China Temukan Logam Bumi Paling Berharga, Niobaotite Pertama di Dunia
ANTARIKSA -- Para ilmuwan di China baru saja menemukan harta karun dunia yang sangat berharga, jenis bijih yang belum pernah dilihat sebelumnya. Bijih tersebut mengandung unsur tanah jarang yang banyak dicari karena sifat superkonduktifnya.
Menurut South China Morning Post, bijih yang disebut niobaotite itu terbentuk dari niobium, barium, titanium, besi dan klorida. Keberadaan niobium-lah yang membuatnya sangat berharga.
Itu adalah logam berwarna abu-abu muda yang saat ini banyak digunakan dalam produksi baja, yang diperkuat tanpa menambah bobot secara signifikan. Niobium juga digunakan dalam pembuatan paduan lain, bahan campuran logam, dan dapat ditemukan dalam akselerator partikel dan peralatan ilmiah canggih lainnya. Sebab, niobium merupakan superkonduktor pada suhu rendah.
Niobaotite ditemukan di deposit bijih Bayan Obo, Kota Baotou, Mongolia Dalam pada 3 Oktober 2023. Menurut Perusahaan Nuklir Nasional China (CNNC), bijih hitam kecoklatan itu merupakan jenis baru ke-17 yang ditemukan di deposit tersebut dan salah satu dari 150 mineral baru yang ditemukan di wilayah tersebut.
Baca Juga: NASA Meluncur ke Asteroid Logam, Mencari Jawaban Misteri Inti Bumi
Tentu saja, penemuan itu merupakan rejeki nomplok bagi Tiongkok, yang saat ini mengimpor 95 persen niobiumnya. “Bergantung pada volume dan kualitas niobium ini, hal ini dapat menjadikan Tiongkok swasembada,” kata Antonio H Castro Neto, seorang profesor teknik elektro dan komputer di National University of Singapore (NUS) kepada South China Morning Post.
Brasil adalah pemasok logam tanah jarang terbesar di dunia, dan Kanada berada di urutan kedua. Menurut Survei Geologi AS, proyek untuk membuka tambang niobium dan fasilitas pemrosesan sedang berlangsung di Nebraska selatan. Proyek Mineral Kritis Elk Creek akan menjadi satu-satunya tambang niobium di AS.
Permintaan logam ini juga kemungkin akan lebih besar di masa depan. Alasannya, para peneliti sedang berupaya mengembangkan baterai niobium-lithium dan niobium-graphene.
Menurut S&P Global, baterai jenis tersebut dapat mengurangi risiko kebakaran bila digunakan bersama dengan litium. Baterai niobium-lithium juga mengisi daya lebih cepat dan dapat diisi ulang lebih sering dibandingkan baterai lithium biasa.
Baca Juga: Sengketa Lahan di Bulan Semakin Menghawatirkan
Pada Mei 2023, para peneliti Center for Advanced 2D Materials (CA2DM) di NUS mengatakan, baterai tersebut dapat bertahan sekitar 30 tahun, 10 kali lebih lama dari baterai lithium-ion. Baterai itu juga dapat terisi penuh dalam waktu 30 menit, kurang dari 10 menit.
Para peneliti di NUS tersebut saat ini sedang mengembangkan baterai niobium-graphene. Sumber: Space.com/South China Morning Post