Penemuan Mengejutkan, Lubang Hitam Cegukan karena Miliki Pasangan
ANTARIKSA -- Para astronom telah melihat contoh pertama dari apa yang disebut 'cegukan' lubang hitam yang berasal dari raksasa kosmik jauh. Semburan kosmik itu menunjukkan piringan materi dan gas yang berputar di sekitar lubang hitam super masif kemungkinan adalah rumah bagi objek kosmik lain yang lebih kecil.
Lubang hitam monster, yang beratnya setara dengan sekitar 50 juta matahari dan hidup di jantung galaksi yang berjarak 800 juta tahun cahaya dari Bumi, mengeluarkan bongkahan gas ke luar angkasa setiap 8,5 hari sekali, sebelum sunyi lagi. Cegukan itu berasal dari piringan akresi lubang hitam, sebuah cincin gas super panas yang berputar di sekitar objek.
Sebuah penelitian baru, yang diterbitkan di jurnal Science Advances pada 27 Maret 2024, menunjukkan materi itu dimuntahkan karena adanya lubang hitam kedua yang lebih kecil yang bergerak masuk dan keluar dalam orbit miring. Pergerakan itu mengeluarkan gas seperti lebah yang terbang cepat dan berdengung melalui awan serbuk sari.
"Cegukan itu benar-benar mengejutkan," kata penulis utama penelitian, Dheeraj Pasham, seorang ilmuwan di Institut Kavli kepada Live Science.
Baca Juga: Superkluster Galaksi Terbesar Ditemukan, 26 Kuadriliun Kali Matahari
Menurut dia, mereka terus kebingungan selama berbulan-bulan hingga para ahli teori di Republik Ceko datang dan memberikan penjelasan tentang lubang hitam sekunder. "Itu tampaknya menjelaskan semua sifat dari sistem tersebut," kata dia.
Hasilnya menunjukkan, piringan akresi di sekitar lubang hitam mungkin menjadi rumah bagi sejumlah objek kosmik, termasuk lubang hitam dan bintang lainnya. “Kami pikir kami tahu banyak tentang lubang hitam, tapi ini memberi tahu kami bahwa ada lebih banyak hal yang bisa mereka lakukan,” kata Pasham.
Jika benar model pendamping tersebut bisa berulang kali menembus piringan akresi, maka gangguan tersebut bisa mengungkap seluruh populasi lubang hitam biner ekstrem tersebut. Para peneliti menduga gravitasi yang sangat besar dari lubang hitam supermasif pada akhirnya akan menelan lubang hitam pendampingnya dalam penggabungan.
"Mungkin lebih dari 10.000 tahun ke depan," kata Pasham.
Lubang Hitam Biner akan Berakhir Buruk
Para astronom pertama kali melihat lubang hitam monster tersebut pada Desember 2020, ketika teleskop dari All Sky Automated Survey for SuperNovae (ASAS-SN), melihat semburan cahaya yang berkepanjangan dari piringan akresinya. Survei tersebut menemukan kilatan cahaya, yang sekarang diberi nama ASASSN-20qc, yang membuat kantung kecil di langit menjadi 1.000 kali lebih terang.
Baca Juga: Fisikawan Membuat Pusaran Kuantum Terkuat untuk Melihat Perilaku Lubang Hitam
Kilatan tersebut berlangsung selama empat bulan dan kemungkinan besar disebabkan oleh lubang hitam supermasif yang menghancurkan bintang di dekatnya hingga berkeping-keping. Pengamatan lanjutan dengan teleskop sinar-X di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menghasilkan katalog data penurunan sinar-X yang halus dan berkala dari objek tersebut.
Para peneliti menduga naik turunnya sinar-X itu akibat lubang hitam tersebut cegukan setiap kali lubang hitam sekunder yang mengorbit menembus piringan akresi, mendorong keluar lebih banyak material dari biasanya. Meskipun lubang hitam sekunder berukuran lebih kecil, namun tetap saja itu adalah monster kosmik.
Para ilmuwan memperkirakan berat lubang hitam sekunder setara dengan 100 hingga 10.000 kali matahari, sebuah massa yang mengklasifikasikannya sebagai lubang hitam perantara. Perbedaan besar antara massa dua lubang hitam, 5.000 kali, menjadikan keduanya salah satu biner dengan rasio massa paling ekstrem sejauh ini.
“Ini adalah sesuatu yang berbeda. Tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang sistem biner lubang hitam,” kata Pasham.
Dalam beberapa bulan mendatang, para peneliti akan terus memantau sistem tersebut sambil mempelajari beberapa sistem lain yang juga mengalami gangguan. Jika biner lubang hitam lain itu juga mewakili perbedaan massa ekstrem seperti yang baru ditemukan tersebut, maka teleskop Laser Interferometer Space Antenna (LISA) milik Badan Antariksa Eropa harusnya dapat mendeteksinya.
Baca Juga: Setiap Hari, Lubang Hitam Paling Terang Ini Melahap 'Satu Matahari'
“Kami memperkirakan akan sibuk dalam beberapa tahun ke depan untuk membuat model populasi baru ini,” kata dia. Sumber: Live Science