News

Bahan Kimia Sampah Antariksa Mulai Mencemari Atmosfer, Mengancam Iklim Bumi

Ilustrasi orbit Bumi yang penuh sesak dengan sampah antariksa dan puing-puing orbit. Gambar: janiecbros/Getty Images

ANTARIKSA -- Para ilmuwan telah lama mengingatkan bahwa pembakaran sampah luar angkasa di atmosfer bumi menimbulkan polusi udara yang bisa mempengaruhi iklim planet. Kini, untuk pertama kalinya, mereka mendeteksi keberadaan polutan itu di udara jauh di atas planet kita.

Sebuah tim peneliti menerbangkan dua pesawat NASA di ketinggian di atas Alaska dan daratan AS untuk mengambil sampel komposisi kimia dari udara tipis stratosfer. Itu adalah lapisan atmosfer bumi terendah kedua, yang membentang dari sekitar 10 hingga 50 kilometer di atas permukaan planet. 

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pesawat WB-57 dan ER-2 milik NASA itu memungkinkan para peneliti mencapai ketinggian hingga 19 km, yaitu sekitar 9 km di atas ketinggian jelajah pesawat komersial. Sensor sensitif di bagian hidung pesawat menganalisis senyawa kimia yang diencerkan dalam udara stratosfer yang tipis dan murni, yang berada di luar jangkauan sumber polusi udara di Bumi. 

Penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada Senin, 16 Oktober 2023.

Baca Juga: Sampah Luar Angkasa Mulai Membahayakan, Ilmuwan Serukan Perjanjian Bersama

Hasilnya, para peneliti menemukan jejak litium, aluminium, tembaga, dan timbal di sampel udara. Konsentrasi sejumlah senyawa yang terdeteksi jauh lebih tinggi dibandingkan yang disebabkan oleh sumber alami, seperti penguapan debu kosmik dan meteorit yang terbakar di atmosfer. 

Faktanya, konsentrasi polutan itu merujuk pada rasio senyawa kimia yang ada dalam paduan yang digunakan dalam pembuatan satelit.
“Kami menemukan material buatan manusia ini di tempat yang kami anggap sebagai wilayah murni di atmosfer,” kata Dan Cziczo, profesor ilmu bumi, atmosfer, dan planet di Universitas Purdue, Indiana dan salah satu penulis studi tersebut. 

“Dan jika ada sesuatu yang berubah di stratosfer, wilayah atmosfer yang stabil, hal ini perlu dicermati lebih dekat,” tambahnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah membunyikan alaram mengenai kemungkinan dampak dari meningkatnya jumlah peluncuran roket dan masuknya kembali satelit ke lapisan atas atmosfer bumi. Misalnya, aluminium oksida, produk pembakaran paduan berbahan dasar aluminium, dikenal karena kemampuannya merusak ozon. 

Secara kebetulan, lapisan ozon bumi yang melindungi kehidupan dari radiasi ultraviolet (UV) yang berbahaya, berada di stratosfer, tempat ditemukannya polutan tersebut. Lapisan ozon baru saja mulai pulih dari kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan berbagai bahan perusak ozon oleh masyarakat modern. Kemungkinan, polusi dari sampah luar angkasa itu bisa menghambat proses pemulihannya.

Baca Juga: PBB: Lapisan Ozon Pulih, Lubang Antartika Segera Tertutup

"Selain itu, partikel aluminium oksida dapat mengubah albedo bumi, kemampuan planet untuk memantulkan cahaya," kata Aaron Boley, profesor astronomi dan astrofisika di Universitas British Columbia, Kanada. 

Karena itu, konsentrasi aluminium oksida yang terlalu tinggi di stratosfer dapat menyebabkan perubahan suhu di stratosfer dan pada gilirannya akan menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga terhadap iklim bumi. Masalahnya adalah partikel-partikel yang tersebar di ketinggian kemungkinan besar tidak akan pernah jatuh ke Bumi. Artinya, konsentrasinya akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.

Munculnya megakonstelasi, sistem satelit besar seperti Starlink milik SpaceX, telah menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah satelit yang diluncurkan ke orbit dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar satelit milik perusahaan Elon Musk itu dirancang untuk jatuh kembali ke Bumi dan terbakar di atmosfer pada akhir misinya. 

Ilustrasi sampah luar angkasa yang mengorbit Bumi. Gambar: NASA

Puluhan atau bahkan ratusan satelit Starlink kemungkinan akan terus diluncurkan hingga dekade mendatang. Bahkan, data berdasarkan jumlah pengajuan izin satelit menyebut angka signifikan, sekitar satu juta pengajuan untuk satelit baru.

Dengan begitu, akan terjadi peningkatan tajam jumlah satelit yang akan masuk kembali ke Bumi. Begitu juga konsentrasi bahan kimia yang dihasilkan oleh terbakarnya satelit tersebut di lapisan atas atmosfer.

“Perubahan pada atmosfer mungkin sulit dipelajari dan rumit untuk dipahami. Tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa dampak pendudukan manusia dan penerbangan luar angkasa manusia terhadap planet ini mungkin lebih signifikan dari yang kita bayangkan,"
kata Cziczo. Karena itu, kata dia, memahami planet kita adalah salah satu prioritas penelitian paling mendesak. Sumber: Space.com

 

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -