Suhu Termosfer Diprediksi Terus Naik, Ini Risikonya Bagi Bumi
ANTARIKSA -- Suhu lapisan termosfer baru-baru ini mencapai puncak suhu selama hampir 20 tahun. Suhu termosfer naik lantaran lapisan kedua di atmosfer itu terus menerus menyerap energi dari badai geomagnetik yang menghantam Bumi tahun ini.
Badai geomagnetik lebih sering terjadi siklus maksimum matahari. Siklus matahari terjadi kira-kira 11 tahun di mana matahari paling aktif dan ditutupi bintik matahari gelap dan loop plasma yang mengeluarkan lontaran massa coronal (CME) dan angin matahari.
Akibatnya, termosfer Bumi juga mengikuti siklus kira-kira 11 tahun. Ilmuwan pemerintah dari NASA dan NOAA memperkirakan matahari maksimum berikutnya akan terjadi pada tahun 2025. Ini berarti tren pemanasan kemungkinan akan berlanjut selama beberapa tahun ke depan.
Para ahli memperingatkan bahwa aktivitas matahari bisa berdampak pada satelit yang mengorbit Bumi.
Perubahan termosfer dapat menimbulkan tantangan bagi satelit di orbit rendah Bumi yang diposisikan di sekitar batas atas termosfer.
"Termosfer mengembang saat menghangat," kata Martin Mlynczak, peneliti pada misi satelit Thermosphere, Ionosphere, Mesosphere, Energetics and Dynamics (TIMED) di Pusat Penelitian Langley NASA di Virginia, kepada Live Science.
Dampaknya, kata dia, menghasilkan peningkatan hambatan aerodinamis pada semua satelit dan puing-puing ruang angkasa. Peningkatan tarikan ini dapat menarik satelit lebih dekat ke Bumi yang dapat menyebabkan satelit saling bertabrakan atau benar-benar jatuh dari orbit. Hal ini seperti yang terjadi pada satelit SpaceX Starlink ketika Februari 2022 setelah badai geomagnetik yang mengejutkan.
Operator satelit dapat menghindari masalah ini dengan memposisikan pesawat ruang angkasa mereka di orbit yang lebih tinggi bila diperlukan. Namun, cuaca luar angkasa yang tidak dapat diprediksi membuat sulit untuk mengetahui kapan manuver ini diperlukan hingga sering terlambat.
Siklus maksimum matahari juga bisa tiba lebih cepat dari yang diperkirakan. Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan 30 Januari dalam jurnal Frontiers in Astronomy and Space Sciences menunjukkan bahwa puncak aktivitas matahari dapat tiba paling cepat akhir 2023 dan lebih kuat dari perkiraan semula. Jika skenario ini terjadi, maka risiko bencana satelit semakin meningkat.
Namun, dalam rentang waktu yang lebih lama, suhu di termosfer menurun. Sebab, sebuah studi 8 Mei di jurnal Earth Atmospheric and Planetary Sciences menemukan bahwa kelebihan CO2 di termosfer akibat perubahan iklim meningkatkan emisi infra merah ke luar angkasa. Normalnya, emisi infra merah ke luar angkasa bisa menurunkan suhu termosfer.