Gelombang Gravitasi Ungkap Penggabungan Bintang Neutron dan Objek Misterius
ANTARIKSA -- Para astronom mengumumkan telah mendeteksi tabrakan antara bintang neutron dan objek misterius ringan. Benda misterius itu lebih besar dari bintang neutron terbesar yang diketahui, tetapi masih lebih kecil dari lubang hitam terkecil yang diketahui.
Karena itu, temuan yang dipublikasikan pada 5 April 2024 itu menyoroti objek-objek yang ada di alam semesta pada celah massa yang telah lama dianggap kosong. Celah massa adalah wilayah misterius yang memisahkan bintang neutron terberat dari lubang hitam paling ringan.
Belakangan, celah massa itu menunjukkan perilaku sebaliknya. Khususnya, sinyal yang terdeteksi di kantong alam semesta sekitar 650 juta tahun cahaya dari Bumi menunjukkan penggabungan antara bintang neutron dan apa yang diduga oleh para astronom sebagai lubang hitam yang sangat ringan tersebut.
Pasangan itu menari-nari satu sama lain, lalu bergabung sekitar 650 juta tahun yang lalu, dan menghasilkan riak-riak dalam tatanan ruang dan waktu yang dikenal sebagai gelombang gravitasi. Gelombang tersebut ditandai pada 29 Mei 2023 oleh jaringan antena di Jepang, Italia, dan Amerika Serikat yang terkait dengan kolaborasi LIGO-Virgo-KAGRA (LVK).
“Itu adalah kejadian langka. Sangat menarik bagi para ilmuwan sebagai yang pertama mempelajarinya," kata Evan Goetz, peneliti LIGO di Universitas British Columbia (UBC) Kanada kepada Space.com.
Baca Juga: Bangkai Bintang Paling Ekstrim di Alam Semesta Tiba-tiba Hidup Kembali
Objek tersebut berukuran sekitar 2,5 hingga 4,5 kali lebih berat dari matahari kita. Angka itu lebih berat dari batas yang ditetapkan untuk sebuah bintang neutron, yaitu 2,5 matahari. Namun, itu juga terlalu ringan untuk ukuran lubang hitam yang diketahui, yang berbobot sekitar 5 massa matahari. Fakta itulah yang menempatkan objek yang baru ditemukan tersebut di dalam celah massa.
"Penemuan itu mengisyaratkan celah massa tersebut tidak sekosong yang diperkirakan para astronom sebelumnya," kata Michael Zevin, ahli astrofisika di Planetarium Adler, dalam sebuah pernyataan.
Lubang hitam, baik kecil maupun besar, lahir dari kematian bintang yang sangat masif. Namun, beberapa model tentang bagaimana bintang berevolusi menyatakan lubang hitam dengan ukuran dalam kisaran celah massa (2,5 hingga 4,5 matahari), tidak bisa langsung terbentuk dari kematian bintang.
“Tampaknya hal itu kini bisa terjadi dengan munculnya pengamatan ini,” kata Goetz. Mungkin, kata dia, para astronom perlu mengubah modelnya, atau ada sesuatu yang memiliki evolusi yang lebih rumit dari bintang neutron berat yang berevolusi menjadi lubang hitam. “Sulit untuk mengetahuinya hanya dari satu contoh tersebut,” katanya.
Pada awal 2020, para astronom mengumumkan deteksi konklusif pertama dari gelombang gravitasi yang diciptakan oleh tabrakan yang melibatkan sisa-sisa bintang tepat di kisaran celah massa. Namun, tim penemu saat itu tidak mampu mengklasifikasikan objek tersebut dengan yakin, dan menyimpulkan objek tersebut bisa jadi adalah bintang neutron terbesar atau lubang hitam terkecil yang diketahui.
Baca Juga: Teleskop James Webb Menyaksikan Tabrakan Dahsyat antara Bintang Neutron
Mengenai temuan terbaru, para astronom mengaku tidak dapat menentukan dengan tepat di langit mana objek raksasa itu bergabung. Sebab, hanya satu detektor LVK yang merekam data ketika sinyal terdeteksi.
Namun demikian, temuan itu memunculkan harapan bahwa mungkin masih banyak lagi objek dengan celah massa di luar sana yang menunggu untuk ditemukan. “Ada lebih banyak potensi yang bisa kita temukan dan lebih banyak lagi yang bisa kita nantikan,” kata Heather Fong, peneliti LIGO di UBC kepada Space.com.
Setelah jeda pemeliharaan singkat, detektor LVK kembali mengukur riak dalam ruang-waktu pada 10 April 2024. Tim LIGO merencanakan pengamatan lebih dari 200 sinyal gelombang gravitasi pada Februari 2025, termasuk petunjuk mengenai beberapa objek dalam rentang celah massa yang sulit dipahami.
Penemuan terbaru itu dipresentasikan pada pertemuan American Physical Society pada Jumat, 5 April 2024 dan sedang menunggu tinjauan sejawat. Sumber: Live Science