Observatorium Rubin, Pemburu Keberadaan Ribuan 'Bintang Gagal' yang Tersembunyi di Alam Semesta
ANTARIKSA -- Observatorium Rubin akan menjadi alat utama dalam mendeteksi ribuan bintang gagal yang tersembunyi di galaksi kita. Bintang gagal, atau yang sering disebut bintang katai cokelat, adalah objek yang tidak memiliki cukup massa untuk memulai fusi nuklir seperti bintang biasa.
Dengan teknologi inframerah yang canggih, Observatorium Rubin akan mampu melihat bintang-bintang gagal ini yang sulit terdeteksi oleh teleskop optik biasa. Temuan ini akan membuka wawasan baru tentang jumlah dan distribusi bintang gagal di galaksi Bima Sakti.
Pengamatan dari Observatorium Rubin juga bisa membantu kita lebih memahami bagaimana galaksi terbentuk dan berkembang dari waktu ke waktu.
Lautan bintang gagal di galaksi Bima Sakti
Galaksi Bima Sakti mungkin dipenuhi dengan lautan "bintang gagal" yang redup, atau yang dikenal sebagai katai cokelat. Katai cokelat bisa terdeteksi melalui survei astronomi mendatang yang disebut Legacy Survey of Space and Time (LSST).
Para ilmuwan memperkirakan bahwa mereka akan segera dibanjiri data tentang ribuan katai cokelat baru berkat LSST yang akan berlangsung selama satu dekade. Survei ini akan dilakukan oleh Observatorium Vera C. Rubin, yang saat ini sedang dibangun di gunung Cerro Pachón, di atmosfer kering wilayah utara Chili.
Jika observatorium Rubin berhasil mendapatkan data tersebut, populasi katai cokelat yang diamati akan meningkat 20 kali lipat dibandingkan temuan sebelumnya. Penemuan ini bisa membantu kita lebih memahami proses yang membentuk galaksi kita menjadi seperti sekarang.
Katai cokelat dikenal sebagai "bintang gagal". Sebab, meskipun terbentuk seperti bintang, mereka tidak memiliki cukup massa untuk memicu fusi nuklir hidrogen menjadi helium di inti mereka—proses yang memberikan energi dan cahaya pada bintang seperti matahari.
Namun, katai cokelat juga tidak bisa disebut planet, karena massa mereka jauh lebih besar dari planet gas raksasa seperti Jupiter. Beberapa di antaranya memiliki massa hingga 75 kali lebih besar. Mereka berada di antara dua kategori ini, menjadikannya objek yang sulit diklasifikasikan.
Aaron Meisner, anggota tim sains dari Observatorium Rubin, mengatakan, “Katai cokelat adalah objek aneh yang berada di antara planet dan bintang, dan mereka sangat sulit untuk dideteksi. Mungkin kita sebenarnya sudah berada di lautan katai cokelat yang sangat redup dan sulit terlihat.”
Mengapa katai cokelat begitu sulit ditemukan? Selain ukurannya yang lebih kecil dari bintang, katai cokelat juga jauh lebih dingin karena mereka tidak bisa membakar hidrogen. Suhu permukaan mereka berkisar antara 0 hingga 2.000 derajat Celsius, jauh lebih dingin dibandingkan suhu permukaan matahari yang mencapai sekitar 5.600 derajat Celsius.
Karena suhu mereka yang dingin, katai cokelat tidak memancarkan banyak cahaya di wilayah spektrum elektromagnetik yang terlihat, membuat mereka sulit dideteksi oleh teleskop optik biasa.
Ketika observatorium Rubin mulai beroperasi pada akhir 2025, menggunakan Teleskop Simonyi Survey dan kamera digital terbesar di dunia yakni kamera LSST. Kamera tersebut akan memindai langit setiap beberapa malam dengan enam filter kamera yang memungkinkan para astronom melihat alam semesta dalam panjang gelombang cahaya mulai dari optik hingga inframerah, yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia.
Visi inframerah Rubin, bersama dengan bidang pandangnya yang luas dan kemampuannya untuk melihat jauh ke luar angkasa, akan menjadikannya instrumen sempurna untuk menemukan objek-objek redup yang memancarkan cahaya inframerah seperti katai cokelat.
Saat ini, survei yang ada hanya mampu mendeteksi katai cokelat hingga jarak sekitar 150 tahun cahaya dari matahari. Namun, observatorium Rubin mampu melihat lebih dari tiga kali lipat jarak itu, yang secara signifikan memperluas area yang dapat dijelajahi untuk menemukan katai cokelat baru.
Penemuan populasi katai cokelat yang lebih besar ini juga bisa memberikan informasi berharga tentang bagaimana galaksi Bima Sakti terbentuk dan berevolusi. Sebab, katai cokelat, yang hidup lebih lama dari bintang pembakar hidrogen, dapat mengungkapkan jejak proses-proses seperti penggabungan galaksi yang lebih kecil.
"Rubin akan mengungkap populasi katai cokelat purba yang 20 kali lebih besar dari yang pernah kita lihat sebelumnya," kata Meisner.
"Ini akan memungkinkan kita memecahkan misteri struktur sub-galaksi yang berbeda dan memberikan kemajuan besar dalam pemahaman kita tentang bagaimana populasi galaksi Bima Sakti terbentuk."