengamatan spektral Ceres dari Bumi mengungkapkan bahwa permukaannya mengandung tanah liat yang kaya akan zat besi. 

Tanda-tanda karbonat juga ditemukan, menjadikan Ceres satu-satunya benda di tata surya yang diketahui mengandung mineral, dua lainnya adalah Bumi dan Mars. Dibentuk melalui proses yang melibatkan panas dan air, karbonat dianggap sebagai indikator kelayakan huni yang potensial. 

“Itu adalah sesuatu yang tidak kami duga,” kata Chris Russell, peneliti utama Dawn dan ilmuwan planet di Universitas California, Los Angeles pada tahun 2016.

Baca Juga: Jika AI Lebih Dulu Menemukan Alien, Persoalan Lain Bisa Bermunculan

“Karbonat adalah indikasi yang sangat kuat dari proses yang kami yakini terjadi saat ini, tempat di bagian dalam, yang membuatnya lebih mirip Bumi, karena dapat mengubah kimia di dalamnya."

Garam akan menurunkan suhu beku air yang tersembunyi di dalam kerak Ceres, mencegahnya membeku secepat air murni. Ketika benda-benda besar menabrak Ceres, mereka mungkin mengambil bagian kerak bumi, memotong mantel es di bawahnya agar es lebih dekat ke permukaan. 

Ketika sinar matahari memanaskan lapisan luar, es bisa berubah dari padat menjadi gas melalui proses yang disebut sublimasi. Pada tahun 2014, Observatorium Luar Angkasa Herschel milik Badan Antariksa Eropa (ESA) mendeteksi gumpalan uap air yang keluar dari planet kerdil tersebut dengan kecepatan 6 kilogram per detik.

“Ini adalah deteksi jelas air pertama di Ceres dan sabuk asteroid secara umum,” kata Michael Kuppers dari ESA, Villanueva de la Canada, Spanyol pada 2014. Kuppers memimpin studi tentang uap air yang muncul di langit Ceres tersebut.

Namun tidak semua air tersembunyi di bawah permukaan. Dawn telah mengungkap tumbuhnya bongkahan es dan mineral yang terkait dengan air cair di dunia kecil tersebut.

Andrea Raponi, peneliti di Institut Astrofisika Nasional Italia (INAF), menemukan bongkahan es yang semakin besar di dasar Kawah Juling, tergores di dekat garis lintang tengah. Tim kedua, dipimpin oleh Filippo Giacomo Carrozzo, juga dari INAF, mengungkapkan perubahan pada tanah yang mereka duga terkait dengan karbonat.

“Proses yang sama dapat terjadi di dasar kawah Juling, menyediakan pengisian kembali air di bawah tanah yang menyublim dan sebagian mengembun di dinding dingin,” kata Raponi.

“Kedua karya tersebut menunjukkan bahwa air saat ini tersedia di permukaan Ceres dan menyebabkan perubahan geologi dan mineralogi di permukaannya,” tambahnya.

Baca Juga: Vesta, Asteroid Terbesar di Tata Surya

Tambalan itu dapat berubah seiring kemiringan planet selama ribuan tahun. Kemiringan Ceres terhadap orbitnya berubah dari 2 derajat menjadi sekitar 20 derajat selama 24.500 tahun, yang merupakan waktu yang relatif singkat secara astronomis. 

Hal itu dapat menyebabkan perubahan dramatis di mana kawah dapat terus menyembunyikan air dalam jangka waktu yang lama. Saat ini, meski kemiringan Ceres mendekati titik minimum, sebagian besar lahan di sekitar kutub tidak menerima sinar matahari langsung. 

Namun 14.000 tahun yang lalu, ketika Ceres berada pada kemiringan maksimumnya, wilayah tersebut menyusut, hanya menyisakan segelintir wilayah di mana es bisa terus bersembunyi selama pergeseran tersebut. “Gagasan bahwa es dapat bertahan di Ceres untuk jangka waktu yang lama adalah penting karena kita terus merekonstruksi sejarah geologis planet kerdil tersebut, termasuk apakah ia telah mengeluarkan uap air,” kata rekan penulis studi dan wakil peneliti utama Dawn, Carol Raymond. 

Dawn juga menemukan daerah kaya organik di permukaan dan memastikan sebagian besar daerah tersebut merupakan daerah asli planet kerdil. Data dari pesawat ruang angkasa menunjukkan bahan organik kemungkinan besar keluar ke permukaan dari bagian dalam planet kerdil tersebut.

“Penemuan bahan organik dengan konsentrasi tinggi secara lokal ini menarik, dengan implikasi luas bagi komunitas astrobiologi,” kata Dr Simone Marchi, ilmuwan peneliti senior di Southwest Research Institute. 

“Ceres memiliki bukti adanya mineral terhidrasi yang mengandung amonia, air es, karbonat, garam, dan sekarang bahan organik. Dengan temuan baru ini Dawn telah menunjukkan bahwa Ceres mengandung bahan-bahan utama bagi kehidupan.”

Baca Juga: Para Ilmuwan Ciptakan AI Pemburu Kehidupan Alien, Bagaimana Cara Kerjanya?

Jadi Target Prioritas Pencarian Kehidupan

Penelitian baru yang dipresentasikan pada Selasa, 17 Oktober pada pertemuan GSA Connects 2023 Geological Society of America mengungkap temuan baru di Ceres.
Penelitian itu menyatakan, sejumlah asteroid yang menembus permukaan Ceres tampaknya mempengaruhi cadangan molekul organik yang lebih banyak.

“Kami menemukan bahwa bahan organik tersebar lebih luas dibandingkan yang pertama kali dilaporkan dan tampaknya bahan tersebut lebih tahan terhadap kondisi tabrakan seperti Ceres,” kata Juan Rizos, ahli astrofisika di Instituto de Astrofisica de Andalucia, Spanyol. Ia menjadi salah satu penulis penelitian baru tersebut. 

Untuk sampai pada kesimpulan itu, Rizos dan rekan-rekannya melakukan serangkaian eksperimen yang meniru kondisi tabrakan asteroid yang terjadi pada Ceres. Percobaan itu dilakukan di Ames Vertical Gun Range milik NASA di California, sebuah fasilitas yang dibuat untuk simulasi fisika dan mekanik dampak kawah dan serangan asteroid. 

Tim itu juga menggabungkan data dari kamera dan spektrometer pencitraan dari Dawn. Kedua kumpulan data tersebut memungkinkan para ilmuwan memetakan area kaya organik di Ceres dengan lebih detail daripada yang dilakukan sebelumnya.

Temuan ini secara kolektif menunjukkan korelasi yang baik antara bahan organik dengan daerah yang terkena dampak. Hal itu, kata para peneliti, menunjukkan serangan asteroid mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan bahan organik selama miliaran tahun.

Baca Juga: CO2 Ditemukan di Bulan Jupiter, Sisa Napas Alien?

“Meskipun asal usul bahan organik masih kurang dipahami, kami sekarang memiliki bukti kuat bahwa bahan organik tersebut terbentuk di Ceres dan kemungkinan besar terjadi karena adanya air. Ada kemungkinan bahwa reservoir besar bahan organik dapat ditemukan di dalam Ceres,” kata Rizos. 

“Jadi, dari sudut pandang saya, hasil tersebut meningkatkan potensi astrobiologis (kehidupan di luar bumi) Ceres.”

Survei dekade pada tahun 2023-2032 untuk ilmu planet dan astrobiologi menetapkan Ceres sebagai target prioritas tinggi. Ilmuwan akan meluncurkan misi pengambilan sampel Ceres. Jika misi itu menemukan astrobiologi, itu akan menjadi penemuan fenomenal pertama yang bisa mengubah pandangan astronomi. Sumber: Space.com

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -