Pelajari Gempa Indonesia, NASA Jelaskan Efek Gempa pada Bumi

ANTARIKSA -- Ilmuwan NASA menggunakan data dari gempa Indonesia menghitung bahwa itu mempengaruhi rotasi Bumi, mengurangi panjang hari, sedikit mengubah bentuk planet, dan menggeser Kutub Utara beberapa sentimeter. Gempa yang menciptakan tsunami besar juga mengubah rotasi Bumi.
Dilansir situs resmi Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA, Dr Richard Gross dari JPL NASA dan Dr Benjamin Fong Chao dari NASA's Goddard Space Flight Center mengatakan, semua gempa bumi berdampak pada rotasi bumi. Hanya saja, mereka biasanya hampir tidak terlihat.
"Setiap peristiwa duniawi yang melibatkan pergerakan massa memengaruhi rotasi bumi, mulai dari cuaca musiman hingga mengendarai mobil," kata Chao.
Baca: Gempa Turki, Kenapa NASA Belum Merilis Gambar Satelitnya?
Gross dan Chao secara rutin menghitung efek gempa bumi dalam mengubah rotasi bumi, baik panjang hari maupun perubahan medan gravitasi bumi. Mereka juga mempelajari perubahan gerakan kutub yang menggeser Kutub Utara. Kutub Utara rata-rata bergeser sekitar 2,5 sentimeter (1 inci) ke arah 145 derajat Bujur Timur. Pergeseran ke timur ini melanjutkan tren seismik jangka panjang yang diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya.
Mereka juga menemukan gempa mengurangi panjang hari sebesar 2,68 mikrodetik. Secara fisik, ini seperti skater berputar lalu mendekatkan lengan ke tubuh sehingga menghasilkan putaran yang lebih cepat. Gempa tersebut juga mempengaruhi bentuk bumi.
Para ahli menemukan bahwa kerataan Bumi, mendatar di bagian atas dan menggelembung di ekuator, berkurang sedikit. Itu menurun sekitar satu bagian dalam 10 miliar, melanjutkan tren gempa bumi yang membuat Bumi menjadi kurang rata.
Untuk membuat perbandingan tentang massa yang bergeser akibat gempa bumi, dan bagaimana pengaruhnya terhadap Bumi, Chao membandingkannya dengan reservoir besar Three-Gorge di Tiongkok. Jika diisi penuh, ngarai itu akan menampung 40 kilometer kubik atau 10 triliun galon air. Pergeseran massa itu akan menambah panjang hari 0,06 mikrodetik dan membuat Bumi sedikit lebih bulat di bagian tengah dan datar di bagian atas. Itu akan menggeser posisi tiang sekitar dua sentimeter.
Para peneliti menyimpulkan bahwa gempa Sumatera atau gempa Aceh, menyebabkan perubahan panjang hari yang terlalu kecil untuk dideteksi, namun dapat dihitung. Gempa itu itu menyebabkan perubahan kerataan yang hampir tidak terdeteksi, dan pergeseran kutub yang cukup besar untuk dapat diidentifikasi. Mereka berharap dapat mendeteksi panjang sinyal hari dan pergeseran kutub ketika data rotasi Bumi dari sensor posisi berbasis darat dan luar angkasa ditinjau.
Para peneliti menggunakan data dari database Centroid Moment Tensor Universitas Harvard yang membuat katalog gempa bumi besar. Data dihitung dalam satu set formula, dan hasilnya dilaporkan serta diperbarui di situs Web NASA.
Gempa bumi dahsyat di lepas pantai barat Indonesia pada tanggal 26 Desember 2004, tercatat berkekuatan sembilan pada skala momen baru (skala Richter yang dimodifikasi). Itu adalah gempa bumi terbesar keempat dalam seratus tahun terakhir.
Gempa itu terjadi akibat dari pertemuan lempeng India dan Burma. Itu disebabkan oleh pelepasan tekanan yang berkembang saat lempeng India meluncur di bawah lempeng utama Burma. Dislokasi patahan atau gempa bumi, terdiri dari pergeseran ke bawah satu lempeng relatif terhadap lempeng di atasnya. Efek bersihnya adalah Bumi yang sedikit lebih padat.
Baca juga:
Gempa Turki, Kenapa NASA Belum Merilis Gambar Satelitnya?
Mengapa Gempa Turki dan Suriah Begitu Mematikan? Kronologi Lengkap Menurut Ahli
Mengenal HAARP Militer AS yang Dituding Penyebab Gempa Turki
Gempa Turki, PBB Aktifkan Satelit Pemetaan Darurat untuk Situasi di Lapangan
Walau Mematikan, Gempa Bumi Ternyata Ada Manfaatnya
Gempa Turki dan Suriah, Bagaimana Satelit Membantu Penyelamatan Korban?
