Sains
Sabuk Kuiper Diduga Jauh Lebih Besar, Peta Tata Surya Perlu Diperbarui
ANTARIKSA -- Misi New Horizons NASA, yang menemui Pluto pada tahun 2015, kini melintasi kedalaman Sabuk Kuiper. Badai debu kosmik yang dihadapinya mengisyaratkan ada lebih banyak hal yang terjadi di bagian terluar tata surya daripada yang dibayangkan para astronom.
Ruang angkasa dipenuhi debu partikel kecil yang ukurannya hanya mikron atau sepersejuta meter. Sebagian besar debu di tata surya kita merupakan sisa pembentukan planet, peristiwa kekerasan yang menyebabkan banyak benda saling bertabrakan.
Saat ini, debu purba itu juga disertai dengan debu segar yang tercecer dari permukaan asteroid dan komet akibat tumbukan mikrometeorit. Kandungan debu ini, baik segar maupun kuno, memunculkan 'cahaya Zodiak' yang penuh teka-teki.
Debu itu meluas hingga ke wilayah terjauh tata surya. Para astronom masih belum sepenuhnya yakin akan batas akhir ini eksistensi debu tersebut.
Sabuk Kuiper atau Sabuk Kuiper–Edgeworth, diambil dari nama astronom Gerard Kuiper dan Kenneth Edgeworth yang pertama berhipotesis keberadaannya. Sabuk ini terletak sangat jauh, dan berada di lapisan es sangat kecil dan redup. Pada 1992, Objek Sabuk Kuiper (KBO) pertama di luar Pluto ditemukan.
KBO pertama tersebut ditemukan oleh astronom Universitas Hawaii, Dave Jewitt dan Jane Luu. Namun sejak itu, ribuan KBO lain telah terlihat, dan para astronom secara tentatif mulai memetakan bagian luar tata surya.
Di luar Sabuk Kuiper terdapat Scattered Disk atau sebaran piringan, yang dihuni oleh KBO yang dari Sabuk Kuiper akibat gelombang gravitasi yang datang dari planet terluar tata surya, Neptunus. Objek dalam Scattered Disk cenderung memiliki orbit yang sangat elips dan tajam terhadap bidang tata surya.
Mereka juga bisa berjarak hingga ratusan AU dari matahari. Satu AU atau satuan astronomi, sama dengan jarak antara bumi dan matahari, yaitu 150 juta kilo meter.
Jauh di luar Sabuk Kuiper dan cakram tersebar adalah Awan Oort, sebuah wilayah berbentuk bola luas berisi benda-benda beku yang membentang lebih dari satu tahun cahaya dari matahari. Karena jauhnya, Awan Oort belum pernah diamati secara langsung hingga saat ini.
Namun, para ilmuwan mengetahui keberadaannya karena orbit komet berperioda panjang. Kini, temuan baru dari New Horizons mengancam membalikkan banyak hal yang selama ini dianggap telah diketahui tentang tata surya bagian luar.
“New Horizons melakukan pengukuran langsung pertama terhadap debu antarplanet, jauh melampaui Neptunus dan Pluto, sehingga setiap pengamatan bisa mengarah pada penemuan (baru),” kata astronom Alex Doner dari Universitas Colorado, Boulder dalam sebuah pernyataan.
Jarak antara tepi luar Sabuk Kuiper dan matahari diperkirakan sekitar 50 AU. Pada 1 Januari 2019, New Horizons bertemu dengan KBO bernama Arrokoth, yang terletak pada jarak 44,5 AU dari matahari. Saat ini, New Horizons berada pada jarak 58,25 AU dari Matahari, setelah melewati batas 50 AU pada April 2021.
Selama lima tahun terakhir, New Horizons seharusnya sudah berlayar melewati tepi Sabuk Kuiper, jika sesuai dengan bayangan para astronom. Namun, karena KBO terpisah sejauh jutaan mil, New Horizons tidak akan menyadari secara visual bahwa mereka telah meninggalkan mereka. Sebaliknya, tandanya adalah penurunan kadar debu antarplanet.
Namun, instrumen Venetia Burney Students Dust Counter (SDC), belum mengamati penurunan ini. Faktanya, jumlah debu di luar sana sama banyaknya, sehingga membingungkan para astronom.
SDC dipasang di bagian depan pesawat ruang angkasa New Horizons. Ini terdiri dari 14 detektor film plastik, masing-masing berukuran 14,2 x 6,5 sentimeter dan tebalnya hanya 28 mikron.
Belasan detektor dipaparkan ke luar angkasa, sementara dua lainnya terlindung dalam New Horizons sehingga bisa bertindak sebagai detektor referensi. Mereka merekam kejadian apa pun yang tidak terkait dengan dampak debu untuk membantu menyingkirkan kesalahan positif.
Setiap kali partikel debu menghantam salah satu detektor, dampaknya akan meninggalkan lubang kecil di lapisan plastik yang secara halus mengubah cara permukaannya menghantarkan listrik. Salah satu penyebabnya adalah kelebihan debu yang dihasilkan di dekat Matahari dan terhembus keluar dari Sabuk Kuiper oleh tekanan sinar matahari pada sejumlah partikel tersebut.
Dugaan Lain Sabuk Kuiper
Tim Doner menganggap teori di atas tidak mungkin terjadi. "Sebaliknya, ada kemungkinan yang lebih menarik dan disukai," kata mereka.
Mungkin ada lebih banyak hal di Sabuk Kuiper daripada yang disadari para astronom selama ini. Kehadiran debu yang terus berlanjut menunjukkan New Horizons masih berada di dalam Sabuk Kuiper, dan bahkan Sabuk Kuiper jauh lebih luas dari yang diperkirakan siapa pun.
Dugaannya, sabuk itu membentang miliaran mil lebih jauh dari matahari dibandingkan perkiraan peta kita saat ini. Bukan hanya jumlah debu yang mengindikasikan hal itu, para astronom juga telah menggunakan algoritme pembelajaran mesin untuk mencari lebih banyak objek es di luar tata surya. Mereka menggunakan Teleskop Subaru di Mauna Kea Hawaii dan Teleskop Victor M Blanco Four-Meter di Chili.
Sejauh ini, mereka telah menemukan 154 objek ke arah yang dituju New Horizons, termasuk sekitar 20 objek yang akan didatangi New Horizons dalam jarak beberapa juta mil. Namun beberapa diantaranya tampak terletak di luar Sabuk Kuiper, dan bukan pada orbit eksentrik yang mirip dengan Scaterred Disk.
Pertanyaannya, apakah mereka termasuk Sabuk Kuiper yang lebih luas, atau mungkin ada sabuk kedua?
“Gagasan bahwa kita mungkin telah mendeteksi Sabuk Kuiper yang luas, dengan populasi objek baru yang bertabrakan dan menghasilkan lebih banyak debu, memberikan petunjuk lain dalam memecahkan misteri wilayah terjauh di tata surya,” kata Doner.
New Horizons berlayar melalui ruang hampa yang belum dipetakan. Hanya empat pesawat ruang angkasa yang pernah melewati jalur ini sebelumnya, Pioneer 10 dan 11, serta Voyager 1 dan Voyager 2. Namun, pesawat lainnya tidak dilengkapi dengan intrumen penghitung debu seperti di New Horizons.
Meskipun Pioneer sudah lama tidak aktif dan Voyager 1 mulai tidak mampu mengirim data ke bumi, New Horizons memiliki cukup bahan bakar dan tenaga untuk bertahan hingga 2040-an. Saat akhirnya itu, ia akan berada pada jaraknya melampaui 100 AU dari Matahari.
Pada saat kekuatannya menyusut, kemungkinan besar ia telah menggambar ulang seluruh peta tata surya bagian luar. Hasil baru dari SDC tersebut dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters edisi Kamis, 1 Februari 2024. Sumber: Space.com