Tanggal 29 Februari Muncul 4 Tahun Sekali, Apa Itu Tahun Kabisat?
ANTARIKSA -- Dalam empat tahun terakhir, tanggal 29 Februari hanya muncul pada tahun 2024 karena bertepatan dengan tahun kabisat. Apa itu tahun kabisat dan mengapa kita perlu menambah 1 hari pada bulan Februari?
Tahun kabisat adalah tahun dengan 366 hari kalender, bukan 365 hari yang normal. Tahun kabisat terjadi setiap tahun keempat dalam kalender Gregorian, yaitu kalender yang digunakan oleh kebanyakan penduduk dunia. Hari tambahan, yang dikenal sebagai hari kabisat adalah tanggal 29 Februari, yang tidak ada pada tahun non-kabisat.
Setiap tahun yang habis dibagi empat, misalnya 2020 dan 2024, merupakan tahun kabisat. Nama 'kabisat' berasal dari fakta bahwa mulai bulan Maret dan seterusnya, setiap tanggal pada tahun kabisat dimajukan satu hari tambahan dari tahun sebelumnya. Misalnya tanggal 1 Maret 2027 jatuh pada hari Senin, tetapi pada tahun kabisat berikutnya, 2028, jatuh pada hari Rabu.
Kalender lain, termasuk kalender Ibrani, Islam, Cina, dan Ethiopia, juga mempunyai versi tahun kabisat. Namun tidak semuanya datang setiap empat tahun dan sering kali terjadi pada tahun yang berbeda dengan tahun kabisat kalender Gregorian. Beberapa kalender juga memiliki beberapa hari kabisat atau bahkan bulan kabisat yang diperpendek.
Selain tahun kabisat dan hari kabisat, kalender Gregorian juga memiliki beberapa detik kabisat, yang secara sporadis ditambahkan ke tahun-tahun tertentu, terakhir pada tahun 2012, 2015, dan 2016. Namun, organisasi yang bertanggung jawab atas ketepatan waktu global, Biro Berat dan Ukuran Internasional (IBWM) akan menghapuskan detik kabisat mulai tahun 2035.
Baca Juga: 10 Tahun Persiapan Menghadapi Asteroid Armagedon
Mengapa Tahun Kabisat Diperlukan?
Tahun kabisat sangat penting, dan tanpa tahun kabisat, tahun-tahun kita pada akhirnya akan terlihat sangat berbeda. Tahun kabisat ada karena satu tahun dalam kalender Gregorian sedikit lebih pendek daripada tahun matahari, atau tahun tropis, yaitu jumlah waktu yang dibutuhkan Bumi untuk satu kali mengorbit matahari sepenuhnya.
Satu tahun kalender panjangnya tepat 365 hari, tetapi satu tahun matahari panjangnya sekitar 365,24 hari. Lebih tepatnya, waktu orbit Bumi terhadap matahari adalah 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 56 detik.
Jika kita tidak memperhitungkan perbedaan itu, maka setiap tahun yang terlewati, jarak antara awal tahun kalender dan tahun matahari akan bertambah 5 jam, 48 menit, dan 56 detik. Seiring berjalannya waktu, hal ini akan menggeser waktu terjadinya musim.
Misalnya, jika kita berhenti menggunakan tahun kabisat, maka dalam waktu sekitar 700 tahun, musim panas di belahan bumi utara akan dimulai pada Desember, bukan bulan Juni. Menambahkan hari kabisat setiap tahun keempat akan menghilangkan sebagian besar masalah tersebut, karena panjang satu hari tambahan hampir sama dengan selisih yang terakumulasi selama 4 tahun.
Baca Juga: Paling Diincar, Apa Itu Orbit Geosinkron?
Namun, sistem ini pun sebenarnya belum sempurna. Sebab, kita memperoleh sekitar 44 menit tambahan setiap empat tahun, atau satu hari setiap 129 tahun. Itulah sebabnya, IBWM telah bereksperimen dengan detik kabisat. Namun secara keseluruhan, tahun kabisat berarti kalender Gregorian tetap sinkron dengan perjalanan kita mengelilingi matahari.
Tahun Kabisat:
- 2024: Kamis, 29 Februari
- 2028: Selasa, 29 Februari
- 2032: Ahad, 29 Februari
Sejarah Tahun Kabisat
Gagasan tahun kabisat dimulai pada tahun 45 SM, ketika kaisar Romawi Kuno Julius Caesar menetapkan kalender Julian. Kalender itu terdiri dari 365 hari yang dipisahkan menjadi 12 bulan yang masih digunakan dalam kalender Gregorian. Juli dan Agustus yang awalnya bernama Quintilis dan Sextilis kemudian diganti menjadi Julius Caesar dan penggantinya Augustus.
Menurut University of Houston, Kalender Julian mencakup tahun kabisat setiap empat tahun tanpa pengecualian dan disinkronkan dengan musim di Bumi. Alasannya, pada tahun 46 SM, terjadi tahun terakhir kebingungan, yang mencakup 15 bulan dengan total 445 hari.
Selama berabad-abad, tampaknya kalender Julian bekerja dengan sempurna. Namun pada pertengahan abad ke-16, para astronom memperhatikan bahwa musim dimulai sekitar 10 hari lebih awal dari perkiraan. Misalnya, ketika hari libur penting, tidak lagi dibarengi dengan peristiwa tertentu seperti ekuinoks musim semi.
Untuk mengatasi hal ini, Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582. Kalender itu sama dengan kalender Julian, hanya dengan pengecualian tahun kabisat untuk sebagian besar tahun keseratus.
Baca Juga: Para Astronot Merasakan Bau Khas di Luar Angkasa, Dari Mana Asalnya?
Selama berabad-abad, kalender Gregorian hanya digunakan oleh negara-negara Katolik, seperti Italia dan Spanyol, namun akhirnya diadopsi oleh negara-negara Protestan, seperti Inggris Raya pada tahun 1752. Karena perbedaan kalender, negara-negara yang kemudian beralih ke kalender Gregorian harus melewatkan hari-hari agar dapat melakukan sinkronisasi dengan negara-negara lain di dunia.
Misalnya, ketika Inggris bertukar kalender pada tahun 1752, dari tanggal 2 September langsung melompat ke 14 September. Di masa depan, kalender Gregorian mungkin harus dievaluasi ulang karena tidak sinkron dengan tahun matahari. Namun hal itu memerlukan waktu ribuan tahun.
Mengapa pada 29 Februari?
Pada abad kedelapan SM, kalender Romawi hanya memiliki 10 bulan, dimulai pada bulan Maret dan berakhir pada Desember. Musim dingin diabaikan, tidak ada bulan yang menandainya.
Namun, karena kalender itu hanya memiliki 304 hari, bulan Januari dan Februari akhirnya ditambahkan ke akhir tahun keagamaan. Itu juga yang membuat bulan Februari memiliki hari paling sedikit.
Karena itu, ketika Paus Gregorius XIII menambahkan hari kabisat ke dalam kalender Gregorian pada tahun 1582, ia memilih bulan Februari, menjadikannya satu hari lebih panjang pada tahun kabisat. Sumber: Live Science