News

Energi Setara 25 Miliar Bom Atom Terperangkap di Bumi, Ada Apa?

Ilustrasi pemanasan global. (sumber: pixabay)
Ilustrasi pemanasan global. (sumber: pixabay)

ANTARIKSA -- Pemanasan global dampaknya tidak main-main. Dalam penemuan terbaru, pemanasan global telah menjebak sejumlah besar energi di atmosfer Bumi selama 50 tahun terakhir.

Temuan yang diterbitkan 17 April di jurnal Earth System Science Data memperkirakan antara tahun 1971 dan 2020, sekitar 380 zettajoules energi terperangkap di Bumi.

Jumlah energi itu adalah 380 dengan tambahan nol sebanyak 21 di belakangnya. Sulit untuk membayangkan bagaimana besarnya energi tersebut. Temuan dengan judul Heat stored in the Earth system 1960–2020: where does the energy go? ditulis oleh tim ilmuwan internasional, Karina von Schuckmann dkk.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam artikel untuk The Conversation, dua ilmuwan iklim yang tidak terlibat dalam penelitian ini yakni Andrew King (University of Melbourne di Australia), dan Steven Sherwood (University of New South Wales di Sydney), menghitung bahwa 380 zettajoule setara dengan sekitar 25 miliar bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada 6 Agustus 1945.

Yang lebih mencengangkan, energi yang diserap oleh planet selama periode waktu ini kemungkinan besar hanya setara dengan sekitar 60 persen dari total emisi gas rumah kaca. Jadi jumlah sebenarnya bahkan lebih tinggi.

Namun, jumlah energi sebesar itu juga membingungkan. Sebab, berdasarkan jumlah panas yang terperangkap di atmosfer, suhu global rata-rata seharusnya naik puluhan derajat sejak zaman praindustri, bukannya (1,2 derajat Celcius) seperti yang diamati saat ini. Jadi kemana perginya semua energi ekstra ini?

Menurut penelitian, lautan telah menyerap sekitar 89 persen energi (338,2 zettajoules). Daratan telah menyerap 6 persen (22,8 zettajoules), 4 persen (15,2 zettajoules) telah melelehkan bagian kriosfer. Kriosfer adalah bagian dari sistem iklim bumi yang termasuk salju, es laut, es air tawar, gunung es, gletser dan tudung es, lapisan es, rak es, dan permafrost. Hanya 1 persen (3,8 zettajoule) yang tersisa di atmosfer.

Sebagian besar panas yang diserap oleh lautan terperangkap di 1 kilometer bagian atas lautan. Hal ini telah menyelamatkan umat manusia dari beban perubahan iklim. Nmun, ini juga menyebabkan peningkatan suhu permukaan laut secara besar-besaran. Dampaknya kutub mencair dengan lebih cepat, ekosistem laut rusak, meningkatkan keparahan badai tropis dan mulai mengganggu arus laut.

Namun, King dan Sherwood menulis bahwa lautan tidak akan melindungi planet Bumi selamanya. Jadi, kita harus segera mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mendekarbonisasi ekonomi global untuk memastikan kelangsungan hidup di masa depan.

"Kita sedang berlomba, dan taruhannya setinggi mungkin memastikan iklim yang layak huni untuk anak-anak kita dan alam," tulis mereka.