Mengungkap Petir yang Menyambar Bumi Jadi Misi Khusus Astronot di ISS
ANTARIKSA -- Petir adalah peristiwa langit umum yang sering menyebabkan bencana fatal. Namun, ternyata ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami bagaimana ia muncul dan seperti apa strukturnya.
Saat ini, seorang astronot dan kamera barunya akan mengamati jantung badai petir untuk mempelajari lebih lanjut tentang strukturnya. Astronot Badan Antariksa Eropa (ESA), Andreas Mogensen merencanakan tindak lanjut penelitiannya pada tahun 2015 di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Baru tiba di kompleks orbit untuk misi enam bulan, Mogensen akan melihat sekali lagi badai petir yang menyambar Bumi. Ia berharap melihat fenomena yang sulit dipahami, antara lain 'jet biru' (petir terbalik) dan 'sprite merah' (pelepasan di lapisan atmosfer bumi, yang dikenal sebagai mesosfer.)
“Masih banyak yang harus dipahami secara pasti bagaimana mereka terbentuk, bagaimana mereka berkembang,” kata Mogensen kepada Space.com pada Juli, sebelum lepas landas pada 25 Agustus 2023 dengan pesawat antariksa SpaceX Crew-7.
Mogensen menambahkan, penelitian petir akan menjadi salah satu studi yang lebih menarik bagi tim di ISS. Sebab, gambar jet biru yang dibuatnya pada tahun 2015 menjadi sampul Science dan Nature, jurnal paling bergengsi di komunitas ilmiah.
Petir pernah dipotret oleh kamera di luar angkasa sebelumnya berkat satelit yang kuat, contohnya seri GOES (Satelit Lingkungan Operasional Geostasioner) Amerika dan seri Meteosat Generasi Ketiga Eropa yang baru. Namun, penelitian yang dilakukan manusia memungkinkan lebih banyak fleksibilitas karena lebih mudah menugaskan kembali Mogensen saat badai muncul. Catatannya, dia tidak sibuk dengan sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dalam jadwal.
Ada dua hal lain yang menguntungkan Mogensen. Misinya pada 2015, ia hanya memiliki 10 hari. Sementara kali ini, dia akan tinggal di luar angkasa setidaknya selama enam bulan. Kamera baru yang ia bawa, yang disebut kamera Davis, juga merupakan hal yang baru. Kamera itu mampu menangkap hingga 100.000 gambar per detik berdasarkan peristiwa yang dilihatnya.
Kamera baru ini, kata Mogensen, memberi para ilmuwan cara untuk mempelajari pembentukan dan perkembangan jenis petir yang dimaksud dengan lebih rinci. "Dan masih banyak yang harus dipahami secara pasti bagaimana mereka terbentuk, bagaimana mereka berkembang," kata dia.
Kamera Davis bersifat neuromorfik, artinya menggunakan cara pencitraan yang berbeda dari yang ditemukan pada kamera standar. “Alih-alih mengambil gambar dengan mengumpulkan cahaya melalui penutup kamera, kamera ini mengukur perbedaan cahaya dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat gambar,” tulis pejabat ESA dalam pernyataan pada Kamis, 7 September 2023.
Seseorang yang duduk diam di ruangan yang terang tidak akan terekam di kamera Davis, karena cahayanya tidak berubah. Jika orang tersebut mulai bergerak, kamera Davis akan merekam perubahan cahaya dan menghasilkan sebuah video.
Olivier Chanrion, penulis utama presentasi penelitian di Uni Geofisika Eropa Wina pada April 2023 mengatakan, mengamati petir juga memberikan pandangan unik tentang perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. "Interaksi antara peristiwa petir ini dan atmosfer bagian atas belum sepenuhnya dipahami," kata Chanrion. Ia juga merupakan peneliti senior di DTU Space, yang merupakan lembaga penelitian luar angkasa terbesar di Denmark.
Studi baru ini, tambah Chanrion, memberikan kesempatan untuk menganalisis dan mengukur dampak badai petir. Peneliti juga bisa memeriksa sejauh mana hal tersebut terkait dengan melampaui puncak awan petir yang menyuntikkan gas rumah kaca dan aerosol ke stratosfer. Sumber: Space.com