Sains

Kenapa Ekor Misterius Asteroid Phaethon Hanya Muncul Dekat Matahari?

Ilustrasi ini menggambarkan asteroid Phaethon yang dipanaskan oleh Matahari. Gambar: NASA/JPL-Caltech/IPAC

ANTARIKSA -- Selama beberapa waktu, sebuah asteroid bernama Phaethon telah menimbulkan teka-teki bagi para astronom. Saat ia melintas paling dekat dengan Matahari selama orbitnya, terlihat ekor material yang panjang menyertai batuan selebar  lima kilometer tersebut. 

Para ilmuwan tidak bisa menjelaskan kenapa ekor tersebut hanya muncul saat Phaethon lebih dekat dengan matahari. Jika ekor Phaethon adalah benda yang biasa ada di komet es dan karbon dioksida, maka ekor tersebut akan terlihat ketika ia berada sangat jauh dari Matahari. Tapi ternyata tidak.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Karena itu, para ilmuwan memiliki sejumlah teori tentang materi pembentuk Phaethon, yang bisa menjelaskan apa yang terlihat di belakang ketika asteroid melewati Matahari. Dalam penelitian baru, para astronom telah membandingkan emisi inframerah Phaethon yang dianalisis oleh teleskop luar angkasa Spitzer NASA dengan emisi meteorit di laboratorium.

Mereka menemukan bahwa Phaethon kemungkinan besar termasuk dalam kelas meteorit langka, yang hanya enam spesimennya yang diketahui. Spektrum emisi Phaethon sesuai dengan jenis meteorit yang disebut kondrit berkarbon CY. Mereka berbeda dengan asteroid terkenal seperti Ryugu yang merupakan meteorit CI dan Bennu yang CM.

Baca Juga: 5 Asteroid Paling Berbahaya yang Diburu NASA di Tata Surya

Ketiga kelas meteorit tersebut diyakini berasal dari proses pembentukan tata surya. Semuanya menunjukkan tanda-tanda proses kimia di mana air bergabung dengan molekul lain untuk membentuk bahan filosilikat dan karbonat. 

Namun, hanya kelompok CY yang tampak menunjukkan tanda-tanda pengeringan dan pembusukan akibat pemanasan. Ia juga menunjukkan kandungan besi sulfida yang tinggi, yang menunjukkan asal usulnya yang unik. 

Analisis spektrum emisi Phaethon mengungkapkan mineral olivin, karbonat, besi sulfida, dan oksida yang semuanya mendukung hubungan batuan luar angkasa tersebut dengan asteroid kelas CY. Karbonat di asteroid menunjukkan perubahan kandungan air dan olivin konsisten dengan dekomposisi termal filosilikat pada suhu tinggi. 

Para peneliti menunjukkan dengan pemodelan termal bagaimana suhu, seperti suhu saat melewati Matahari bisa mempengaruhi mineral di asteroid yang melepaskan gas. Saat asteroid semakin dekat dengan matahari, suhu permukaannya bisa meningkat hingga 800 derajat C. Menurut tim peneliti, suhu itu cukup panas bagi karbonat objek untuk menghasilkan karbon dioksida, filosilikat untuk melepaskan uap air, dan sulfida gas belerang. 

Baca Juga: NASA Habiskan Rp 25,5 T untuk 9 Ons Sampel Asteroid Bennu, Padahal Banyak yang Gratis

Para peneliti juga mengkombinasikan model termal baru Phaethon dengan data asteroid dari penelitian lain. Para peneliti percaya bahwa tekanan dari gas yang dilepaskan asteroid yang panas bisa menyebabkan batuan tersebut terurai dan menghasilkan partikel debu kecil yang terangkat dari permukaannya. Kemungkinan, hal itu menjelaskan mengenai ekor Phaethon saat melewati matahari. 

“Sangat menyenangkan melihat bagaimana masing-masing mineral yang ditemukan tampaknya berada pada tempatnya, dan juga menjelaskan perilaku asteroid,” kata rekan penulis penelitian, Mikael Granvik dari Universitas Helsinki, dalam siaran persnya. Penelitian tersebut dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy pada November 2023. Sumber: Space.com

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -