Teknologi

Teknologi Ini Membantu Astronot tidak Tersesat di Luar Angkasa

Tanpa perlindungan atmosfer bumi, astronot akan semakin terpapar radiasi pengion tingkat tinggi. Gambar: Jonathan Knowles melalui Getty Images

ANTARIKSA -- Langit bukan lagi menjadi batasan, tetapi terbang di luar angkasa tetap lebih berbahaya. Saat meninggalkan permukaan atau daratan, astronot kehilangan banyak petunjuk untuk mengorientasikan diri, dan disorientasi spasial bisa berakibat fatal. 

Astronot biasanya memerlukan pelatihan intensif agar tidak tersesat. Namun para ilmuwan kini menemukan perangkat yang bisa bergetar memberikan isyarat orientasi.
Pakaian itu bisa meningkatkan efektivitas pelatihan astronot secara signifikan sehingga membuat penerbangan luar angkasa lebih aman.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Penerbangan luar angkasa dalam jangka waktu lama akan menyebabkan banyak tekanan fisiologis dan psikologis, yang akan membuat astronot sangat rentan terhadap disorientasi spasial,” kata Dr Vivekanand P Vimal dari Brandeis University Amerika Serikat. Ia adalah penulis utama artikel di Frontiers in Physiology tentang peralatan tersebut.

“Ketika mengalami disorientasi, seorang astronot tidak lagi bisa mengandalkan sensor internalnya sendiri, yang selama ini mereka andalkan,” kata dia.

Baca Juga: Nonton Langsung, 2 Astronot Wanita Berjalan di Luar Stasiun Antariksa Malam Ini

Ruang Pribadi Astronot

Para peneliti menggunakan pengalihan sensorik dan perangkat rotasi multi-sumbu untuk menguji vibrotactor astronot dalam simulasi penerbangan luar angkasa. Hal itu membuat indra yang biasanya diandalkan oleh astronot tidak berguna. 

Kemudian diuji bagaimana vibrotactor bisa memperbaiki isyarat 'tersesat' yang diterima peserta dari sistem vestibular mereka. Lalu, bisakah peserta uji dilatih untuk memercayai sinyal tersebut?

Total peserta yang direkrut berjumlah 30 orang. 10 orang di antaranya mendapat pelatihan keseimbangan alat rotasi, 10 orang mendapat vibrotactor, dan 10 sisanya mendapat keduanya. Semua peserta diperlihatkan video perangkat rotasi dan diberitahu cara kerjanya.

Alat itu bergerak seperti pendulum terbalik hingga mencapai batas tabrakan, kecuali perangkat tersebut distabilkan oleh orang yang duduk di perangkat yang mengendalikannya dengan joystick.

Pelatihan tambahan mencakup tugas-tugas untuk melepaskan diri dari indera vestibular mereka, dan mengandalkan vibrotactor daripada isyarat gravitasi alami. Sejumlah tugas itu melibatkan pencarian titik keseimbangan tidak tegak yang tersembunyi. Artinya, peserta harus mengabaikan keinginan menyelaraskan diri ke posisi tegak dan fokus pada vibrotactor.

Baca Juga: Ex Astronot NASA: UFO Layak Diselidiki

Seorang ilmuwan di kursi luar angkasa selama eksperimen analog penerbangan luar angkasa. Gambar: Vivekanand Vimal/Laboratorium Orientasi Spasial Ashton Graybiel/Universitas Brandeis

Semua peserta diberikan penutup mata, penutup telinga, dan white noise untuk didengarkan. Mereka yang memiliki vibrotactor mempunyai empat buah alat yang diikatkan pada masing-masing lengan, yang akan berdengung ketika mereka menjauh dari titik keseimbangan. Setiap peserta mengikuti 40 percobaan, yang bertujuan menjaga perangkat rotasi sedekat mungkin dengan titik keseimbangan.

Selama setengah percobaan, perangkat rotasi dioperasikan pada bidang gulungan vertikal. Ini dianggap sebagai analogi Bumi karena peserta dapat menggunakan isyarat gravitasi alami untuk orientasi. Pada babak kedua, uji dianggap sebagai analog penerbangan luar angkasa, yaitu
perangkat rotasi beroperasi pada bidang gulungan horizontal di mana isyarat gravitasi tersebut tidak dapat lagi membantu.

Setelah setiap uji coba selesai, peserta diminta menilai seberapa disorientasi yang mereka rasakan dan seberapa besar mereka mempercayai vibrotactor. Para ilmuwan mengukur keberhasilan dengan melihat seberapa sering mereka jatuh dan seberapa baik mereka mengendalikan keseimbangan.

Menuju tak Terbatas dan Melampauinya

Semua kelompok awalnya mengalami disorientasi dalam analogi penerbangan luar angkasa. Para ilmuwan memperkirakan hal itu karena peserta tidak dapat mengandalkan isyarat gravitasi alam yang biasa mereka gunakan. 

Hampir semua peserta melaporkan mempercayai vibrotactor. Namun, mereka juga melaporkan kebingungan akibat konflik antara isyarat internal mereka dan vibrotactor.

Peserta yang memakai vibrotactor masih tampil lebih baik dibandingkan peserta yang hanya mendapat pelatihan. Kelompok yang hanya berlatih lebih sering terjatuh, lebih sering bergerak di sekitar titik keseimbangan, dan secara tidak sengaja lebih sering membuat diri mereka tidak stabil. 

Baca Juga: Begini Astronot Muslim Menandai Waktu Buka Puasa Jika Berada di Luar Angkasa

Namun, menerima pelatihan memang membantu. Saat uji coba berlanjut, kelompok yang menerima pelatihan dan vibrotactor menunjukkan hasil terbaik.

Namun, bahkan dengan pelatihan, kinerja para peserta tidak sebaik yang mereka lakukan pada analog Bumi. Mereka mungkin memerlukan lebih banyak waktu mengintegrasikan isyarat dari vibrotactor, atau dengungan dari vibrotactor mungkin tidak memberikan sinyal bahaya yang cukup kuat.

“Kepercayaan kognitif seorang pilot terhadap perangkat eksternal ini kemungkinan besar tidak akan cukup,” kata Vimal. 

“Sebaliknya, kepercayaan harus berada pada tingkat yang lebih dala, hampir sub-kognitif. Untuk mencapai hal ini, diperlukan pelatihan khusus.”

Jika sensor tersebut berhasil dalam uji coba yang lebih ekstensif, kata para ilmuwan, kemungkinan penerapannya dalam penerbangan luar angkasa akan banyak. Mulai dari membantu astronot mendarat dengan aman di permukaan planet, hingga mendukung saat mereka bergerak di luar kendaraan antariksa. Sumber: Phys.org

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

- angkasa berdenyut dalam kehendak -