Pertahanan

Persaingan Luar Angkasa Memasuki Zona Abu-abu: Antara Perang dan Jalan Damai (1)

Seorang teknisi Angkatan Luar Angkasa AS melakukan pelatihan interferensi GPS dengan sistem serangan elektromagnetik GPS di Pangkalan Space Force Schriever, Colorado. Gambar:  SpaceNews/Space Force AS

ANTARIKSA -- Majalah SpaceNews edisi November 2023 mengulas dengan gamblang apa yang terjadi di luar angkasa pada sisi politik dan pertahanan negara-negara di bumi. Tentu saja, artikel ini menjadikan Amerika Serikat (AS) sebagai subjeknya.

Dalam lanskap peperangan antariksa yang terus berkembang, konflik kini berubah menjadi apa yang biasa disebut para ahli sebagai gray zone atau zona abu-abu. Tidak seperti konflik tradisional yang ditentukan oleh batas-batas yang jelas, aturan keterlibatan, dan aktor yang dapat diidentifikasi, pertempuran ruang angkasa bersifat ambigu, dengan aktivitas militer dan sipil yang sulit dibedakan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Sangat penting bagi para pembuat kebijakan dan pemimpin militer AS untuk memahami nuansa persaingan ruang angkasa di masa depan, dan bagaimana kemungkinan hal itu (konflik militer) akan terjadi,” kata John Klein, ahli strategi militer dan profesor di Institut Kebijakan Luar Angkasa Universitas George Washington yang dilansir Spacenews.com.

Klein menekankan, ketika militer AS berupaya membela kepentingan Amerika di luar angkasa, mereka harus mempersiapkan tidak hanya perang langsung, namun juga taktik zona abu-abu. Mereka harus memungkinkan pihak lawan mencapai tujuan strategis tanpa memicu konflik penuh.

Baca Juga: Space Force AS Melacak Semua Pesawat dan Satelit yang Dicurigai

"Pesaing strategis AS seperti Cina dan Rusia sudah mahir dalam aktivitas zona abu-abu baik di Bumi maupun di luar angkasa, seperti serangan siber, gangguan satelit, dan aktivitas lain yang sulit diidentifikasi secara pasti," kata dia.

Kepala Operasi Luar Angkasa AS, Jenderal Chance Saltzman mengatakan, negaranya telah menyadari dinamika baru yang sedang terjadi di bidang luar angkasa. Angkatan Luar Angkasa (Space Force), kata dia, telah mengadopsi strategi ketahanan kompetitif untuk menangani persaingan yang berkepanjangan dengan Cina dan Rusia.

Space Force harus secara aktif bersaing dengan kekuatan luar angkasa dari negara-negara asing, bahkan ketika negara tersebut tidak benar-benar sedang berperang. “Saya lebih suka bersaing dengan Republik Rakyat Tiongkok, dibandingkan dengan alternatif krisis atau konflik,” kata Saltzman pada 18 Oktober di Center for a New American Security.

Baca Juga: Perang Antariksa, Satelit Cina Dituding Mengintai Satelit AS

Masih Fokus Perang Konvensional

Pusat Operasi Gabungan Komando Luar Angkasa AS yang melakukan operasional terpadu tentang lingkungan ruang angkasa. Gambar: Komando Luar Angkasa AS oleh Christopher Dewitt

Beberapa ahli khawatir militer AS masih terlalu fokus pada perang konvensional dibandingkan mengasah keterampilan untuk bersaing di zona abu-abu. Audrey Schaffer, mantan pejabat kebijakan luar angkasa di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan, pemerintah AS tidak terstruktur untuk menangani kegiatan yang tidak bersifat perang.

Schaffer saat ini menjadi wakil presiden kebijakan dan strategi di Slingshot Aerospace, sebuah perusahaan pelacakan ruang angkasa dan analisis data. “Salah satu tantangan yang saya lihat ketika berada di pemerintahan adalah seluruh struktur kekuatan kita, tidak hanya untuk ruang angkasa, namun bisa dibilang seluruh struktur kekuatan kita dirancang untuk masa perang, dan lebih khusus lagi untuk konflik konvensional,” kata Schaffer pada 12 Oktober di acara Dewan Atlantik.

Ia menekankan, mengasah keterampilan perang tidak teratur harus menjadi bagian dari strategi ketahanan kompetitif Space Force AS. “Kami telah melakukan banyak hal dalam beberapa tahun terakhir dalam memikirkan seperti apa konflik di luar angkasa dan bagaimana kami mempersiapkannya."

Schaffer mengakui memang ada kemajuan dalam bidang siber. Namun ruang angkasa akan menjadi lebih sulit, baik karena jumlah pelaku yang semakin bertambah, juga karena alasan geopolitik yang lebih luas. "Dunia menjadi lebih multipolar, dan hal ini menciptakan tantangan untuk mencapai konsensus seputar topik-topik sulit.”

Ketika konflik di Ukraina pecah, kata Schaffer, ancaman terhadap aset luar angkasa menjadi isu besar. Juga menjadi jelas bahwa AS tidak memiliki tolok ukur atau pemahaman yang baik mengenai insiden yang sedang terjadi.

“Apakah kita berbicara tentang perang tidak teratur atau perang konvensional, segala sesuatu yang ada di meja saya mengenai Ukraina adalah hal baru,” katanya. AS, kata dia memiliki rencana, tetapi belum pernah digunakan sebelumnya.

Baca Juga: Pentagon Paparkan Rencana Baru Melawan China, Perburuan Luar Angkasa

“Pelajaran terbesar bagi saya adalah betapa barunya pemikiran kita tentang peperangan di luar angkasa, terlepas dari apakah kita membahasnya di atas atau di bawah ambang batas konflik bersenjata.” Sumber: Space News

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -