Data Satelit Bisa Memprediksi Kapan Tanah akan Longsor
ANTARIKSA -- Pada tahun 2017, bencana tanah longsor melanda Desa Xinmo di Barat Daya Cina tanpa peringatan. Longsoran batu dan lumpur menelan rumah-rumah dan mengubur puluhan orang hidup-hidup.
Di sisi lain dunia, Gunung Stromboli di Laut Tyrrhenian, Sisilia runtuh beberapa kali pada tahun 2015 dan 2016. Reruntuhan batu besar menyebabkan kehancuran di wilayah sekitarnya.
Tapi, apa kesamaan dari dua peristiwa alam yang tidak berhubungan itu? Peneliti di Universitas Melbourne telah menemukan bahwa dua peristiwa ini sebenarnya dapat diprediksi lebih awal menggunakan data satelit luar angkasa dan model matematis berbasis data terbaru.
Memantau bahaya dari luar angkasa
Citra radar satelit telah lama digunakan untuk memprediksi dan menangkap tanda-tanda dini bencana alam, termasuk tanah longsor. Berton-ton batu, tanah, lumpur, atau puing-puing yang bergerak menuruni lereng sering kali menghancurkan segala sesuatu yang dilaluinya sebelum menghujam wilayah pertanian atau permukiman.
Pada Januari 2022 saja, telah terjadi beberapa bencana alam yang hebat, mulai dari tsunami di Tonga hingga runtuhnya batu karang di Brasil. Keduanya menyebabkan hilangnya banyak nyawa manusia dan tentu saja merusak lingkungan. Tetapi, risiko bencana pada area lereng yang sangat luas akan sulit dilacak oleh data satelit, termasuk di mana harus memfokuskan analisis.
Dalam sebuah studi baru, para peneliti di University of Melbourne telah mengembangkan metode prediksi berbasis data. Ini akan memberikan peramalan yang lebih baik terhadap lokasi dan geometri wilayah yang berpotensi longsor.
Tim peneliti membangun model prediksi menggunakan perangkat mesin pembelajar. Menggunakan data yang diambil satelit, alat tersebut akan mempelajari dan mengidentifikasi karakteristik paling umum dan unik pada tanah longsor. Model prediksi itu disebut dapat secara akurat mengidentifikasi lokasi bencana jauh sebelum itu terjadi.
Profesor Antoinette Tordesillas dari School of Mathematics and Statistics dan peneliti utama studi tersebut mengatakan, tujuan teknologi yang mereka bangun adalah mencegah hilangnya banyak nyawa manusia dengan mengurangi risiko bencana. Alat itu dapat mengakses area yang luas, termasuk area terpencil yang tidak dapat diakses menggunakan data gratis. Model ini juga tidak bergantung pada teknologi industri yang mahal.
"Model baru ini telah dirancang untuk digunakan dengan data satelit secara gratis dan dapat diakses secara luas," kata Tordesillas.
Model ini dibangun berdasarkan penelitian sebelumnya yang juga dilakukan Profesor Tordesillas dan rekan-rekannya. Sebelumnya, mereka mengandalkan teknologi radar resolusi tinggi untuk mendeteksi pergerakan lereng untuk keperluan perusahaan pertambangan. Namun, teknologi lama itu tidak mampu mencangkup area yang luas.
Tordesillas menjelaskan, alat sebelumnya memberikan peringatan dini yang akurat tentang lokasi dan kapan satu lereng akan mengalami kegagalan. Tetapi jika diarahkan pada area yang sangat luas dan lokasi target sangat kecil, maka akan didapatkan data yang sangat tidak seimbang.
"Ini adalah masalah besar karena sinyal dari bencana yang akan datang tidak terdeteksi dengan baik, yang mengakibatkan penurunan kinerja peramalan. Kami telah memperbaiki masalah ini," kata dia.
Peringatan dini
Menentukan lokasi yang akan mengalami kegagalan lahan atau akan longsor dari luar angkasa merupakan tugas yang menantang. Dengan menggunakan informasi terbaru terkait kegagalan batuan dan matematika terapan, metode baru itu dapat mengidentifikasi lokasi kegagalan tanah yang akan segera terjadi dan memberikan peringatan dini kepada masyarakat yang berisiko.
"Pendekatan kami memberikan intervensi penting dan penilaian risiko tepat waktu dari data satelit, terutama untuk daerah terpencil yang sulit atau tidak mungkin (segera) diakses. "Kami melakukan ini dengan mengekstraksi pola ruang dan waktu evolusi perpindahan tanah," kata Tordesillas.
Jika satelit melihat tanda-tanda awal kegagalan yang akan terjadi, maka tim akan langsung mengekstrak informasi secara efisien dari jumlah data yang tersedia. Alat ini dapat menunjukkan dengan tepat kapan kegagalan akan terjadi pada suatu lokasi, bahkan pada area kecil atau kurang dari 1 persen dari total area yang sedang dipantau.
Peringatan dini semacam ini sangat penting sebagai persiapan awal dan upaya evakuasi masyarakat. Sama seperti kasus longsoran salju di Desa Xinmo dan longsoran batu di Brasil, jika ada peringatan dini dan intervensi, masyarakat dapat segera dievakuasi sehingga banyak nyawa bisa diselamatkan.
Dengan menggunakan data satelit, alat ini dapat digunakan di mana saja di dunia, terutama di negara-negara yang memiliki risiko tinggi tanah longsor, seperti Nepal dan Italia. Survei helikopter dari lokasi yang tidak dapat dijangkau di Gunung Berapi Stromboli, tempat terjadinya longsoran batu pada tahun 2015–16, membuktikan alat tersebut dapat memprediksi jatuhan batu dengan akurasi yang tepat.
Teknologi ini juga telah didukung oleh industri, pemerintah, dan mitra akademis di seluruh dunia. Ketua UNESCO untuk Pencegahan dan Manajemen Berkelanjutan dari Bahaya Geo-Hidrologi, Profesor Filippo Catani mengatakan, metode baru ini memanfaatkan analisis multivariat ruang-waktu untuk menyaring kumpulan data besar radar satelit. Mereka kemudian memprediksi bencana yang akan terjadi, baik dalam skala global maupun lokal.
"Ini mungkin menawarkan komponen baru dari sistem peringatan dini praktis menggunakan data satelit, yang mampu mengantisipasi terjadinya bencana tanah longsor, runtuhan lubang, dan bencana terkait kegagalan lereng," kata dia.
Sumber: Phys.org