Peristiwa Carrington, Ketika Aurora Muncul di Negara Tropis Saat Badai Matahari Terbesar dalam Sejarah
ANTARIKSA -- Bumi pernah mengalami badai matahari ekstrem seperti Peristiwa Carrington tahun 1859. Badai matahari yang dahsyat bisa menciptakan kekacauan pada teknologi di Bumi.
Peristiwa Carrington adalah badai matahari besar yang terjadi pada awal September 1859. Peristiwa ini hanya beberapa bulan sebelum puncak aktivitas matahari tahun 1860.
Pada bulan Agustus 1859, para astronom di seluruh dunia menyaksikan dengan kekaguman saat jumlah bintik matahari di permukaan matahari bertambah. Salah satunya adalah Richard Carrington. Dia adalah seorang pengamat langit amatir di sebuah kota kecil bernama Redhill, dekat London, Inggris.
Pada 1 September, ketika Carrington sedang menggambar bintik matahari, ia disilaukan oleh kilatan cahaya yang tiba-tiba. Carrington menggambarkannya sebagai "kilatan cahaya putih". Seluruh peristiwa tersebut berlangsung sekitar lima menit.
Fakta-Fakta Aurora Borealis, Rahasia di Balik Warna-warna Memikat di Langit
Kilatan itu adalah suatu koronal massa ejection (CME) besar. CME adalah suatu ledakan plasma terionisasi dari atmosfer atas matahari, korona.
Dalam 17,6 jam, CME menempuh jarak lebih dari 150 juta km antara matahari dan Bumi dan melepaskan kekuatannya pada planet kita. Menurut NASA spaceflight, biasanya CME membutuhkan beberapa hari untuk mencapai Bumi.
Hari setelah Carrington mengamati kilatan yang mengesankan, Bumi mengalami badai geomagnetik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aurora yang biasanya terbatas pada lintang kutub tampak terlihat di daerah tropis, menurut NASA Science.
Aurora yang memukau mempesona pengamat langit di seluruh dunia saat pertunjukan cahaya polar membentang jauh di luar jangkauan biasanya. Cahaya utara (aurora borealis) dilihat sejauh selatan Cuba dan Honolulu, Hawaii. Sedangkan cahaya selatan (aurora australis) terlihat sejauh utara Santiago, Chile, menurut National Geographic.
Bagi banyak orang di seluruh dunia, ini adalah pertama kalinya mereka menyaksikan aurora dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan langit yang lebih terang dari biasanya.
Carrington menyimpulkan bahwa kilatan matahari yang dia lihat hampir pasti menjadi penyebab gangguan geomagnetik besar ini. Badai matahari tahun 1859 sekarang dikenal sebagai Peristiwa Carrington untuk menghormatinya.
Bagaimana mempredikso badai matahari?
Menurut NASA Earth Observatory, asal-usul cuaca antariksa dapat ditelusuri ke distorsi dalam medan magnetik matahari, yang mengarah ke bintik-bintik gelap atau bintik matahari di permukaannya.
Dari bintik-bintik ini, letusan matahari, koronal massa ejections, dan fenomena elektromagnetik lainnya dapat muncul — dengan konsekuensi berbahaya bagi cara hidup teknologi kita.
Aktivitas bintik matahari naik dan turun dalam siklus 11 tahunan. Saat ini kita mendekati maksimum matahari berikutnya pada tahun 2025. Jadi, sekarang adalah waktu yang tepat untuk melihat badai matahari terburuk.
Apa yang terjadi selama Peristiwa Carrington?
Peristiwa Carrington memicu badai geomagnetik besar yang mengakibatkan kekacauan pada teknologi. Bumi menjadi sunyi karena komunikasi telegraf di seluruh dunia gagal.
Menurut History.com, ada laporan percikan bunga api dari mesin telegraf, operator yang menerima sengatan listrik, dan kertas yang terbakar oleh percikan liar.
Banyak orang percaya bahwa akhir dunia telah tiba. Orang-orang mulai memulai hari mereka setelah mendengar burung berkicau, melihat langit yang terang, dan percaya bahwa matahari telah mulai terbit.
Ketika pekerja telegraf kembali bekerja keesokan harinya, efek dari Peristiwa Carrington masih terasa karena atmosfer masih sangat terisi.
History.com melaporkan bahwa karyawan American Telegraph Company tidak dapat mentransmisikan atau menerima pesan.
Meskipun badai matahari jarang membahayakan kehidupan manusia secara langsung, ada risiko bahwa mereka dapat memengaruhi sistem yang kritis bagi keamanan melalui efek elektromagnetik. Mulai dari layanan komunikasi, navigasi, dan ramalan cuaca berbasis ruang angkasa hingga distribusi listrik di permukaan tanah.
Untungnya bagi kita, badai matahari seperti Peristiwa Carrington terjadi sekali setiap 500 tahun atau lebih. Namun, badai matahari dengan separuh intensitas Peristiwa Carrington lebih sering terjadi, sekitar setiap 50 tahun.
Sayangnya, kita tidak bisa yakin kapan peristiwa berkelas Carrington berikutnya akan terjadi karena cuaca antariksa sulit diprediksi.
Para ilmuwan di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)'s Space Weather Prediction Center menganalisis daerah bintik matahari setiap hari untuk menilai ancaman-ancamannya.
Mereka memantau dan mencatat perubahan ukuran, jumlah, dan posisi bintik matahari untuk mengevaluasi kemungkinan letusan matahari yang mengarah ke Bumi dan/atau CME dari suatu wilayah aktif.
NASA juga memiliki armada wahana antariksa dikenal secara kolektif sebagai Heliophysics Systems Observatory (HSO). Wahana ini dirancang untuk mempelajari matahari dan pengaruhnya terhadap tata surya, termasuk efek cuaca antariksa.
Badai matahari dalam sejarah
CME terbesar dapat mengandung miliaran ton material matahari dan meletus dari matahari dengan kecepatan hingga 3.000 kilometer per detik. Menurut NOAA's Space Weather Prediction Center, material ini mengandung medan magnet yang tertanam, dan inilah medan magnet yang dapat menciptakan kekacauan dengan medan magnet Bumi saat keduanya bersentuhan.
Kita tahu ini telah terjadi sejak zaman kuno; sebuah studi yang dilaporkan pada Januari 2022 mengungkapkan bahwa badai matahari yang kuat, yang melanda Bumi 9.200 tahun yang lalu. Badai matahari ini meninggalkan partikel radioaktif di bawah es Greenland yang masih ada hingga saat ini, seperti yang dilaporkan oleh Live Science.
Sebuah studi sebelumnya, dari 2020, menyarankan bahwa badai geomagnetik yang parah terjadi dalam 42 dari 150 tahun sebelumnya. Ini jauh lebih sering daripada yang sebelumnya diperkirakan.
Menurut NASA spaceflight, sebuah badai matahari dengan intensitas serupa dengan Peristiwa Carrington menghantam Bumi sekitar tahun 774 Masehi.