Menuju Titan, Dunia Paling Aman untuk Manusia setelah Bumi (Video)
ANTARIKSA -- Bulan terbesar di Saturnus, Titan menyimpan sejarah kehidupan manusia. Nun jauh di sana, sebuah Huygens milik ESA terdampar, diam, dan membeku. Namun sebelum kematiannya yang dramatis, wahana itu sempat merekam semuanya.
Universe Today baru-baru ini meneliti potensi pengiriman manusia ke bulan es Jupiter bernama Europa dan planet Venus, meskipun keduanya memiliki lingkungan permukaan yang ekstrem. Meskipun direncanakan untuk masa depan, Universe Today melihat Titan lebih meyakinkan untuk misi tersebut, walaupun belum terlalu ramah untuk kehidupan.
Sejatinya, Titan bukan saja bulan terbesar Saturnus, tetapi juga yang terbesar kedua di tata surya setelah Ganymede di Jupiter. Titan tidak memiliki suhu yang membakar dan tekanan yang menghancurkan seperti Venus. Ia juga tidak dibombardir radiasi keras yang dialami Europa. Jadi, bagaimana jika manusia dikirim ke Titan?
"Ya! Titan adalah tempat teraman kedua di tata surya setelah Bumi. Ia terlindung dari radiasi, bertekanan, dan menyimpan ilmu pengetahuan hebat yang bisa diperoleh melalui eksplorasi manusia,” kata Dr Jason Barnes, seorang Profesor di Departemen Fisika Universitas Idaho kepada Universe Today baru-baru ini.
Baca Juga: Cassini-Huygens, Misi Bunuh Diri Paling Berharga di antara Titan dan Saturnus
Selain tugas akademisnya, Dr Barnes juga merupakan Wakil Penyelidik Utama untuk misi Dragonfly NASA yang akan datang. Itu merupakan pesawat rotor bertenaga nuklir untuk mengeksplorasi kimia prebiotik Titan, danau dan lautan metana cair, serta atmosfer Titan yang terdiri dari 95 persen nitrogen dan 5 persen metana.
Didukung oleh Generator Termoelektrik Radioisotop Multi-Misi (MMRTG), yang saat ini menggerakkan penjelajah Curiosity dan Perseverance milik NASA di Mars, Dragonfly akan membawa serangkaian instrumen untuk menentukan potensi kelayakhunian Titan. Jadi, apa saja yang telah diketahui ilmuwan tentang Titan?
Wahana Huygens mendarat di permukaan Titan pada Januari 2005. Ia mengirim data ke Bumi selama 90 menit setelah mendarat, sebelum baterainya habis. Selain itu, Titan dipelajari secara mendalam oleh pesawat ruang angkasa Cassini milik NASA (yang membawa Huygens ke sistem Saturnus) sepanjang 2004 hingga 2017. Namun, semuanya dirasa tidak cukup tanpa kehadiran langsung detektif manusia di sana.
“Mirip dengan Mars, sepatu bot manusia di darat bisa menyelesaikan lebih banyak ilmu eksplorasi, lebih cepat daripada robot,” kata Dr Barnes.
Selain itu, kata dia, jika kehidupan atau bahan kimia prebiotik ditemukan di Titan, astronot di lokasi tersebut bisa mempelajarinya langsung tanpa risiko kontaminasi ke Bumi.
"Terakhir, karena keamanannya, Titan adalah target utama tempat tinggal manusia dalam jangka panjang seiring dengan kemajuan kita menuju tata surya.”
Baca Juga: Dragonfly NASA, Helikopter Bertenaga Nuklir yang akan Menaklukan Titan di Saturnus
Video ini menjelaskan bagaimana manusia mengeksplorasi Titan:
Dr Barnes mengatakan, misi orbital yang melibatkan manusia di Titan tidak masuk akal bagi sains. Pengalaman menunjukkan, penginderaan jauh manusia tidak memberikan keunggulan apa pun dibandingkan robot. Namun, misi langsung di permukaan Titan dalam jangka panjang bisa membuka seluruh ilmu pengetahuan tentang dunia tersebut.
“Dunia ilmu pengetahuan ini mencakup penyelidikan mendalam terhadap kimia prebiotik, biokimia, dan kimia organik Titan, serta bagaimana atmosfer, lautan, dan danau metana cair Titan bisa memengaruhi reaksi kimia tersebut, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," katanya.
Namun, hidup di permukaan Titan juga memiliki banyak tantangan. Meskipun Titan terlindungi dengan baik dari radiasi matahari yang berbahaya, permukaannya sangat dingin dan gelap. Suhu permukaannya mencapai -179,2 derajat Celsius dan permukaan Titan diperkirakan hanya menerima 0,1 persen radiasi matahari yang diterima Bumi.
“Tantangan yang ada di permukaan mungkin adalah molekul organik yang membuat Titan begitu menarik, (tapi) bisa menjadi karsinogenik bagi awak kapal jika kita tidak berusaha keras menghindarinya masuk ke habitatnya (pangkalan astronot),” kata Dr Barnes.
Tantangan lainnya adalah menghasilkan tenaga listrik. Soal ini, manusia perlu membawa reaktor nuklir, karena belum ada cara yang diketahui untuk menghasilkan tenaga pendorong eksplorasi berawak di sana.
Baca Juga: Angin Titan yang Aneh Masih Membingungkan para Ilmuwan, Ada Apa di Titan?
Selain tantangan hidup di permukaan Titan, ada juga kekhawatiran mengenai jarak dan waktu tempuh ke sistem Saturnus dari Bumi. Beberapa misi memerlukan sejumlah tahun untuk mencapai sistem Saturnus. Misalnya, pesawat ruang angkasa Pioneer 11 milik NASA pada 1973 membutuhkan enam setengah tahun untuk mencapai Saturnus setelah terbang melewati Jupiter.
Kemudian pada 1977, pesawat Voyager 1 dan Voyager 2 NASA membutuhkan masing-masing tiga tahun dua bulan dan empat tahun untuk mencapai Saturnus. Keduanya melalui jalur terbang lintas Jupiter.
Cassini yang membawa Huygens juga masih memerlukan waktu enam tahun sembilan bulan untuk sampai ke Saturnus. Ia melalu jalur bantuan gravitasi Venus, Bumi, dan Jupiter.
Saat ini, pesawat luar angkasa tercepat yang mencapai Saturnus adalah New Horizons milik NASA, yaitu dua tahun empat bulan dengan jalur lintasan langsung ke Pluto. Karena itu, meskipun misi manusia mengambil rute langsung ke Titan, dibutuhkan waktu minimal dua tahun untuk tiba.
Waktu perjalanan bisa menghambat operasi pasokan atau penyelamatan manusia ke Titan. “Waktu perjalanannya akan sangat lama sehingga ekspedisi semacam itu memerlukan upaya yang cukup besar,” kata Dr Barnes.
Barnes menjelaskan, para astronot juga akan mengalami serangan badai matahari dalam perjalanannya, terutama saat berada di bagian dalam tata surya. "Mereka berada sangat jauh dari rumah sehingga tidak ada kemungkinan penyelamatan jika sistem mereka gagal.”
Jadi, akankah manusia dikirim ke Titan? Hanya waktu yang akan menjawabnya, dan itulah alasan manusia mempelajari sains!