Angin Titan yang Aneh Masih Membingungkan para Ilmuwan, Ada Apa di Titan?
ANTARIKSA -- Penelitian baru akan menyoroti angin aneh yang berputar mengelilingi bulan terbesar Planet Saturnus, Titan. Baik angin maupun pola cuaca Titan yang misterius telah membingungkan para astronom selama beberapa dekade terakhir.
Para peneliti berharap hasil penelitian baru bisa membantu menjelaskan bagaimana Titan menjadi satu-satunya bulan di tata surya yang masih memiliki atmosfer mirip sebuah planet. Diketahui, Atmosfer berfungsi sebagai perisai terpenting sebuah planet yang melindungi apapun di dalamnya dari gangguan dari luar angkasa.
Para astronom telah lama mengetahui bahwa musim di Titan, yang masing-masing berlangsung selama hampir 7,5 tahun Bumi, memengaruhi pergerakan angin di bulan itu. Tapi mereka belum bisa menentukan kecepatan angin itu. Sebab, dua penelitian terpisah tentang itu berjarak 30 tahun, dan menghasilkan dua temuan yang saling bertentangan.
Sekarang, para astronom akan meninjau kembali misteri berusia puluhan tahun ini dengan teleskop yang diperbarui. "Temuan dari dua penelitian sebelumnya mungkin dihasilkan dari asumsi yang salah tentang keterbatasan data atau instrumen, atau mungkin saja ada sesuatu yang mendasar yang tidak kami pahami," kata Eliot Young, ilmuwan utama di Southwest Research Institute di Texas dalam sebuah pernyataan.
Titan memiliki atmosfer tebal seperti kabut asap yang mencapai 370 mil (600 kilometer) ke luar angkasa. Atmosfer itu mengandung 95 persen nitrogen dengan taburan molekul organik. Angin mengelilingi bulan itu hanya dalam sehari, berulang kali membawa arus udara hangat dari ketinggian yang lebih rendah ke kutubnya, seolah-olah bertiup seperti apa yang disebut NASA sebagai roda berkecepatan tinggi. Baca: Sejarah Hari Ini: Huygens Menemukan Titan, Bulan Terbesar di Saturnus
Penelitian angin Titan 1989 dan 2016
Pada tahun 1989, para astronom menemukan bahwa angin Titan paling lambat di dekat ekuatornya dan paling cepat di pertengahan garis lintang di belahan utara dan selatan. Hal itu terungkap dari keselarasan bintang di belakang Titan (dari sudut pandang bumi) yang memungkinkan para astronom mempelajari bagaimana cahaya redup bintang menyaring atmosfer bulan. Hal itu membantu para ilmuwan menginterpretasikan kecepatan angin.
Sementara, pada tahun 2016, tim yang berbeda menggunakan teleskop berbasis darat untuk mempelajari bagaimana cahaya yang dipancarkan molekul di atmosfer berubah dengan pergeseran kecepatan dan arah angin. Temuan dari metode ini mengungkapkan sebaliknya, yaitu angin tercepat berada di dekat khatulistiwa Titan dan paling lambat di garis lintang yang lebih rendah.
Karena jarak dua penelitian itu hampir tiga dekade, para astronom berpendapat musim yang berbeda di Titan mungkin telah menyebabkan perubahan angin yang dramatis di antara kedua studi tersebut. Selain itu, penelitian tahun 1989 mempelajari angin yang berputar di lapisan tengah atmosfer bulan, sementara penelitian pada 2016 berfokus pada angin di lapisan atas. Menurut para astronom, kedua hal itu dapat menjelaskan kecepatan angin yang bervariasi.
"Sama seperti di Bumi, angin di Titan berbeda pada ketinggian yang berbeda dan juga berubah sesuai musim. Dan kedua kemungkinan ini menjelaskan mengapa pengamatan tidak sepenuhnya cocok satu sama lain," kata Asisten Profesor Ilmu Bumi dan Planet di Universitas Yale, Juan Lora. Baca: Robot NASA yang ke Titan akan Mengungkap Awal Mula Kehidupan
Penelitian terbaru angin Titan
Untuk memahami perbedaan ini, sekelompok ilmuwan telah mengumpulkan data baru tentang angin Titan menggunakan kedua metode tersebut secara bersamaan. Tahun lalu, tim tersebut menggunakan delapan teleskop di Amerika Serikat dan Amerika Selatan untuk mengamati dua kemungkinan keselarasan Bumi, Titan, dan bintang terang yang jauh di belakang Titan.
Pada September 2022, empat teleskop di Hawaii, termasuk Fasilitas Teleskop Inframerah NASA dan Observatorium Keck, mengamati bintang 2MASS 21312124-1602427 yang menyelinap di belakang Titan. Pada November tahun yang sama, sebuah bintang berbeda, 2MASS 21292356-1611056 meluncur di belakang Titan. Data dari peristiwa ini dikonfirmasi lagi oleh empat teleskop di Chile, termasuk Very Large Telescope dan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA).
Tim masih membandingkan data dari kedua observasi tersebut dan berharap hasilnya siap pada akhir tahun ini. "Sejauh ini, pengamatan ALMA sudah menunjukkan bukti angin kencang sejajar dengan garis khatulistiwa Titan," kata seorang peneliti ilmu planet di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, Martin Cordiner.
Para peneliti terbaru ini mengaku telah mendapat kesempatan yang tepat untuk mengambil data berharga tentang angin Titan, sebelum ekuinoks musim gugur utara Titan tahun 2025. Saat ekuinoks, kedua belahan bulan akan menerima sinar matahari yang sama secara singkat sebelum belahan utaranya mengarah lebih langsung ke matahari. Selama waktu itu, angin Titan akan berbalik arah dan mulai mengalir dari utara ke selatan, perubahan yang telah memicu badai debu dahsyat di masa lalu Titan.
"Titan sangat mirip dengan Bumi dalam banyak hal, tetapi ia juga asing dan sering kali mengejutkan, mencari tahu fenomena apa saat kami mengamatinya adalah salah satu bagian yang menyenangkan tentang penelitian ini," kata Lora. Sumber: Space.com
Baca juga:
Cassini-Huygens, Misi Bunuh Diri Paling Berharga di antara Titan dan Saturnus
Robot NASA yang ke Titan akan Mengungkap Awal Mula Kehidupan
Sejarah Hari Ini: Huygens Menemukan Titan, Bulan Terbesar di Saturnus