Phaethon, Asteroid Aneh yang Jadi Sumber Asal Hujan Meteor Geminid Desember
ANTARIKSA -- Pada 13 Desember dan 14 Desember diperkirakan akan terjadi puncak hujan meteor Geminid pada tahun 2023. Kebanyakan hujan meteor biasanya disebabkan oleh sisa-sisa pergerakan komet. Namun, tidak demikian denga hujan meteor Geminid.
Hujan meteor Geminid bersumber dari 3200 Phaethon, yang merupakan objek campuran antara asteroid. Phaethon lebih umum diklasifikasikan sebagai asteroid. “Komet batu” ini tidak sedingin es, seperti komet.
Anehnya, 3200 Phaethon menjadi lebih terang saat mendekati Matahari, seperti halnya komet. Phaethon juga memiliki ekor.
Orbit 3200 Phaethon lebih dekat ke matahari dibandingkan asteroid lain. Pada titik terdekatnya, Phaethon hanya berjarak 20,9 juta km dari matahari. Jarak tersebut kurang dari setengah jarak terdekat Merkurius.
Nama objek ini 3200 Phaethon diambil untuk menghormati hubungannya dengan matahari. Dalam mitologi Yunani, Phaethon adalah putra dewa matahari Helios.
Phaethon diklasifikasikan sebagai asteroid yang berpotensi berbahaya. Namun bukan berarti hal ini merupakan ancaman bagi Bumi.
Phaethon disebut berbahaya karena ukurannya yang besar. Perkiraan terbaru pada tahun 2021 menunjukkan lebarnya 5,8 km. Objek ini cukup besar untuk menyebabkan kerusakan yang signifikan jika menghantam Bumi.
Selain itu, asteroid ini melakukan pendekatan jarak dekat secara berkala ke Bumi. Namun para astronom mengetahui tidak akan ada serangan yang akan datang dari objek ini
Para ilmuwan telah lama bingung dengan 3.200 Phaethon. Bagaimana asteroid berbatu bisa meninggalkan puing-puing yang memicu hujan meteor? Dari mana asal ekornya?
Para ilmuwan terus menemukan jawaban tentang bagaimana asteroid ini dapat menghasilkan salah satu hujan meteor terbaik tahun ini.
Penelitian baru pada 3200 Phaethon
Pada 28 November 2023, tim Universitas Helsinki merilis siaran pers yang menghubungkan jenis meteorit langka dengan asteroid 3200 Phaethon. Temuan mereka didasarkan pada penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Astronomy pada 2 November 2023.
Para peneliti di Universitas Helsinki membandingkan spektrum inframerah 3200 Phaethon dari teleskop luar angkasa Spitzer milik NASA. Mereka menemukan spektrum Phaethon menunjukkan mineral olivin, karbonat, besi sulfida, dan oksida semuanya ada di asteroid.
Semua itu cocok dengan komposisi meteorit kondrit berkarbon CY. Ini adalah jenis meteorit langka. Saat meteorit CY terkena suhu tinggi, seperti saat 3200 Phaethon melintas di dekat matahari, karbonat dalam meteorit menghasilkan karbon dioksida, melepaskan uap air, dan sulfida melepaskan gas belerang.
Bagaimana puing-puing komet bisa terbentuk?
Para peneliti menggunakan data eksperimen dari penelitian lain bersama dengan model termal. Penulis utama, peneliti postdoctoral Eric MacLennan dari Universitas Helsinki, mengatakan emisi natrium bisa menjadi alasan ekor asteroid muncul ketika berada dekat matahari.
"Dekomposisi termal dapat menjelaskan bagaimana debu dan kerikil dilepaskan dari Phaethon," ujar dia, dilansir dari EarthSky.
Studi mereka juga terkait dengan temuan sebelumnya yang dirilis NASA pada tahun 2021. ?NASA menemukan natrium keluar dari 3200 permukaan Phaethon.
Pada 16 Agustus 2021, para ilmuwan di Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California, mengumumkan kemungkinan penjelasan atas perilaku mirip komet 3200 Phaethon.
Salah satu jawabannya mungkin adalah natrium yang mendesis dari permukaan asteroid. Pernyataan mereka menjelaskan bahwa asteroid ini bersifat cerah saat mendekati matahari.
Perilaku ini biasanya terjadi pada komet. Saat memanas, permukaan esnya menguap, menyebabkan komet menjadi lebih aktif dan cerah karena gas dan debu yang keluar menghamburkan lebih banyak sinar matahari.
Apa yang menyebabkan Phaethon menjadi cerah jika bukan karena menguapkan es?
Pelakunya bisa jadi adalah natrium. Orbit Phaethon yang memanjang selama 524 hari membawa objek tersebut berada dalam orbit Merkurius, di mana matahari memanaskan permukaan asteroid hingga sekitar 750 C.
Dengan orbit yang begitu hangat, air, karbon dioksida, atau es karbon monoksida di dekat permukaan asteroid pasti sudah terpanggang sejak lama. Namun, pada suhu tersebut, natrium mungkin keluar dari batuan asteroid dan terbang ke luar angkasa.
Astronom Joe Masiero dari IPAC di Caltech, penulis utama penelitian ini menatakan asteroid ini memiliki kandungan es yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. "Jadi kami tertarik dengan kemungkinan bahwa natrium, yang relatif banyak terdapat di asteroid, bisa menjadi elemen yang mendorong aktivitas ini.
Hujan meteor Geminid
Ketika meteoroid (pecahan kecil batuan dari luar angkasa) melintasi atmosfer bumi sebagai meteor, meteorid hancur. Namun sebelum itu terjadi, gesekan dengan atmosfer menyebabkan suhu udara di sekitar meteoroid mencapai ribuan derajat sehingga menghasilkan cahaya.
Warna cahaya ini mewakili unsur-unsur yang dikandungnya. Natrium, misalnya, menghasilkan semburat oranye. Hujan meteor Geminid dikenal rendah natrium.
Hingga saat ini, ada anggapan bahwa bongkahan batu kecil tersebut kehilangan natriumnya setelah meninggalkan asteroid. Studi baru ini menunjukkan bahwa natrium berperan penting dalam mengeluarkan meteoroid Geminid dari permukaan Phaethon.
Ilmuwan menduga saat asteroid mendekati Matahari, natriumnya memanas dan menguap. Proses ini sudah lama menghabiskan natrium di permukaannya.
Namun natrium di dalam asteroid masih memanas, menguap, dan mendesis ke luar angkasa melalui retakan dan celah di kerak terluar Phaethon. Jet-jet ini akan memberikan kekuatan yang cukup untuk mengeluarkan puing-puing batuan dari permukaannya.
Jadi natrium yang mendesis tidak hanya dapat menjelaskan kecerahan asteroid yang mirip komet, tetapi juga bagaimana meteoroid Geminid akan terlempar dari asteroid dan mengapa meteoroid tersebut mengandung sedikit natrium.