Sinyal Teknologi Alien Bisa Ditemukan di Planet Ekstrasurya Kaya Oksigen
ANTARIKSA -- Sebuah penelitian baru menyarankan agar para pemburu alien mencari teknologi kehidupan di planet yang memiliki kelimpahan oksigen tinggi di atmosfernya. Penelitian baru yang bertujuan mempertajam pencarian tanda-tanda teknologi dari peradaban luar bumi itu dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy pada 28 Desember 2023.
Amedeo Balbi, profesor astronomi dan astrofisika di Universitas Roma Tor Vergata Italia, dan Adam Frank, profesor fisika dan astronomi di Universitas Rochester AS, berpendapat, atmosfer planet perlu mengandung setidaknya 18 persen oksigen untuk memfasilitasi peradaban berteknologi. Alasannya sederhana: oksigen dibutuhkan untuk terjadinya kebakaran.
“Anda mungkin bisa mendapatkan biologi, Anda bahkan mungkin bisa mendapatkan makhluk cerdas di dunia yang tidak memiliki oksigen. Tetapi tanpa sumber api yang siap pakai, Anda tidak akan pernah mengembangkan teknologi yang lebih tinggi karena itu memerlukan bahan bakar dan peleburan,” kata Frank dalam sebuah pernyataan.
Balbi dan Frank menggambarkan tingkat 18 persen sebagai oxygen bottleneck (hambatan oksigen). Di bawah tingkat itu, berpotensi menghambat kehidupan cerdas dalam mengembangkan teknologi canggih yang bisa dideteksi melalui sinyal radio. Itu termasuk lampu kota asing, emisi inframerah dari kawanan Dyson, atau mungkin bangunan besar yang transit di bintang asing.
Baca Juga: Skenario Terbaik Kontak Pertama Manusia dengan Ras Alien
Konsep itu merupakan gabungan dari sejumlah hambatan lain yang didiskusikan para ilmuwan selama pencarian kehidupan di luar bumi, termasuk yang menentukan evolusi kehidupan multiseluler. Kemudian, hambatan yang berkaitan dengan pengembangan kecerdasan yang menggunakan alat, bahkan yang mengatur mereka bisa tetap bertahan di permukaan planetnya.
Bersama-sama, hambatan itu membentuk filter besar, sebuah konsep yang diperkenalkan oleh ekonom dan futuris Robin Hanson. Pada akhirnya, hal itu menggambarkan mengapa teknologi sepertinya langka di galaksi kita.
"Exoplanet dengan kelimpahan oksigen di bawah 18 persen tidak akan cukup untuk pembakaran di udara terbuka dalam waktu lama," kata tim peneliti.
Kurangnya teknologi memang bisa menghasilkan lingkungan yang lebih bersih, namun tanpa teknologi akan sulit mempertahankan industri yang tersebar luas. Tidak ada pemancar radio yang bisa dideteksi oleh perangkat elektronik tanpa adanya teknologi.
Di Bumi, kelimpahan oksigen di atmosfer kita adalah 21 persen. Namun, selama paruh pertama keberadaannya, atmosfer bumi didominasi oleh nitrogen dan karbon dioksida. Oksigen mungkin hanya berjumlah 0,001 persen.
Baca Juga: Oxford Kini Terlibat Aktif Mencari Kehidupan Alien di Luar Bumi
Kemudian, sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu, kelimpahan oksigen molekuler di atmosfer planet kita mulai meningkat drastis oleh evolusi cyanobacteria yang menghasilkan oksigen sebagai gas buang. Namun, peningkatan kadar oksigen saat itu berbahaya bagi bentuk kehidupan anaerobik karena berkurangnya hidrogen sulfida dan metana yang mereka butuhkan.
Karena itu, masuknya oksigen tambahan ke atmosfer bumi kadang disebut sebagai bencana oksigen, karena banyak spesies mikroba yang musnah. Dalam kurun sekitar 400 juta tahun sejak peristiwa itu (2 miliar tahun lalu), tingkat oksigen di atmosfer berada pada angka 10 persen. Artinya, angka tersebut masih terlalu rendah untuk mengatasi hambatan yang dialami Balbi dan Frank.
Penelitian keduanya menunjukkan jenis sistem planet seperti apa yang harus menjadi fokus pencarian kecerdasan luar angkasa (SETI) selama memburu sinyal teknologi.
“Menargetkan planet dengan tingkat oksigen tinggi harus diprioritaskan karena keberadaan tingkat oksigen tinggi di atmosfer planet ekstrasurya bisa menjadi petunjuk utama dalam menemukan potensi sinyal teknologi asing,” kata Frank.
Selain itu, mengingat lamanya waktu yang dibutuhkan bumi untuk mencapai tingkat oksigen melebihi 18 persen, maka masuk akal menargetkan planet-planet tua. Setidaknya yang tidak jauh dari umur bumi kita. "Penelitian ini bahkan bisa digunakan untuk mengabaikan tanda palsu dari planet yang tak memiliki cukup oksigen di atmosfernya," kata Balbi. Sumber: Space.com