Batu yang Jatuh dari Bulan Membantah Sampel Misi Apollo, Bulan Ternyata Dipenuhi Air
ANTARIKSA -- Penelitian baru dari Western University menunjukkan kerak awal yang membentuk permukaan bulan diperkaya dengan air lebih dari 4 miliar tahun yang lalu. Hal itu bertentangan dengan pemahaman sebelumnya yang berdasar dari sampel bulan yang dibawa misi Apollo NASA.
Penemuan baru tersebut diuraikan dalam sebuah makalah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy pada Senin, 15 Januari 2024. Temuan itu dilakukan mahasiswa pascasarjana di The Open University Inggris, Tara Hayden yang meneliti meteorit yang diklasifikasikan berasal dari bulan.
Secara umum, meteorit adalah sisa batuan luar angkasa yang terbakar ketika melewati atmosfer sehingga tembus ke permukaan bumi. Dengan meteorit dari bulan, Hayden mengidentifikasi untuk pertama kalinya keberadaan mineral apatit, fosfat paling umum, dalam sampel kerak awal bulan.
Penelitian itu menawarkan bukti baru yang menarik bahwa kerak awal bulan mengandung lebih banyak air daripada perkiraan semula. Tentu saja, hal itu membuka pintu baru dalam penelitian sejarah bulan.
Baca Juga: Ilmuwan Menemukan Hidrogen di Bebatuan Bulan Misi Apollo, Berkah Bagi Astronot
“Penemuan apatit di kerak awal bulan untuk pertama kalinya sungguh sangat menarik, karena kita akhirnya bisa mulai mengumpulkan tahap-tahap yang tidak diketahui dalam sejarah bulan," kata Hayden yang saat ini sebagai ahli kosmokimia untuk ahli geologi planet terkenal Gordon 'Oz' Osinski di Departemen Ilmu Bumi University of Western Ontario, Kanada.
"Kami menemukan kerak awal bulan lebih kaya akan air daripada yang kita duga, dan kandungan airnya mudah menguap. Isotop stabil mengungkapkan sejarah yang lebih kompleks daripada yang kita ketahui sebelumnya,” tambah dia.
Menurut dia, meteorit bulan mengungkap bagian baru yang menarik dari evolusi bulan dan memperluas pengetahuan melampaui sampel yang dikumpulkan selama misi Apollo. "Saat tahap baru eksplorasi bulan dimulai, saya sangat ingin melihat apa yang akan kita pelajari dari sisi jauh bulan," kata Hayden.
Untuk diketahui, saat ini semua misi bulan menargetkan sisi jauh di selatan Bulan, dekat wilayah malam permanen di bulan. Saat awal tiba di Bumi, sampel Apollo telah diasumsikan sebagai 'miskin volatil' sehingga menyebabkan deskripsi yang luas tentang bulan sebagai 'tulang kering'.
Baca Juga: China Temukan Sumber Air di Bulan, Tersembunyi dalam Jumlah Besar
Namun, pada tahun 2008, Alberto Saal dan peneliti lain menemukan adanya sejumlah besar air dan zat mudah menguap lainnya dalam manik-manik kaca dari koleksi sampel Apollo. Hal itu menyebabkan analisis ulang sampel Apollo selama lima belas tahun.
“Kita mengetahui sebagian besar sejarah air di bulan dari sampel Apollo, namun sampel tersebut diperkirakan hanya mewakili sekitar lima persen dari keseluruhan permukaan bulan,” kata Hayden.
“Sampai kita mendapatkan lebih banyak sampel dalam misi Artemis (NASA) mendatang, satu-satunya sampel lain dari permukaan yang kita miliki hanyalah meteorit.”
Penelitian Hayden difokuskan terutama pada mineral apatit, yang mengandung unsur-unsur volatil dalam struktur mineralnya. Apatit ditemukan di semua jenis batuan bulan, kecuali manik-manik kaca dan anorthosites ferro, yang mewakili kerak awal bulan.
Kelompok Ferroan Anorthosite sangat tua (4,5–4,3 miliar tahun) dan merupakan satu-satunya jenis batuan yang diketahui terbentuk langsung dari Samudera Magma Bulan, saat bulan hampir seluruhnya cair. Penemuan apatit pada jenis batuan awal bulan bisa menjelaskan tahap evolusi bulan yang belum diketahui.
Profesor ilmu planet dan eksplorasi di The Open University dan supervisor utama Hayden, Mahesh Anand mengatakan, mengungkap sejarah air di kerak bulan yang paling awal terbentuk, sekitar 4,5 miliar tahun lalu, penting untuk pemahaman asal usul air di tata surya. "Sampel batuan purba dari bulan dalam bentuk meteorit memberikan peluang yang sangat baik melakukan penyelidikan semacam itu," kata dia.
Misi Artemis NASA
Hayden mengatakan, waktu penemuan apatit itu sangat tepat karena misi Artemis NASA sedang bersiap menuju bulan. Apalagi, misi itu sedang mengembangkan program dan target untuk para astronot.
Sebagai informasi, misi Artemis mengalami penundaan berlarut. Terakhir, target Artemis 3 yang menurunkan astronot di bulan mundur pada September 2026.
“Sudah lama diyakini bahwa permukaan bulan telah kering selama ribuan bahkan jutaan tahun, namun mungkin terdapat lebih banyak air daripada yang kita perkirakan, dan kita hanya perlu menemukan cara untuk mengekstraksinya," kata Hayden.
Osinski juga sangat antusias dengan peluang potensial dari penemuan baru tersebut. Tahun lalu, Osinski terpilih sebagai tim geologi NASA yang mengembangkan rencana pendaratan pertama astronot di bulan setelah Apollo. Dia akan bergabung dengan tim kendali misi di Johnson Space Center NASA untuk memberikan dukungan selama misi Artemis III.
Baca Juga: NASA Tunda Misi Artemis II dan III, Pendaratan Astronot di Bulan Mundur Sampai 2026, Ini Sebabnya
“Penemuan Tara sangat menarik dan akan menjadi masukan bagi strategi pengambilan sampel untuk misi Artemis III di mana kami berharap bisa mengidentifikasi dan mengambil sampel beberapa kerak paling awal di bulan,” kata Osinski. Sumber: phys.org