Letusan Gunung Berapi Bawah Laut Antartika Memicu 85.000 Gempa Bumi
ANTARIKSA -- Penemuan 19.000 gunung berapi bawah laut di bumi baru-baru ini membuat para ilmuwan terkejut. Sebab, selama ini mereka jarang terpantau, padahal faktanya keberadaan mereka bisa mengancam kehidupn di dunia. Tsunami kolosal tidak jarang menjadi akibat dari letusan puncak gunung yang tersembunyi dalam lautan.
Pada 2020, gunung berapi bawah laut yang sudah lama tidak aktif di dekat Antartika terbangun, dan memicu 85.000 gempa bumi. Kawanan gempa, yang dimulai pada Agustus 2020 dan mereda pada November tahun itu, merupakan aktivitas gempa terkuat yang pernah tercatat di wilayah tersebut.
Sebuah penelitian baru yang dipublikasikan tahun lalu menyatakan, gempa tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh 'jari' magma yang panas menyembul ke dalam kerak bumi. "Ada intrusi serupa di tempat lain di Bumi , tetapi ini adalah pertama kalinya kami mengamatinya di sana," kata rekan penulis penelitian, Simone Cesca kepada Live Science pada April 2022.
Seismolog di GFZ German Research Center for Geosciences, Potsdam itu mengatakan, biasanya, proses gempa seperti itu terjadi dalam skala waktu geologis yang lama, bukan dalam rentang waktu hidup manusia. "Jadi sedikit banyak, kita beruntung melihat ini," kata Cesca. Baca: Mega-Tsunami Setinggi Gedung 30 Lantai Buktikan Bahaya Gunung Api Bawah Laut.
Serangkaian gempa itu terjadi di sekitar Gunung Laut Orca, gunung berapi tidak aktif yang menjulang 2.950 kaki atau 900 meter dari dasar laut di Selat Bransfield. Itu adalah jalur sempit antara Kepulauan Shetland Selatan dan ujung barat laut Antartika.
Menurut sebuah studi tahun 2018 di jurnal Polar Science, di wilayah itu terdapat lempeng tektonik Phoenix yang menyelam di bawah lempeng benua Antartika, menciptakan jaringan zona patahan, meregangkan beberapa bagian kerak, dan membuka celah di tempat lain.
Para ilmuwan di stasiun penelitian Pulau King George, salah satu Kepulauan South Shetland, adalah yang pertama merasakan gemuruh gempa kecil. Kabar segera menghampiri Cesca dan rekan-rekannya di seluruh dunia, beberapa di antaranya berkolaborasi dalam proyek terpisah dengan para peneliti di pulau itu. "Tim ingin memahami apa yang sedang terjadi, tetapi Pulau King George terpencil, dengan hanya dua stasiun seismik di dekatnya," kata Cesca.
Jadi, para peneliti menggunakan data dari stasiun seismik tersebut, serta data dari dua stasiun bumi untuk sistem navigasi satelit global dan mengukur perpindahan tanah. Mereka juga melihat data dari stasiun seismik yang lebih jauh dan dari satelit yang mengelilingi Bumi. "Satelit menggunakan radar untuk mengukur pergeseran di permukaan tanah," kata penulis penelitian di jurnal Communications Earth & Environment pada 11 April 2022.
Cesca mengatakan, stasiun terdekat yang sederhana masih bagus untuk mendeteksi gempa terkecil. Stasiun yang lebih jauh menggunakan peralatan yang lebih canggih sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih rinci tentang gempa yang lebih besar. "Dengan mengumpulkan data ini bersama-sama, tim dapat membuat gambaran geologi dasar yang memicu gempa besar ini," kata dia.
Dua gempa bumi terbesar dalam rangkaian tersebut adalah gempa berkekuatan 5,9 pada Oktober 2020 dan gempa berkekuatan 6,0 pada bulan November. Setelah gempa November, aktivitas seismik berkurang. Gempa tersebut telah menggeser tanah di Pulau King George sekitar 11 sentimeter. Baca: Ilmuwan Terperanjat, Satelit Temukan 19.000 Gunung Berapi Bawah Laut.
Hanya 4 persen dari perpindahan tanah itu yang dapat dijelaskan secara langsung dari aktivitas gempa. Namun, para ilmuwan menduga pergerakan magma ke dalam kerak bumi sebagian besar menyebabkan pergeseran tanah yang lebih dramatis.
"Apa yang kami pikirkan adalah magnitudo 6 entah bagaimana menciptakan beberapa retakan dan mengurangi tekanan tanggul magma," kata Cesca.
Menurut Cesca, letusan puncak di bawah laut belum bisa dipastikan. Namun, jika akan ada letusan besar gunung bawah laut itu, kemungkinan besar akan terjadi saat itu. Namun hingga saat ini, belum ada bukti langsung adanya letusan yang mengkonfirmasi bahwa gunung berapi perisai besar meledakkan puncaknya.
"Para ilmuwan harus mengirim misi ke selat untuk mengukur batimetri, atau kedalaman dasar laut, dan membandingkannya dengan peta sebelumnya, katanya. Sumber: Live Science
Baca juga:
Mega-Tsunami Setinggi Gedung 30 Lantai Buktikan Bahaya Gunung Api Bawah Laut
Ilmuwan Terperanjat, Satelit Temukan 19.000 Gunung Berapi Bawah Laut
ESA Ungkap Foto Satelit Letusan Gunung Anak Krakatau
12 Obyek Paling Aneh di Alam Semesta: Sinyal Misterius Hingga Tembakan Infra Merah
Pembentukan Alam Semesta 1: Big Bang dan Era Kegelapan
Ikuti ulasan lainnya dari Antariksa dengan subscribe di sini.