Perputaran Ruang dan Waktu Mengungkap Kecepatan Lubang Hitam Supermasif
ANTARIKSA -- Lubang hitam supermasif diyakini lahir melalui penggabungan lubang hitam kecil secara berturut-turut. Penggabungan itu masing-masing membawa momentum sudut yang mempercepat rotasi lubang hitam yang mereka lahirkan. Karena itu, mengukur perputaran lubang hitam supermasif dapat memberikan wawasan tentang sejarahnya.
Kini, sebuah tim peneliti menawarkan cara baru untuk membuat kesimpulan berdasarkan pengaruh perputaran lubang hitam terhadap struktur ruang dan waktu. Penelitian tim tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature pada Rabu, 22 Mei 2024.
Bintang malang yang menjadi objek penelitian itu terkoyak secara brutal oleh lubang hitam supermasif selama peristiwa gangguan pasang surut (TDE). Peristiwa itu dimulai ketika sebuah bintang berada terlalu dekat dengan pengaruh gravitasi masif dari lubang hitam. Ketika sudah cukup dekat, gaya pasang surut yang sangat besar akan menekan bintang secara horizontal dan meregangkannya secara vertikal.
Proses itu mengubah bintang menjadi seuntai pasta, namun yang terpenting, tidak semuanya dimakan oleh lubang hitam. Sebagian materi itu terhempas, sebagian lagi membungkus lubang hitam, membentuk awan pipih yang disebut piringan akresi.
Baca Juga: Teleskop Roman akan Memburu Lubang Hitam Kecil, Tapi Bertentangan dengan Hawking
Piringan itu menyebabkan gaya gesekan besar yang memanaskan gas dan debu, sehingga membuatnya bersinar terang. Secara bertahap, piringan akresi akan dihisap oleh pusat lubang hitam.
Lebih jauh lagi, lubang hitam supermasif berputar terus menyeret struktur ruang-waktu, menyebabkan goyangan pada piringan akresi lubang hitam yang baru terbentuk. Tim peneliti baru telah menemukan bahwa goyangan piringan akresi tersebut dapat menentukan seberapa cepat pusat lubang hitam berputar.
“Frame drag (goyangan piring akresi) adalah efek yang terjadi di sekitar lubang hitam yang berputar,” kata pemimpin tim peneliti, Dheeraj 'DJ' Pasham, seorang ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Untuk menyelidiki gangguan pasang surut (TDE) dan frame-dragging, peneliti menghabiskan waktu lima tahun untuk mencari contoh langsung pengoyakan bintang oleh lubang hitam. Tujuannya, untuk menemukan tanda-tanda presesi piringan akresi yang disebabkan oleh efek tarikan lubang hitam.
Pada Februari 2020, pencarian ini membuahkan hasil. Tim berhasil mendeteksi AT2020ocn, sebuah kilatan cahaya terang yang berasal dari galaksi jauh. AT2020ocn awalnya terlihat dalam panjang gelombang cahaya optik oleh Zwicky Transient Facility. Data cahaya tampak itu menunjukkan bahwa emisi tersebut berasal dari TDE yang melibatkan lubang hitam supermasif dengan massa antara 1 juta hingga 10 juta kali massa matahari.
Baca Juga: Lubang Hitam Stellar Paling Masif Ditemukan Sangat Dekat dengan Bumi
“Karena efek Lense-Thirring, emisi sinar-X yang berasal dari presesi piringan akresi panas yang baru terbentuk, atau goyangan. Ini bermanifestasi sebagai modulasi sinar-X pada data,” kata Pasham.
“Namun, setelah beberapa saat, ketika daya akresi menurun, gravitasi memaksa piringan untuk sejajar dengan lubang hitam, setelah itu goyangan dan modulasi sinar-X berhenti,” tambahnya.
Pasham dan rekannya menduga TDE yang meluncurkan AT2020ocn bisa menjadi peristiwa ideal untuk memburu presesi Lense-Thirring. Karena jenis goyangan itu hanya terjadi pada awal setelah piringan akresi terbentuk, mereka harus bertindak cepat.
“Kuncinya adalah melakukan observasi yang benar. Satu-satunya cara untuk melakukan hal ini adalah, segera setelah peristiwa gangguan pasang surut terjadi, Anda perlu menggunakan teleskop untuk melihat objek ini secara terus-menerus, untuk waktu yang sangat lama, sehingga Anda dapat menyelidiki semua jenis rentang waktu, mulai dari hitungan menit hingga berbulan-bulan," kata Pasham.
Di sinilah Neutron Star Interior Composition Explorer (NICER) milik NASA berperan. Itu adalah teleskop sinar-X di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) yang mengukur radiasi sinar-X di sekitar lubang hitam, benda-benda masif padat dan ultra padat lainnya.
Tim menemukan NICER tidak hanya mampu menangkap TDE, namun juga mampu terus memantau peristiwa tersebut seiring perkembangannya selama beberapa bulan. “Kami menemukan bahwa kecerahan sinar-X dan suhu wilayah yang memancarkan sinar-X setelah TDE dimodulasi dalam skala waktu 15 hari. Sinyal sinar-X 15 hari yang berulang ini hilang setelah tiga bulan," kata Pasham.
Mengejutkan
Perkiraan massa lubang hitam dan massa bintang dalam peristiwa itu mengungkapkan bahwa lubang hitam tidak berputar secepat yang diperkirakan. “Agak mengejutkan bahwa lubang hitam tidak berputar secepat itu, hanya kurang dari 25 persen kecepatan cahaya,” kata Pasham.
Pasham mengatakan, penelitian lanjutan TDE akan lebih baik setelah Observatorium Vera C Rubin beroperasi. Teleskop besar itu sedang dibangun di Chili utara dan akan mengamati alam semesta selama 10 tahun tanpa henti.
“Rubin diperkirakan akan mendeteksi ribuan TDE selama dekade mendatang," kata dia.
Baca Juga: Kejadian Baru, Lubang Hitam Mengoyak dan Melahap Sebuah Bintang (Video)
Menurut Pasham, jika mereka dapat mengukur presesi Lense-Thirring, maka distribusi putaran lubang hitam supermasif akan diketahui. Dengan begitu, ilmuwan dapat memperkirakan bagaimana mereka berevolusi seiring bertambahnya usia alam semesta.
“Tim kami memiliki beberapa proposal observasi untuk menindaklanjuti TDE ke depannya. Kami pasti akan menyelidiki frame-dragging di sekitar lubang hitam TDE lainnya!” Sumber: Space.com
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/placeholder.jpg)