Bersiaplah! Puncak Siklus Matahari 25 Siap Hadirkan Aurora Luar Biasa Hingga Tahun Depan
ANTARIKSA -- Puncak aktivitas matahari dalam Siklus Matahari 25 diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun depan. Peristiwa ini memungkinkan lebih banyak aurora terlihat di berbagai belahan dunia.
Saat puncak aktivitas matahari, badai geomagnetik yang dihasilkan dapat memicu aurora yang memukau dengan cahaya hijau dan merah yang menghiasi langit. Selama periode puncak aktivitas matahari, jumlah bintik matahari meningkat, yang dapat menyebabkan aurora yang lebih sering dan lebih intens.
Para penduduk di belahan bumi utara mungkin bisa menyaksikan aurora yang lebih spektakuler dalam beberapa bulan ke depan, berkat aktivitas matahari yang sedang sangat aktif.
Aktivitas matahari berfluktuasi dalam siklus 11 tahun. Siklus saat ini, yang dikenal sebagai Siklus Matahari 25, dimulai pada Desember 2019 dan masih dalam fase maksimum, menurut para ahli.
"Saat ini, kami sekitar dua tahun dalam periode maksimum, dan kami memperkirakan sekitar satu tahun lagi sebelum kita benar-benar memasuki fase penurunan, yang akan membawa kita kembali ke minimum matahari," kata Lisa Upton, ketua panel prediksi Siklus Matahari 25 dan ilmuwan utama di Southwest Research Institute, dalam konferensi pers pada 15 Oktober lalu.
Badai Matahari, CME, dan Aurora yang Memukau
Setiap siklus matahari ditandai dengan naik-turunnya aktivitas magnetik alami matahari, serta jumlah bintik matahari yang muncul. Bintik matahari, yang merupakan area dingin dan gelap di permukaan matahari, muncul ketika medan magnet matahari terganggu.
Bintik ini sering menjadi tempat awal terjadinya flare matahari, ledakan kuat yang memancarkan energi tinggi ke luar angkasa. Flare ini sering diiringi oleh lontaran massa korona (CME), ledakan besar medan magnet dan plasma yang dapat menyebabkan badai geomagnetik ketika mencapai Bumi.
Badai ini bisa meningkatkan tampilan aurora, seperti yang terlihat minggu lalu, tetapi juga bisa berdampak negatif, mengganggu jaringan listrik dan memengaruhi astronot serta satelit di luar angkasa.
Siklus Matahari 25 menunjukkan fase maksimum yang lebih menonjol dibandingkan siklus sebelumnya, namun tetap dianggap sebagai siklus yang lebih kecil oleh para ahli.
Dampak di Bumi dan Luar Angkasa
Selama fase maksimum matahari, risiko gangguan dari cuaca luar angkasa lebih tinggi. Contoh nyata terjadi pada Mei 2024, ketika beberapa CME menghantam Bumi dan memicu tampilan aurora paling kuat dalam 500 tahun terakhir. Para ilmuwan memperkirakan badai serupa masih mungkin terjadi dalam fase maksimum yang tersisa dari siklus ini.
Jika fase maksimum Siklus Matahari 25 berlangsung satu atau dua tahun lagi, ini bisa berdampak pada misi antariksa yang direncanakan NASA, seperti Artemis 2 dan Artemis 3. Para astronot yang menjelajah jauh dari atmosfer Bumi akan lebih rentan terhadap radiasi yang dipancarkan matahari.
Persiapan Menghadapi Badai Matahari
Badai geomagnetik besar dapat mengganggu lapisan atmosfer di atas kita yang dikenal sebagai ionosfer, mengganggu komunikasi satelit dan sistem navigasi. "Selama badai besar, komunikasi dengan pesawat bisa sangat terpengaruh," kata Bill Murtagh dari Pusat Prediksi Cuaca Antariksa NOAA.
Para ahli memperingatkan bahwa badai matahari dan geomagnetik yang lebih besar mungkin akan terjadi lagi selama fase maksimum ini, tetapi dampaknya bisa diminimalkan dengan teknologi canggih dan komunikasi yang lebih baik antara sektor pemerintah dan swasta.
"Sebagai umat manusia yang semakin banyak menjelajah ruang angkasa, kita harus meningkatkan kemampuan memahami cuaca luar angkasa di seluruh tata surya," tambah Upton.