Apa yang Terjadi Saat Orang Tersambar Petir, Tapi Selamat?
ANTARIKSA -- Beberapa pekan dalam pekerjaan barunya sebagai ahli patologi forensik, Ryan Blumenthal mendapat panggilan untuk memeriksa mayat yang ditemukan di sebuah lapangan. Pakaian korban robek dan gendang telinganya pecah.
“Kelihatannya pemandangan ini cukup mengerikan,” kata Blumenthal, yang kini bekerja di Universitas Pretoria di Afrika Selatan yang dikutip Live Science pada Juli, lalu.
Ya, pelakunya bukanlah pembunuh berantai, melainkan petir. Fenomena bermuatan listrik itu bisa mengirim jutaan volt listrik ke seluruh tubuh manusia yang tengah malang.
Sambaran petir dapat menembus tubuh siapa pun hanya dalam sepersekian detik. Bahkan karena kecepatannya, seringkali tidak meninggalkan bekas.
Baca Juga: Ada Petir yang Mengerikan, Bagaimana Iklim di Venus?
Kekuatan penghancur yang dibawa petir sangat mengerikan. Tapi karena itu pula, kini Blumenthal menjadi salah satu ahli patologi petir terkemuka di dunia.
Kebanyakan orang yang meninggal akibat sambaran petir tewas seketika karena serangan jantung. Hal itu disebabkan tegangan listrik yang sangat besar dari sambaran petir mengganggu ritme alami jantung.
Manusia yang tersambar petir mungkin juga mengalami gendang telinga yang pecah karena gelombang tekanan yang datang. Sistem pernafasan juga lumpuh, atau yang umum terlihat adalah luka bakar sekunder karena rambut dan pakaiannya terbakar.
Namun petir tidak membunuh semua korbannya. Sekitar 90 persen orang yang tersambar petir selamat.
"Mereka yang bertahan hidup biasanya mengalami kerusakan saraf, gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gejala neurologis, mirip dengan cedera pasca gegar otak yang dialami pemain sepak bola, seperti gangguan penilaian dan kesulitan berkonsentrasi," kata Dr Mary Ann Cooper, seorang spesialis keselamatan petir di Dewan Keamanan Petir Nasional AS dan profesor kedokteran darurat emerita di Universitas Illinois Chicago.
Baca Juga: Apa yang Dibawa Petir? Ilmuwan Temukan Kristal dari Dunia Lain
Cooper melanjutkan, bagaimana cedera otak tersebut terjadi belum dapat dijelaskan secara pasti. Hal itu karena rendahnya jumlah sambaran petir, dan sedikitnya dana untuk penelitian.
Para ahli berpendapat, cedera otak kemungkinan disebabkan oleh kombinasi gangguan jaringan akibat arus listrik dan trauma benda tumpul akibat perubahan tekanan barometrik secara tiba-tiba. Kondisi tersebut bisa menjadi parah dan bahkan melemahkan.
Beberapa orang yang selamat setelah tersambar petir melaporkan kehilangan ingatan, nyeri saraf kronis, depresi. Bahkan, ada yang menganggap kehilangan kemampuan psikis seperti prekognisi.
“Saat Anda tersambar petir, Anda bukan orang yang sama lagi,” kata Blumenthal kepada Live Science.
Beberapa orang yang selamat melaporkan muncul gambar Lichtenberg (pola khas) seperti pakis di kulit mereka. Diperkirakan, pola itu muncul dari pembuluh darah yang rusak sehingga mengeluarkan cairan ke jaringan di sekitarnya.
Dalam laporan kasus tahun 2020 yang terbit di The New England Journal of Medicine, seorang pria berusia 54 tahun yang tersambar petir disebut awalnya pingsan. Ia mengalami mati rasa di beberapa bagian tubuhnya, dan muncul pola Lichtenberg di lengan kiri, paha, punggung, dan bokongnya.
Namun, pola-pola tersebut tidak menimbulkan rasa sakit, dan hilang dua hari kemudian ketika dia kembali ke dokter.
Baca Juga: Foto Kilatan Petir dari Bintang Mati, Memancarkan Gelombang Kejut Kosmik
Rekor dunia untuk cedera tersambar petir terbanyak adalah Roy Sullivan, seorang penjaga Taman Nasional Shenandoah. Antara tahun 1942 dan 1977, Sullivan disambar petir sebanyak tujuh kali.
Meskipun dia menderita luka bakar karena rambut dan pakaiannya terbakar, Sullivan selamat dari ketujuh serangan tersebut. Dia meninggal karena bunuh diri pada tahun 1983 pada usia 72 tahun.
"Pikiran untuk bunuh diri adalah gejala lain yang dialami oleh beberapa penyintas sambaran petir, yang dapat mengalami rasa sakit yang parah dan masalah pemulihan setelah kejadian tersebut," kata Steve Mashburn, yang punggungnya patah akibat sambaran petir tahun 1969 kepada The Washington Post. Mashburn kini memimpin kelompok dukungan internasional untuk para penyintas petir.
Untungnya, cedera akibat petir termasuk yang paling dapat dicegah di negara maju. Jika Anda berada di luar saat terjadi badai petir, cukup lari sekuat tenaga ke tempat yang aman. “Dan jangan keluar sampai tidak ada kilat dan guntur selama 30 menit,” kata Cooper.
Berbagai Jenis Cedera Sambaran Petir
Blumenthal memperingatkan, hanya antara 3 sampai dan 5 persen sambaran petir yang merupakan sambaran langsung. Cedera kontak, yang terjadi saat seseorang menyentuh suatu seperti pohon atau bangunan saat benda tersebut tersambar petir, merupakan 5 persen cedera petir lainnya.
Cedera petir yang paling umum terjadi akibat kilatan samping dan arus tanah, yang mencakup lebih dari 80 persen. Dalam kilatan samping, korban sedang berdiri di dekat suatu benda ketika tersambar petir, menyebabkan sebagian potensi listrik memancar ke orang yang melihatnya.
Arus tanah juga serupa, hanya saja terjadi ketika petir menyambar tanah di bawah kaki korban. Insiden-insiden ini dapat membahayakan banyak orang sekaligus.
“Inilah sebabnya (ada kejadian) seluruh kawanan hewan musnah karena sambaran petir,” kata Blumenthal.
Baca Juga: Gambar Pertama Teleskop Sinar-X NASA Tampak seperti Bola Petir
Sebanyak 10 hingga 12 persen cedera petir arus tanah disebabkan oleh fenomena aneh aliran pita ke atas. Ini terjadi karena gaya listrik bermuatan positif di tanah tertarik ke awan badai bermuatan negatif di atasnya.
Saat muatan positif menumpuk, ia akan mengirim semacam batang udara bermuatan ke langit. Itu yang kemudian disetrum ke bawah.
Memerangi Kematian Akibat Petir
Saat ini, kematian akibat petir relatif jarang terjadi di Amerika Serikat, berkat upaya Cooper dan rekan-rekannya di Dewan Keselamatan Petir Nasional. Sejak tahun 2001, dewan itu telah mengadakan Pekan Kesadaran Keselamatan Petir tahunan untuk menarik perhatian terhadap bahaya sambaran petir.
Ketika inisiatif tersebut dimulai, Amerika mencatat rata-rata sekitar 55 kematian akibat petir pada setiap tahun. Pada tahun 2022, jumlah tersebut turun menjadi 19, berdasarkan data Lembaga Informasi Asuransi.
Kini, Cooper dan Blumenthal berharap dapat membawa tingkat kesadaran yang sama, serta sumber daya seperti penangkal petir ke Afrika. Inisiatif baru Cooper, Pusat Jaringan Petir dan Elektromagnetik Afrika (ACLENet) berfokus pada pengurangan kematian akibat petir bagi manusia dan ternak di seluruh benua.
Misi tersebut sangat penting mengingat laju perubahan iklim yang semakin cepat, yang mengakibatkan badai yang lebih sering dan parah. “Kita akan melihat lebih banyak cuaca ekstrem dalam periode waktu yang lebih singkat,” kata Blumenthal. Jadi, tambah dia, mereka harus menangani masalah mematikan tersebut dengan serius. Sumber: Live Science