Sains

Bintang Tertua di Alam Semesta Ditemukan di Galaksi Awan Magellan Besar


Gugus bintang di Awan Magellan Besar.


ANTARIKSA -- Para ilmuwan telah mengidentifikasi salah satu bintang tertua yang diketahui di luar Bima Sakti. Penemuan yang dilaporkan di jurnal Nature Astronomy bulan lalu, telah mengungkap peninggalan dari masa awal alam semesta di Awan Magellan Besar (LMC), sebuah galaksi satelit Bima Sakti.

Bintang-bintang pertama yang lahir setelah Big Bang telah mati miliaran tahun yang lalu, sehingga tidak ada yang menceritakan kisah awal alam semesta. Namun, jejak para nenek moyang bintang tersebut terpelihara pada bintang generasi kedua yang masih bertahan hingga saat ini.

"Lapisan luar kuno itu mempertahankan komposisi kimia dari awan gas kelahirannya, dan karena itu mengungkap komposisi bintang generasi pertama yang menyemai awan tersebut dengan bahan kimia baru," kata penulis utama penelitian tersebut, Anirudh Chiti, ahli astrofisika di Universitas Chicago kepada Live Science.

"Komposisi bintang-bintang itu memberikan gambaran awal produksi unsur-unsur ketika bintang terbentuk miliaran tahun yang lalu," tambah Chiti.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Baca Juga: Gelombang Gravitasi Ungkap Penggabungan Bintang Neutron dan Objek Misterius

Berburu Peninggalan Bintang

Bintang yang paling awal muncul setelah Big Bang adalah raksasa yang terbuat dari satu-satunya unsur yang melimpah pada saat itu, yaitu sekitar tiga perempat hidrogen dan seperempat helium. Sejumlah raksasa tersebut dengan cepat membakar bahan bakar nuklirnya, melepaskan lapisan luarnya dan kemudian meledak sebagai supernova. Hasil ledakan itu mencemari lingkungannya dengan unsur-unsur baru yang lebih berat yang terbentuk di dalam intinya.

Abu bintang itu ikut tercampur ketika bintang generasi kedua lahir dari awan gas yang diperkaya oleh bintang pertama. Siklus itu berlanjut, membangun unsur-unsur yang semakin berat dan bahkan menyemai alam semesta dengan bahan-bahan penyusun kehidupan. Termasuk sumber oksigen yang kita hirup, kalsium di tulang kita, dan zat besi di sel darah kita.

Dengan mengukur jumlah unsur-unsur itu dalam sebuah bintang, para astronom dapat memperkirakan usianya. Semakin sedikit abu yang terkumpul, maka bintang tersebut pasti semakin tua, sedangkan bintang yang lebih muda telah mengumpulkan banyak unsur dari generasi sebelumnya.

Tak satu pun dari bintang generasi pertama yang pernah diamati, namun para astronom telah melihat beberapa bintang kuno generasi kedua di galaksi kita. Fosil-fosil itu sangat langka. "Kurang dari 1 dari 100.000 bintang di galaksi kita berasal dari generasi kedua. Anda benar-benar mencari jarum dari tumpukan jerami,” kata Chiti.

Dari peninggalan tersebut, para astronom belajar banyak tentang kondisi awal galaksi kita. Sekarang, mereka ingin memahami apakah Bima Sakti merupakan galaksi yang spesial atau berbeda dengan galaksi lainnya.

Baca Juga: Bangkai Bintang Paling Ekstrim di Alam Semesta Tiba-tiba Hidup Kembali

Untuk menjawab pertanyaan itu, penulis penelitian mengamati salah satu galaksi tetangga terdekat kita, LMC. Terlihat dengan mata telanjang dari Belahan Bumi Selatan, LMC lebih kecil dari Bima Sakti dan diperkirakan akan menyatu dengan galaksi kita dalam waktu sekitar 2,4 miliar tahun ke depan.

“LMC penting karena hampir merupakan galaksi besar dan baru-baru ini terperangkap dalam pengaruh Bima Sakti," kata Chiti

Tim peneliti mencari bintang-bintang tua di LMC berdasarkan data yang dikumpulkan oleh teleskop luar angkasa Gaia milik Badan Antariksa Eropa. Mereka menindaklanjutinya dengan menggunakan teleskop Magellan 6,5 meter di Chili dan mengidentifikasi 10 bintang dengan kandungan zat besi sekitar 100 kali lebih sedikit dibandingkan bintang LMC lainnya. Artinya, mereka sangat kuno.

Ada satu yang menonjol. Dikenal sebagai LMC-119, polusi kosmiknya lebih sedikit dibandingkan bintang mana pun yang diketahui di luar galaksi kita. Hal ini menunjukkan bahwa bintang tersebut terbentuk dari gas yang diperkaya hanya oleh satu supernova dan merupakan tanda pasti bahwa LMC-119 adalah bintang generasi kedua yang sangat kuno.

“Menurut saya LMC-119 kemungkinan besar berusia setidaknya sekitar 13 miliar tahun,” kata Chiti. Sebagai perbandingan, alam semesta diperkirakan berumur 13,8 miliar tahun.

Saat ini, LMC berjarak sekitar 160.000 tahun cahaya dari kita, namun peneliti memperkirakan jaraknya sekitar 6 juta tahun cahaya ketika bintang-bintang paling awal terbentuk. “Ini mengisolasi LMC awal dari ejecta bintang pertama yang terbentuk pada awal Bima Sakti,” kata mereka dalam makalahnya. Artinya, bintang-bintang kuno LMC bisa memberi tahu para astronom tentang kondisi bayi bintang di galaksi lain.

Baca Juga: Perang Bintang yang Mengerikan Terjadi di Dekat Lubang Hitam Pusat Bima Sakti

Menariknya, LMC-119 memiliki karbon yang jauh lebih sedikit dibandingkan bintang purba di galaksi kita. Hal itu mengisyaratkan adanya perbedaan yang sebelumnya tidak diketahui mengenai bagaimana unsur-unsur berat terbentuk di kedua galaksi. Hal itu juga menunjukkan bahwa lingkungan di galaksi kita kemungkinan besar berbeda dengan lingkungan di LMC.

“Sungguh menarik untuk membuka arkeologi bintang di Awan Magellan Besar, dan dapat memetakan secara rinci bagaimana bintang-bintang pertama secara kimia memperkaya alam semesta di berbagai wilayah,” kata Chiti. Para ilmuwan yakin masih banyak lagi bintang-bintang kuno lain yang serupa di LMC.

Chiti kini memimpin program baru untuk memotret seperempat langit selatan menggunakan teleskop Blanco 4m di Chili. Kemudian, peralatan yang dirancang untuk mengidentifikasi fosil bintang paling kuno di Bima Sakti dan galaksi tetangga kita.

Dengan mengungkap bintang fosil itu, para astronom berharap bisa memberikan gambaran yang lebih baik bagaimana bintang memperkaya kosmos dengan unsur-unsur yang membentuk semua yang kita lihat di alam semesta. Sumber: Live Science

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -