Cina Buat Baterai Nuklir Kecil, Mampu Bertahan 50 Tahun tanpa Isi Ulang
ANTARIKSA -- Ilmuwan Cina telah membangun baterai nuklir yang dapat menghasilkan tenaga hingga 50 tahun tanpa harus diisi ulang. Teknologi tersebut, yang mengandung isotop radioaktif (versi nikel) sebagai sumber tenaganya, akan menjadi yang pertama dari jenisnya untuk pembelian umum.
Industri pembuat baterai tersebut, Betavolt menjelaskan, baterai BV100 tersebut lebih kecil dari koin, yaitu 15 x 15 x 5 milimeter, dan menghasilkan daya 100 mikrowatt. "Jika disetujui untuk penggunaan pada perangkat seperti ponsel pintar, baterai generasi masa depan ini akan menghilangkan kebutuhan mengisi ulang dayanya," kata perwakilan Betavolt baru-baru ini.
Namun, nada skeptis muncul dari Amerika Serikat. Seorang ilmuwan material di Universitas Florida, Juan Claudio Nino merasa ragu pada ukuran baterai yang kecil. Hal itu menandakan baterai mengandung radioisotop yang relatif sedikit dan hanya menghasilkan 0,01 persen listrik yang dibutuhkan ponsel pintar.
“Tentu saja itu berada dalam jangkauan untuk alat pacu jantung atau mungkin sensor nirkabel pasif. Namun dalam bentuknya yang sekarang, dayanya tidak cukup untuk menjalankan ponsel,” katanya kepada Live Science.
Baca Juga: Kongres AS Cecar NASA: Amerika Harus Mengalahkan Cina di Bulan!
Nino mengakui, baterai nuklir adalah teknologi yang sudah mapan. Pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1950an, perangkat itu memanfaatkan energi yang dilepaskan ketika isotop radioaktif meluruh menjadi unsur lain.
Selama unsur radioaktifnya membusuk, baterai akan terus menghasilkan tenaga. Artinya, baterai nuklir memiliki masa hidup hingga puluhan tahun dan biasanya digunakan untuk memberi daya pada pesawat ruang angkasa atau stasiun ilmiah otomatis, di mana peralatan dibiarkan tanpa pengawasan selama bertahun-tahun. Baterai nuklir juga digunakan pada alat pacu jantung.
Baterai baru milik Betavolt menggunakan nikel-63 sebagai sumber radioaktif, yang menurut Nino akan terurai menjadi tembaga melalui jalur beta. “Sederhananya, Anda memiliki neutron (partikel subatom netral) yang berubah menjadi proton (partikel subatom positif) dengan memancarkan elektron. Jika Anda bisa melakukan sesuatu dengan elektron itu, itu adalah sumber listrik,” katanya.
BV100 menggunakan lapisan semikonduktor untuk menangkap elektron tersebut dan menyalurkannya melalui baterai secara terorganisir. “Semikonduktor berada di antara konduktor seperti logam dan isolator seperti karet. Elektron hanya bisa bergerak jika mempunyai energi yang cukup sehingga kita dapat mengontrol pergerakannya,” kata Nino.
Baca Juga: Roket Gravity-1 Cina Pecahkan Rekor dalam Peluncuran Perdana di Tengah Laut Kuning
Misalnya, radioisotop itu tidak menimbulkan bahaya jika digunakan di luar angkasa. Namun, ia memerlukan pelindung dengan bahan menyerap radiasi berbahaya jika digunakan pada perangkat seperti alat pacu jantung atau ponsel pintar agar aman.
“Perlindungan di sini sangat penting karena Anda tidak ingin sesuatu yang radioaktif merusak tubuh,” kata Nino.
Proteksi radiasi, seringkali terbuat dari bahan seperti timbal atau tungsten, yang biasanya diintegrasikan ke dalam desain baterai. Namun Nino mengingatkan pentingnya mencocokkan jenis dan jumlah pelindung dengan unsur radioaktif yang digunakan.
Jika baterai membutuhkan lebih banyak daya, cukup dengan menambahkan konsentrasi sumber radioaktif yang lebih tinggi. Namun, itu juga memerlukan perlindungan tambahan. Sementara, baterai bisa menjadi tidak praktis jika semakin banyak perangkat yang ditempati oleh pelindung.
Faktanya, meskipun memerlukan pelindung yang kuat, baterai nuklir memiliki kepadatan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan baterai lithium-ion konvensional. Menurut Betavolt bisa sepuluh kali lipat.
Tantangan soal cara mengakses daya maksimum dari satu baterai masih menjadi area penelitian. Karena itu, Betavolt berencana meluncurkan baterai 1 watt pada tahun 2025 yang mendekati angka 2 - 6 W yang dibutuhkan oleh ponsel standar. Untuk sementara, perusahaan itu menyarankan agar menggabungkan baterainya secara paralel jika membutuhkan daya lebih besar untuk perangkat.
Baca Juga: China Temukan Logam Bumi Paling Berharga, Niobaotite Pertama di Dunia
Betavolt juga berencana meneliti penggunaan berbagai isotop nuklir dalam versi baterainya ke depan, termasuk strontium-90, promethium-147, dan deuterium, yang bisa bertahan antara dua hingga 30 tahun dalam sebuah perangkat. Sumber: Live Science