Hot Jupiter, Planet dengan Awan Logam dan Hujan Permata
ANTARIKSA -- Bayangkan, ada sebuah dunia di mana awannya terbuat dari logam, rubi cair, dan safir yang turun perlahan dari langitnya. Dunia yang seperti itulah yang ditemukan dalam sebuah studi astoromi baru-baru ini. Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy, Senin 21 Februari 2022, awan itu membungkus sebuah planet ekstrasurya, Jupiter WASP-121 b.
Pada 2015, para ilmuwan menemukan WASP-121 b, sebuah planet raksasa gas di luar tata surya, sekitar 880 tahun cahaya dari Bumi. Dijuluki Jupiter Panas karena sejenis raksasa gas yang memiliki kesamaan fisik dengan Jupiter kita. Ia mengorbit bintangnya dengan jarak lebih dekat sehingga lebih panas.
Sejak penemuannya, para peneliti terus menjelajahi lebih jauh planet itu, terutama atmosfernya yang aneh. Dan dalam studi terbaru ini, para ilmuwan yang menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble telah mengukur secara terperinci atmosfer di sisi malam planet ini. Dalam suasana malam yang agak dingin, tampak sejumlah hal yang aneh dan luar biasa, termasuk awan logam dan hujan yang terbuat dari permata cair.
"Sangat menarik untuk mempelajari planet seperti WASP-121 b yang sangat berbeda dengan yang ada di tata surya kita, karena mereka memungkinkan kita untuk melihat bagaimana atmosfer berperilaku dalam kondisi ekstrim," kata salah satu penulis studi tersebut, Joanna Barstow, dalam sebuah pernyataan.
Jupiter panas ini terkunci dalam kondisi pasang surut. Artinya, ia memiliki satu sisi yang selalu menghadap bintangnya. Pada siang hari, logam dan mineral di sisi WASP-121 b yang menghadap bintang, menguap. Atmosfer bagian atas sisi siang ini bisa sepanas 5.400 derajat Fahrenheit (3.000 derajat celcius). Itu sangat panas sehingga air di atmosfer bersinar, dan molekulnya terurai.
Tetapi di sisi malam planet, tim peneliti menemukan suhu atmosfer berkurang setengahnya. Perbedaan suhu ini menyebabkan angin kencang bertiup dari barat ke timur di sekitar planet, menarik air melalui atmosfer dari sisi siang hari ke sisi malam.
Molekul air yang terpisah menjadi atom hidrogen dan oksigen di sisi panas siang hari, kemudian kembali berubah setelah berada di sisi malam. Suhu dingin menggabungkan kembali atom-atom itu menjadi uap air. Pada gilirannya, air itu ditarik lagi ke sisi siang oleh angin dan begitu terus, dalam siklus yang berkelanjutan.
Selama siklus tersebut, suhu di sisi malam tidak pernah mencapai titik rendah yang cukup untuk membentuk awan air. Namun, itu tidak berarti awan tidak terbentuk sama sekali. Memang bukan awan air, tetapi yang terbentuk adalah awan logam yang aneh.
Data Hubble sebelumnya menunjukkan tanda-tanda logam termasuk besi, magnesium, kromium, dan vanadium, muncul sebagai gas di siang hari planet tersebut. Tetapi dalam penelitian terbaru, para ilmuwan telah menemukan bahwa di sisi malam planet, suhunya cukup dingin untuk membuat logam-logam tersebut mengembun menjadi awan.
Awan logam bukan satu-satunya fenomena aneh yang ditemukan di Jupiter yang panas itu. Mereka juga menemukan bukti kemungkinan adanya hujan dalam bentuk permata cair.
Para ilmuwan terkejut, di antara logam yang mereka deteksi di atmosfer planet ini, mereka tidak menemukan aluminium atau titanium. Mereka berpikir bahwa temuan mengejutkan tersebut dapat dijelaskan dengan adanya kondensasi logam dan hujan yang turun ke tingkat yang lebih rendah di luar wilayah yang diamati.
Uap logam ini mengembun menjadi hujan logam, dan aluminiumnya mengembun bersama oksigen yang kemudian membentuk korundum. Yang terakhir ini adalah senyawa logam yang ketika dicemari oleh logam lain di atmosfer akan membentuk apa yang kita kenal di Bumi sebagai rubi atau safir.
Selain menjelaskan sisi malam Jupiter panas, tim juga mempelajari sisi siang planet tersebut. "Untuk menyelidiki seluruh permukaan WASP-121 b, kami mengambil spektrum dengan Hubble selama dua kali revolusi lengkap planet," kata rekan penulis, David Sing, seorang peneliti di Universitas Johns Hopkins di Maryland.
Dengan menggabungkan informasi tentang sisi malam dan sisi siang WASP-121 b, tim peneliti mengungkapkan wawasan baru tentang bagaimana atmosfer planet bekerja secara keseluruhan. Tim tersebut mampu mengamati siklus lengkap air di planet ini. Dengan begitu, penelitian ini menjadi yang pertama mempelajari siklus air secara penuh pada sebuah planet di luar tata surya.
Namun, masih banyak yang harus dipelajari. Tim tersebut berencana untuk mengeksplorasi lebih lanjut planet ekstrasurya dengan Teleskop Luar Angkasa James Webb NASA. Teleskop generasi lanjutan itu baru tiba di tempat pengamatannya di luar angkasa dan akan mulai bekerja pada Juni mendatang. Webb disebut akan mampu menjangkau yang tak pernah terjamah sebelumnya.
"Untuk lebih memahami planet ini, kami akan mengamatinya dengan Teleskop Luar Angkasa James Webb dalam tahun pertama operasinya," kata penulis utama, Thomas Mikal-Evans, seorang peneliti di Institut Astronomi Max Planck.
Sumber: Space.com