Gembar-gembor Perang Antariksa, Militer AS Punya Target Jualan Senjata
ANTARIKSA -- Badan pengadaan Angkatan Luar Angkasa (Space Force) Amerika Serikat melakukan dorongan besar agar bekerja lebih dekat dengan sekutu di luar negeri. Badan itu juga menekan Pentagon untuk menyesuaikan kebijakan klasifikasi guna memungkinkan pertukaran informasi yang lebih terbuka dengan mitra internasional yang tepercaya.
“Kami sekarang memiliki kemitraan dengan 28 negara berbeda, yang sebagian besar baru terjadi dalam 18 bulan terakhir,” kata Letjen Michael Guetlein, Komandan Komando Sistem Luar Angkasa di konferensi AFCEA Space Industry Days di Los Angeles, 18 Oktober 2023.
Menurut Guetlein, hal itu membuat kantor komando urusan internasional lebih sibuk dari sebelumnya. Di antara sekutu AS itu adalah Inggris, Jerman, dan Australia.
“Kami memiliki personel SSC yang sekarang bertugas di Australia, Belgia, Jerman dan Jepang, dan masih banyak lagi yang akan menyusul,” katanya.
Untuk diketahui, Departemen Pertahanan AS atau Pentagon dan Space Force selama ini menggembar-gemborkan ancaman nyata perang antariksa. Bahkan, mereka terus mengawasi perkembangan militer China dan Rusia di luar angkasa.
Baca Juga: Bocoran Dokumen Pentagon: Senjata Luar Angkasa China Mengancam Amerika
Pemerintah AS menganggap China terus-menerus memanfaatkan teknologi ruang angkasa sebagai cara meraih superioritas militer. Bahkan,
hal itu kembali disorot dalam laporan tahunan terbaru Pentagon yang bertajuk 'Perkembangan Militer dan Keamanan yang Melibatkan Republik Rakyat China' yang dirilis pada 19 Oktober 2023.
Di antara senjata anti-satelit China yang dikhawatirkan Pentagon adalah rudal berbasis darat dan laser berkekuatan tinggi. Kemudian, satelit dengan lengan robotik yang mampu menangkap satelit lain, kemampuan serangan siber, dan sistem lain yang dapat mengganggu, membutakan, atau menonaktifkan satelit AS.
Para pejabat Space Force mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk bekerja sama dengan mitra internasional. Alasannya, adanya kesamaan sifat domain luar angkasa dan lonjakan investasi global dalam teknologi luar angkasa.
“Kami telah berbicara dengan sekutu internasional kami mengenai standar antarmuka umum, sehingga apa pun yang mereka buat atau apa pun yang kami buat dapat dengan mudah dihubungkan ke jaringan (bersama) di masa depan," kata Guetlein.
Nilai Jual Perangkat Militer
Guetlein memperkirakan, penjualan perangkat keras luar angkasa militer kepada sekutu diperkirakan mencapai 570,5 juta dolar Amerika selama setahun terakhir. Ke depan, angka itu akan meroket. “Prediksi saya adalah dalam 12 hingga 24 bulan ke depan, jumlah tersebut akan meningkat menjadi lebih dari 4 miliar dolar AS,” kata Guetlein.
Guetlein mengatakan, AS bahkan untuk pertama kalinya menjual jammer satelit yang dikenal sebagai Sistem Kontra-Komunikasi ke Australia. Namun, kata dia, masih ada kendala seperti kontrol ekspor yang membatasi pembagian teknologi sensitif tertentu dari AS dan kebijakan klasifikasi yang membatasi akses terhadap program oleh warga negara non-AS.
“Kami masih menghadapi beberapa kesulitan dalam kebijakan, namun peluangnya lebih terbuka dibandingkan sebelumnya,” kata Guetlein.
Baca Juga: China Vs AS di Bulan, Pakistan Resmi Bergabung dengan ILRS China
Dia menjelaskan, beberapa sekutu mereka telah diundang berpartisipasi dalam perancangan arsitektur satelit masa depan Angkatan Luar Angkasa AS. “Kami bahkan telah menetapkan apa yang kami sebut 'bersekutu berdasarkan desain', di mana Pusat Analisis Perang Luar Angkasa (SWAC) kini mengundang sekutu untuk berdiskusi.”
Wakil Komandan Komando Sistem Luar Angkasa, Brigadir Jenderal Jason Cothern mengatakan, Space Force memanfaatkan penjualan alat-alat militer, pengembangan bersama kemampuan revolusioner, dan bekerja menyeluruh dengan basis industri luar angkasa. Kantor kebijakan luar angkasa Pentagon, kata dia, juga berusaha membantu meningkatkan kemampuan Space Force dalam berbagi informasi dengan mitra internasional.
“Dan kami bekerja sama dengan Departemen Pertahanan untuk meninjau kembali cara kami mengklasifikasikan informasi,” kata dia pada 19 Oktober dalam Simposium MilSat 2023 di Mountain View, California.
Meskipun masih ada hambatan, Cothern mengaku melihat lebih banyak kemajuan akhir-akhir ini, dibandingkan selama 30 tahun terakhir.
Budaya dan Kerahasiaan Militer
Direktur Kantor Urusan Internasional Komando Sistem Luar Angkasa, Deanna Ryals mengatakan, menjalin kemitraan antariksa internasional yang kuat akan memerlukan perubahan budaya dalam tubuh militer AS. Sebab, selama ini militer selalu memprioritaskan kerahasiaan dan otonomi.
“Kami mencoba membawa mitra dan basis industri mereka serta kemampuan mereka ke dalam arsitektur ruang angkasa,” kata Ryals di Simposium MilSat.
Tantangan utama saat ini adalah berbagi informasi mengenai program luar angkasa yang sebagian besar bersifat rahasia. Space Force, kata dia, belum sepenuhnya merangkul pihak pemerintah dan membuka kemitraan dengan sektor komersial dan industri.
“Kami sedang menuju ke sana. Kami benar-benar mengupayakannya, kami mendapat dukungan kepemimpinan dan arahan untuk mewujudkannya,” kata Ryals.
Baca Juga: Pertama Kali, AS Denda Perusahaan karena Sampah Luar Angkasa
Saat ini, kata dia, mereka berhasil menawarkan kemampuan yang bisa dibeli oleh mitra dan sekutu internasional mereka. Ia mengklaim, dalam 5-10 tahun ke depan, pihaknya bisa saja berbalik membeli sistem dari sekutu mereka. "Membawa teknologi dan kemampuan yang saling melengkapi ke dalam arsitektur kita. Itu yang kami dorong.”
Menurut dia, banyak sekutu AS telah membangun strategi luar angkasa nasional untuk mempertahankan satelitnya. Mereka berinvestasi pada sensor kesadaran domain luar angkasa, observasi Bumi, dan satelit komunikasi. “Semua area tersebut sudah siap mengeksploitasi apa yang dimiliki sekutu dan mitra kami, atau membiarkan mereka membeli kemampuan tersebut dan menyumbangkannya kembali ke dalam arsitektur.”
Jualan AS tersebut kemungkinan akan laku keras. Ryals mengatakan, pejabat dari Komando Sistem Luar Angkasa bersama perwakilan dari Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Prancis, Jerman, dan Jepang akan menjajaki peluang itu pada konferensi mendatang di Chantilly, Virginia.
Untuk pertama kalinya, kata Ryals, negara-negara akan mendiskusikan cara-cara mereka dapat bekerja sama untuk menopang rantai pasokan industri luar angkasa global. Sumber: Space News