Akhirnya, Para Ilmuwan Temukan 7 Partikel Hantu Saat Menembus Bumi
ANTARIKSA -- Para astronom di observatorium IceCube, yang terkubur jauh di dalam es di kutub selatan, telah mendeteksi tujuh kandidat partikel hantu. Partikel yang eksotis dan sulit ditangkap itu terdeteksi saat mengalir melalui Bumi.
Sinyal menunjukkan partikel-partikel itu adalah tau neutrino astrofisika. Mereka bertindak sebagai pembawa pesan penting antara peristiwa-peristiwa angkasa yang kuat dan berenergi tinggi dan kita di Bumi.
Neutrino adalah partikel tak bermuatan dan hampir tak bermassa yang meluncur melintasi kosmos dengan kecepatan mendekati cahaya. Anehnya, karena parameter tersebut, neutrino hampir tidak berinteraksi dengan apa pun.
Faktanya, sekitar 100 triliun neutrino melewati tubuh kita setiap detik. Jika Anda seorang pendeteksi neutrino, Anda harus menunggu sekitar 100 tahun hingga neutrino berinteraksi dengan partikel di tubuh Anda. Wajar jika neutrino dijuluki partikel hantu.
Baca Juga: Laut China Selatan akan Menjadi Pusat Sains Dunia, Detektor Neutrino sedang Dibangun
Neutrino berenergi tinggi dari sumber kosmik di tepi Bima Sakti disebut neutrino astrofisika. Ia hadir dalam tiga jenis atau generasi, yaitu neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau. Semua partikel hantu ini sangat sulit dipahami, tetapi menemukannya adalah misi IceCube.
Pada tahun 2013, observatorium itu melakukan deteksi pertama neutrino astrofisika. Sekarang, IceCube tampaknya mendeteksi neutrino tau astrofisika, jenis pembawa pesan kosmik yang benar-benar baru.
“Deteksi tujuh kandidat peristiwa tau neutrino dalam data, dikombinasikan dengan jumlah latar belakang yang diharapkan, sangat rendah. Hal itu memungkinkan kami mengklaim bahwa sangat kecil kemungkinannya latar belakang berkonspirasi untuk menghasilkan tujuh tau neutrino penipu (palsu),” kata rekan penulis peneliti, Doug Cowen.
Profesor fisika dan pemimpin Penn State University itu mengatakan, penemuan neutrino tau astrofisika juga memberikan konfirmasi kuat atas penemuan awal IceCube tentang fluks (aliran) neutrino astrofisika yang menyebar. Penemuan fluks itu terjadi 2013.
Terjebak di Bawah Es
Untuk mendeteksi neutrino saat melewati Bumi, IceCube menggunakan rangkaian bola emas yang disebut modul optik digital (DOM), yang tertanam di dalam es. Secara total, observatorium tersebut memiliki 5.160 DOM yang terkubur jauh di dalam es Antartika, menunggu neutrino berinteraksi dengan molekul di dalam es dan menghasilkan partikel bermuatan.
Baca Juga: Ilmuwan: Peta Galaksi Neutrino adalah Tampilan Pertama Bima Sakti
Partikel bermuatan itu memancarkan cahaya biru saat mereka bergerak menembus es, dan DOM akan mencatat cahaya tersebut. Lebih khusus lagi, ketika neutrino tau berenergi tinggi berinteraksi dengan molekul, mereka menciptakan emisi cahaya yang khas, termasuk peristiwa kaskade ganda khas yang menghasilkan dua puncak tingkat cahaya yang terdeteksi oleh DOM.
Sebelumnya, IceCube berhasil menangkap petunjuk menarik dari tanda-tanda tau neutrino tersebut. Namun Cowen dan rekannya tetap ingin menunjukkan dengan tepat partikel yang sulit dipahami tersebut.
Tim tersebut melatih jaringan saraf konvolusional untuk menyaring hampir 10 tahun data IceCube antara tahun 2011 dan 2020. Hal itu menghasilkan tujuh kandidat tau neutrino kuat terdeteksi.
Tim mengesampingkan kemungkinan deteksi itu sebagai hasil dari kesalahan identifikasi. Namun Cowen menjelaskan, kemungkinan latar belakang yang terdeteksi DOM meniru sinyal itu hanya 1 berbanding 3,5 juta.
Memahami osilasi neutrino bisa menjadi kunci menjawab beberapa pertanyaan astronomi: bagaimana partikel hantu itu dihasilkan, peristiwa apa yang membuat mereka meluncur melintasi ruang angkasa, dan mengapa mereka bertransisi ke generasi berikutnya seiring berjalannya waktu.
Baca Juga: India Bangun Observatorium Gelombang Penyebab Ruang-Waktu Melengkung
“Secara keseluruhan, penemuan menarik ini hadir dengan kemungkinan memanfaatkan tau neutrino untuk mengungkap ilmu fisika baru,” Cowen menyimpulkan. Penelitian tim itu ditampilkan di repositori makalah arXiv dan akan dipublikasikan di jurnal Physical Review Letters. Sumber: Space.com