Planet Berlian 55 Cancri Kembali Terbungkus Atmosfer Kedua yang Tebal
ANTARIKSA -- Planet lava yang diyakini terdiri dari berlian tampak kembali terbungkus atmosfer tebal. Padahal, bintang induknya telah menghancur leburkan atmosfer pertama planet tersebut.
Planet bernama 55 Cancri e terletak sekitar 41 tahun cahaya dari tata surya dan memiliki lebar hampir dua kali lipat Bumi dan massa sekitar sembilan kali planet kita. Di antara kumpulan planet ekstrasurya yang telah dikatalogkan, 55 Cancri e diklasifikasikan sebagai 'Bumi super'. Artinya, ia lebih masif daripada Bumi, namun jauh lebih ringan dibandingkan planet seperti Neptunus dan Uranus.
Planet ekstrasurya itu sangat padat sehingga para astronom berhipotesis sebagian besarnya terdiri dari karbon yang telah dikompresi menjadi berlian. Selain itu, planet itu berada hanya 2,3 kilometer dari bintangnya yang mirip matahari, 55 Cancri A.
Kedekatan itu mengindikasikan 55 Cancri e memiliki suhu permukaan yang sangat panas, sekitar 2.400 derajat celsius. Radiasi dari bintangnya telah menghilangkan atmosfer utama 55 Cancri e.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Molekul Misterius yang Membuat Venus Kehilangan Air dan Jadi Planet Neraka
Namun, penelitian baru yang dipublikasikan di jurnal Nature pada Rabu, 8 Mei 2024 menunjukkan adanya lapisan gas tebal yang kembali mengelilingi 55 Cancri e. Itu menyiratkan planet tersebut telah menumbuhkan kembali atmosfernya.
“Kami mengukur emisi termal dari planet berbatu ini, dan pengukuran tersebut menunjukkan bahwa planet tersebut memiliki atmosfer yang besar,” kata Renyu Hu, peneliti di California Institute of Technology (Caltech). Atmosfer itu diduga akibat pelepasan gas dari bagian dalam batuan 55 Cancri e.
Bagaimana 55 Cancri e menantang bintangnya?
55 Cancri e ditemukan pada tahun 2004 dengan nama awal Janssen. Ia adalah bumi super pertama yang teridentifikasi mengorbit bintang deret utama, atau bintang yang masih mengubah hidrogen menjadi helium pada intinya. Pada 2016, teleskop luar angkasa Hubble menetapkan atmosfer 55 Cancri e mengandung hidrogen dan helium.
Ada dua kemungkinan kenapa 55 Cancri e bisa kembali terbungkus atmosfer. Pertama, 55 Cancri e merupakan dunia lava yang di atasnya terdapat atmosfer silikat tipis yang menguap.
Planet itu terbuat dari bahan mudah menguap dan senyawa kimia seperti karbon, nitrogen, hidrogen, dan belerang yang bisa dengan mudah hilang akibat iradiasi dari bintangnya. Atau alternatifnya, planet itu mungkin memiliki atmosfer sekunder tebal yang tercipta seiring berjalannya waktu melalui aktivitas vulkanisme.
Baca Juga: Fakta Baru Planet WASP-43b, Anginnya Lebih Cepat dari Peluru dengan Malam Abadi
Untuk menyelidiki skenario mana yang benar, Hu dan rekannya menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) untuk mempelajarinya. Mereka melihat data saat planet itu melintas di belakang bintang 55 Cancri A, sebuah peristiwa yang disebut gerhana sekunder. Data dari dua gerhana sekunder di 55 Cancri e menunjukkan planet itu adalah lanskap neraka yang dilapisi lava.
Tim peneliti bahkan berpendapat bahwa sifat cair inilah yang membantu 55 Cancri e menumbuhkan kembali atmosfer sekundernya. “55 Cancri e sangat dekat dengan bintang induknya sehingga menerima banyak panas dalam bentuk radiasi. Panas tersebut membuat suhu di planet ini sangat tinggi,” kata Hu.
Pada suhu tersebut, semua yang ada di planet itu akan meleleh. Jika itu batu, maka itu akan menjadi lava cair yang membantu proses pelepasan gas. Selanjutnya, berubah menjadi atmosfer sekunder karena permukaannya yang cair.
Hu menjelaskan, gas yang larut di lautan lava 55 Cancri, terus-menerus menggelembung membentuk atmosfer sekunder. Peneliti menambahkan, atmosfer asli 55 Cancri e, sebagian besar terdiri dari hidrogen dan helium. Namun, komposisi atmosfer sekunder yang menggantikannya masih belum pasti.
“Komposisi atmosfer sekunder bergantung pada bahan penyusun batuan di bawahnya. Jika batuan tersebut sangat tereduksi (terbuat dari senyawa elektron dan hidrogen), hal ini juga dapat menciptakan atmosfer hidrogen-helium seperti atmosfer primer. Namun, jika batuan tersebut lebih mirip mantel bumi, air, karbon monoksida, dan karbon dioksida akan menjadi lebih besar, mendominasi atmosfer sekunder," kata Hu. Sumber: Space.com