Jika Berperang dengan China, AS Masih Harus Pertanyakan Sikap Elon Musk
ANTARIKSA -- Nilai guna satelit komersial saat ini telah menempatkan aset sektor swasta langsung di garis depan. Pejabat Rusia memperjelas hal tersebut karena telah melihat peran penting layanan komunikasi Starlink milik SpaceX dalam mendukung Ukraina dalam perang.
Sementara, Amerika Serikat (AS) yang ketar ketir dengan kemajuan teknologi luar angkasa China dan Rusia saat ini tengah fokus pada pertahanan ruang angkasa mereka. Raksasa kapitalis sedang menatap kemungkinan konfrontasi langsung dengan kedua negara komunis. Ancaman antariksa memaksa Departemen Pertahanan (DoD) AS atau Pentagon mempertimbangkan opsi untuk memberi kompensasi kepada perusahaan komersial jika satelit mereka rusak saat mendukung militer AS dalam konflik.
Bloomberg pada 20 Desember 2022 melaporkan, SpaceX mengirim 22.000 terminal Starlink ke Ukraina sejak perang dimulai pada Februari, termasuk penggantian unit yang hancur dalam pertempuran. Peran Starlink dinilai salah satu yang membuat serangan Rusia masih tertahan sampai saat ini. Seorang pejabat pemerintah Ukraina mengatakan, negara itu akan meminta 10.000 terminal lagi.
"Ini adalah pengingat yang mencolok tentang seberapa jauh pemain swasta telah pindah ke domain yang sebelumnya hanya milik pemerintah," kata Casey Dreier, kepala penasihat kebijakan untuk Planetary Society, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan eksplorasi ruang angkasa.
Menurut dia, Starlink milik perusahaan Elon Musk adalah poster utama dari tren tersebut. Sebuah perusahaan swasta telah dilihat sebagai target yang valid dalam peperangan, meniscayakan betapa ruang angkasa yang selama ini dianggap remeh, ternyata sangatlah penting.
Baca:
Bangun Starshield, SpaceX Siap Membantu AS Bertempur dengan China dan Rusia
Pertahanan AS di Bawah Tekanan Inovasi China dan Rusia
Hal ini juga, kata Dreier, menimbulkan pertanyaan sulit kepada perusahaan penggunaan ganda atau digunakan oleh dua negara yang saling berkonflik. Sebab, dia akan mengalami tekanan silang oleh dua kebutuhan yang berbeda.
“Ketika pemerintah AS, (dalam posisi) hanyalah salah satu dari banyak pelanggan, apakah Anda (perusahaan swasta) membuat komitmen penuh kepada pemerintah AS, untuk melayani dengan tepat kebutuhan mereka dengan cara yang mungkin belum sepenuhnya kami pertimbangkan?” kata dia.
Dreier pun mencontohkan SpaceX. Menurut dia, perusahaan itu bisa mengalami situasi geopolitik yang sulit jika China menginvasi Taiwan. Hal itu mengingat peran ganda Elon Musk sebagai kepala SpaceX dan CEO pabrikan mobil listrik Tesla. Untuk diketahui, Tesla memiliki operasi signifikan di China.
"Amerika Serikat, yang berkomitmen untuk membela Taiwan, akan mengandalkan kontraktor DoD, termasuk (dengan) SpaceX, untuk mendukung upaya tersebut," kata dia. Sumber: Space News
Baca juga:
NASA dan DARPA Mulai Membuat Roket Nuklir, Begini Penampakannya
China Bangun Stasiun Satelit Baru di Antartika, Amerika Cs Mendengus
Sengketa Lahan di Bulan Semakin Menghawatirkan
Amerika Ketar-ketir, Astronotnya Terancam Ditinggalkan Soyuz Rusia di ISS