Ilmuwan akan Membuat Jalan Raya di Bulan, Bagaimana Caranya?
ANTARIKSA -- Ketika para astronot kembali ke permukaan bulan, kemungkinan mereka akan lebih banyak mengemudi daripada berjalan kaki. Namun untuk mencegah debu bulan mengepul, mereka memerlukan jalan raya. Apalagi, Amerika Serikat cs dan China cs memiliki misi ambisius ke depan, membentuk koloni bulan.
Sebuah penelitian telah dilakukan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) dan hasilnya telah dipublikasikan di Nature Scientific Reports pada 12 Oktober 2023. ESA yang menjadi bagian dari misi Artemis NASA, menguji pembuatan permukaan yang layak jalan dengan melelehkan simulasi debu bulan menggunakan laser yang kuat.
Dengan adanya peradaban, maka sebuah keniscayaan jika muncul jalan raya, dan hal ini terutama berlaku di Bulan, untuk menghindari debu yang menysahkan. Debu bulan sangat halus, abrasif, dan lengket. Di era Apollo, debu menyumbat peralatan dan mengikis pakaian antariksa para astronot.
Ketika penjelajah bulan Apollo 17 kehilangan spatbor belakangnya, kendaraan tersebut dipenuhi debu sehingga menjebak panas. Para astronot harus melakukan improvisasi untuk memperbaikinya menggunakan peta bulan yang didaur ulang.
Baca Juga: Astronot Artemis NASA Bakal Mengenakan Pakaian Antariksa Berlistrik di Bulan
Wahana penjelajah Lunokod 2 milik Uni Soviet juga mati muda karena panas berlebih ketika radiatornya tertutup debu. Pendarat Surveyor 3 terkena debu ketika Modul Bulan Apollo 12 mendarat sekitar 180 meter jauhnya.
Pemodelan NASA saat ini menunjukkan bahwa saat mendarat di bulan, pendorong wahana bisa menghempas debu berton-ton. Debu itu berpotensi menempel pada permukaan pendarat serta menutupi seluruh area pendaratan.
Respons yang paling praktis adalah mencegah debu dengan mengaspal area aktivitas di Bulan, termasuk jalan raya dan landasan pendaratan. Ide untuk mencairkan pasir untuk membuat jalan raya pertama kali diusulkan pada tahun 1933.
Kini, proyek PAVER ESA, membuka jalan untuk sintering regolit di area yang luas, menyelidiki kelayakan pendekatan yang sama untuk pembuatan jalan di bulan. Proyek itu dipimpin oleh Institut Penelitian dan Pengujian Material BAM Jerman dengan Universitas Aalen di Jerman, LIQUIFER Systems Group di Austria, dan Universitas Clausthal Jerman Teknologi.
Konsorsium PAVER memanfaatkan laser karbon dioksida berkekuatan 12 kilowatt untuk melelehkan simulasi debu bulan menjadi permukaan padat seperti kaca. Upaya itu sebagai cara untuk membangun permukaan beraspal di permukaan Bulan.
Seperti yang dijelaskan oleh insinyur material ESA, Advenit Makaya, proyek itu sebenarnya kembali ke konsep awal tahun 1933. Dalam praktiknya, ESA tidak akan membawa laser karbon dioksida ke Bulan. Laser saat ini hanya berfungsi sebagai sumber cahaya untuk eksperimen.
Sementara di bulan, mereka akan menggunakan sinar matahari yang dikonsentrasikan menggunakan lensa Fresnel. Itu akan menghasilkan pencairan yang setara seperti menggunakan laser karbon dioksida.
Baca Juga: China Vs AS di Bulan, Pakistan Resmi Bergabung dengan ILRS China
“Selama proyek pemanfaatan sumber daya in-situ di masa lalu, termasuk pembangunan batu bata menggunakan panas matahari yang terkonsentrasi seperti cermin, kami telah melihat pencairan permukaan terbatas pada titik leleh yang relatif kecil, dengan diameter beberapa milimeter hingga sentimeter. Untuk membangun jalan atau landasan pendaratan, diperlukan titik fokus yang lebih luas, agar dapat memindai area yang sangat luas dalam skala waktu yang praktis,” kata Advenit.
Pada fasilitas yang dipasang di Clausthal University of Technology, konsorsium proyek itu mencapai ukuran spot 5-10 cm. Melalui trial and error, mereka merancang strategi menggunakan sinar laser berdiameter 4,5 cm untuk menghasilkan bentuk geometris segitiga dengan pusat berongga selebar 20 cm.
Bata segitiga itu bisa saling bertautan untuk menciptakan permukaan padat di area tanah bulan yang luas. Maka, jadilah jalan raya atau landasan pendaratan di bulan.
Advenit menambahkan, akan lebih mudah jika bekerja menggunakan regolith dengan ukuran titik sinar yang lebih besar. Sebab, pemanasan skala milimeter hanya menghasilkan bola-bola cair yang tegangan permukaannya sulit dikumpulkan. Sinar yang lebih besar menghasilkan lapisan regolit cair yang stabil dan lebih mudah dikendalikan.
“Bahan yang dihasilkan seperti kaca dan rapuh, namun sebagian besar akan terkena gaya kompresi ke bawah. Sekalipun rusak, kita masih bisa terus menggunakannya dan memperbaikinya seperlunya,” kata dia.
Baca Juga: Imbangi Logam Berharga China, AS akan Menambang di Bulan?
Tim itu menemukan bahwa memanaskan kembali trek yang didinginkan dapat menyebabkannya retak. Karena itu, mereka beralih ke geometri yang melibatkan sedikit persilangan. Satu lapisan lelehan memiliki kedalaman sekitar 1,8 cm. Karena itu, struktur dan jalan yang dibangun kemungkinan akan terdiri dari beberapa lapisan, tergantung pada gaya beban yang diperlukan.
Jens Gunster, yang mengepalai Divisi Proses Manufaktur Multimaterial di BAM menjelaskan, kedalaman peleburan yang tinggi untuk menghasilkan struktur masif hanya bisa dicapai dengan titik laser yang besar. Tim memperkirakan landasan pendaratan seluas 100 meter persegi dengan ketebalan material padat 2 cm bisa dibangun dalam waktu 115 hari. Sumber: esa.int