Mengapa Bumi Mempunyai Kutub Magnet?
ANTARIKSA -- Bumi adalah satu-satunya di tata surya, karena dia
unik dalam sejumlah alasan. Bumi adalah satu-satunya planet dengan atmosfer oksigen yang dapat dihirup untuk bernapas, ditutupi oleh air cair, dan merupakan satu-satunya benda langit yang diketahui menjadi tempat kehidupan.
Namun, karakteristik yang sering diabaikan yang membuat planet kita istimewa adalah planet ini merupakan satu-satunya benda berbatu di bagian dalam tata surya yang memiliki kutub magnet yang kuat. Sebab, kompas Anda tidak akan berguna di Mars.
Dari mana datangnya kutub-kutub ini, dan apa fungsinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita mulai dengan menelanjangi pusat planet kesayangan kita.
Inti bumi terbagi menjadi dua lapisan; inti dalam yang padat dan inti luar yang terbuat dari logam cair. Kedua lapisan tersebut terbuat dari campuran besi magnetis dan nikel, dengan sedikit unsur ringan seperti oksigen, silikon, dan belerang.
Inti bagian dalamnya sangat padat dan panas, seperti marmer pijar raksasa. Namun inti luarnya bersifat cair dan berputar mengelilingi massa padat tersebut dengan arus konvektifnya sendiri. "Konveksi konstan inilah yang menghasilkan medan magnet bumi," kata John Tarduno, ahli geofisika di Universitas Rochester New York kepada Live Science, Senin, 11 September 2023.
Ketika panas dari inti dalam terus menerus memancar ke inti luar, panas tersebut bertemu dengan material yang didinginkan oleh aktivitas lempeng tektonik. Siklus ini mendorong konveksi, sehingga menimbulkan apa yang disebut geodinamo yang menghasilkan medan magnet.
Planet lain seperti Mars dan Venus, tidak memiliki medan magnet, sebagian karena kurangnya lempeng tektonik. Bukti menunjukkan bahwa planet-planet itu mungkin pernah memiliki geodinamo yang mampu bertahan sendiri, namun kemudian menghilang karena alasan yang belum diketahui. Merkurius memang memiliki medan magnet, namun terlalu lemah, hanya 1,1 persen dari medan magnet Bumi sehingga tidak mampu melindungi planet itu dari radiasi matahari.
Ketika logam cair di inti luar bumi mengalir, pergerakannya dan kandungan besi yang tinggi menyebabkan planet ini bertindak seperti magnet dipolar yang sangat besar. Satu kutub bermuatan negatif dan satu lainnya bermuatan positif. Sekitar 80 persen medan magnet bumi diatur dengan cara ini, namun 20 persen sisanya bersifat non-dipolar. "Alih-alih membentuk pita gaya magnet paralel, ada wilayah tertentu di mana medan magnet berputar dan terus berputar, berperilaku seperti pola cuaca yang melayang-layang," kata Tarduno.
Pola tidak beraturan ini menghasilkan bercak aneh di medan magnet, tempat seperti Anomali Atlantik Selatan, wilayah luas Samudera Atlantik di mana intensitas magnetosfer bumi menurun drastis. Para peneliti berpendapat 'penyok' pada medan magnet ini muncul dari aktivitas tektonik yang tidak biasa di bawah Afrika. Area seperti Anomali Atlantik Selatan memang menarik, namun juga memprihatinkan, karena beberapa alasan.
“Magnetosfer itu seperti selubung pelindung,” kata Joshua Feinberg, ahli geologi yang berspesialisasi dalam paleomagnetisme di Universitas Minnesota.
Magnetosfer ini membantu membelokkan sejumlah besar radiasi matahari berbahaya dari Bumi, bertindak seperti lapisan tabir surya di seluruh planet. Di daerah yang magnetosfernya lemah, dosis radiasi tambahan dapat bocor sehingga berpotensi berkontribusi terhadap tingginya angka kanker kulit.
“Kekhawatiran lainnya adalah dampaknya terhadap satelit,” kata Tarduno.
Semburan radiasi matahari yang kita kenal sebagai lontaran massa koronal dapat melumpuhkan satelit dan pesawat ruang angkasa lainnya jika tidak terlindung oleh medan magnet bumi. Hal ini dapat menimbulkan dampak bencana bagi telekomunikasi, akses internet, dan layanan GPS di wilayah yang terkena dampak anomali.
Anomali Atlantik Selatan mungkin berusia 11 juta tahun, menurut makalah tahun 2020 yang diterbitkan di jurnal PNAS. Anomali itu diduga ada hubungannya dengan fenomena medan magnet planet lainnya, seperti pembalikan kutub.
Pembalikan total kutub magnet Bumi
Sejarah medan magnet bumi tertulis dalam aliran lava purba dan sedimen laut dalam. Jenis material batuan ini kaya akan fragmen logam magnetis, seperti serpihan kecil besi, yang mengorientasikan dirinya sepanjang garis medan magnet.
“Pada akhirnya, kesejajaran alami tersebut terkunci di dalam sedimen, dan kita mendapatkan catatan mendalam tentang bagaimana orientasi medan magnet bumi,” kata Feinberg.
Dari catatan tersebut, para ilmuwan mengetahui bahwa kutub magnet planet kita bergeser seiring berjalannya waktu. Saat ini, geografis Kutub Utara berjarak sekitar 310 mil atau 500 kilometer dari kutub magnetnya, yang saat ini secara teknis bersifat magnetis selatan. Menurut NASA, sekitar setiap 300.000 tahun, kutub tiba-tiba terbalik, membalikkan arah magnet utara dan selatan.
Namun, catatan paleogeomagnetik menunjukkan bahwa pembalikan total kutub belum terjadi dalam waktu sekitar 780.000 tahun terakhir. Beberapa peneliti percaya bahwa ini berarti kita akan mengalami perubahan, dan kekuatan Anomali Atlantik Selatan dapat mengindikasikan bahwa hal tersebut sudah dekat.
Jika kutubnya terbalik, kekuatan medan magnet bumi akan turun hingga 20 persen, selama berabad-abad. Peristiwa seperti ini bisa membuat sistem komunikasi global kita saat ini menjadi berantakan. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa perubahan tersebut tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Feinberg mengatakan, mempelajari interior planet kita dan catatan paleogeomagnetik akan membantu kita memahami interaksi kompleks antara magnetosfer dan kehidupan di Bumi. Juga mungkin membantu kita bersiap menghadapi perubahan di masa depan. Sumber: Live Science