Venus Ungkap Rahasia Efek Rumah Kaca di Bumi
ANTARIKSA -- Banyak yang berpendapat bahwa perubahan iklim adalah ancaman terbesar yang dihadapi umat manusia. Planet tetangga kita, Venus, dapat memberikan wawasan yang berharga tentang potensi dampak bencana tersebut.
Prospek meningkatnya gas CO2 yang mengakibatkan efek rumah kaca, yang mengancam kehidupan di planet asal kita, memang menakutkan. Dari sini, kita bisa belajar dari Venus, planet yang memiliki iklim ekstrem dengan kandungan gas rumah kaca yang pekat.
Astronomi memiliki berbagai cara untuk membantu melindungi Bumi, salah satunya adalah meluncurkan satelit pemantau perubahan iklim. Para ilmuwan juga dapat mempelajari sejarah planet lain untuk memahami pembentukan dunia yang dapat dihuni seperti yang kita lihat saat ini.
Sebagai contoh, Mars dulunya lebih basah dan mirip dengan Bumi. Sementara itu, Venus adalah planet lain yang bisa memberikan informasi penting tentang perubahan iklim.
Venus adalah dunia neraka: panas, beracun. Jangankan manusia, di sana bahkan rover robotik pun akan kesulitan berfungsi. Jadi, apa yang bisa atmosfer Venus ajarkan kepada kita tentang Bumi, perubahan iklim dan bagaimana kita bisa menjaga planet kita dengan lebih baik?
Martin Turbet, seorang peneliti ilmiah untuk Centre National de la Recherche Scientifique Prancis di Universitas Geneva, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Ia berfokus pada bagaimana Venus dapat memberikan gambaran tentang kondisi di mana suatu planet terjebak dalam kondisi gas rumah kaca yang berlebihan.
Seperti semua planet, Venus juga mengalami evolusi. Evolusi Venus dimulai dalam keadaan panas dan cair.
Seiring berjalannya waktu, planet-planet tersebut memancarkan radiasi ke luar angkasa dan mendingin. Pada suatu masa, Venus mungkin memiliki samudra cair. Samudra cair ini kemungkinan terbentuk dari uap air pada tahap awal evolusinya, mengkondensasi di permukaan planet dan berubah menjadi cair.
Martin menggunakan Model Iklim Global Tiga Dimensi untuk mensimulasikan semua aspek atmosfer Venus, termasuk interaksi gas dan awan dengan cahaya matahari, serta perputaran atmosfer. Simulasi ini memberikan gambaran atmosfer tanpa awan di wilayah Venus yang terkena sinar matahari secara langsung, dan dengan awan terbentuk terutama di kutub dan sisi malam planet.
Distribusi awan ini menciptakan pemanasan kuat melalui efek rumah kaca, mencegah air cair terbentuk di permukaan Venus. Kondisi yang mungkin sudah ada sejak awal perkembangan planet tersebut.
Martin menyatakan bahwa jika suatu saat Bumi menjadi terlalu hangat, hal ini dapat memicu efek rumah kaca berlebihan yang mengakibatkan penguapan samudra dari permukaan dan masuk ke atmosfer. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama selama evolusi Bumi.
"Temuan kami menunjukkan bahwa insolasi Bumi, jumlah radiasi matahari yang diterima sebuah planet di permukaannya, mungkin menjadi kunci utama dan alasan mengapa Bumi terhindar dari nasib serupa seperti Venus," ujar Martin, dilansir dari Sky AT Night Magazine.
Insolasi yang rendah memungkinkan Bumi untuk mengkondensasi samudranya pada awal terbentuknya. Satu-satunya cara air bisa mengkondensasi di permukaan Bumi atau tidak hilang di permukaan adalah dengan mengurangi jumlah radiasi matahari yang diterima oleh planet.
Empat miliar tahun yang lalu, Bumi mengalami periode "paradoks Matahari Muda yang Redup," di mana kecerahan Matahari lebih rendah, menghasilkan kondisi yang memungkinkan Bumi untuk mengkondensasi samudranya.
Dari penelitian atas Venus ini, ilmuwan dapat memperoleh wawasan berharga tentang bagaimana Bumi dapat menjaga keseimbangan iklimnya dan menghindari efek rumah kaca berlebihan. Apakah pengetahuan ini dapat diterapkan pada misi eksoplanet di masa depan, masih menjadi pertanyaan menarik untuk diteliti, mungkin dengan bantuan Teleskop Luar Angkasa James Webb yang canggih.