Penemuan Blue Hole Terdalam Kedua di Dunia Bisa Menjelaskan Sejarah Bumi
![Gambar bawah laut menunjukkan lubang biru terdalam kedua di dunia. Gambar: Alcérreca-Huerta et al/Frontiers in Marine Science](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/izmen6n3l0.jpg)
ANTARIKSA -- Blue hole (lubang biru) atau gua bawah air terdalam kedua di dunia telah ditemukan di lepas pantai Semenanjung Yucatan di Meksiko. Gua bawah air raksasa yang terletak di Teluk Chetumal ini memiliki kedalaman sekitar 274 meter dan membentang seluas 13.660 meter persegi.
Kedalaman itu masih kalah dengan rekor yang dibuat oleh blue hole terdalam di dunia, Lubang Naga di Laut Cina Selatan yang ditemukan pada tahun 2016. Lubang Naga diperkirakan memiliki kedalaman lebih dari 300 meter.
Lubang biru berukuran besar, yang merupakan gua vertikal bawah laut, atau lubang runtuhan yang ditemukan di daerah pesisir. Kebanyakan blue hole mengandung keanekaragaman tumbuhan dan kehidupan laut yang tinggi, termasuk karang, penyu, dan hiu.
![Peta 3D yang menunjukkan lubang biru terdalam kedua di dunia, yang berada di lepas pantai Semenanjung Yucatan. Gambar: Alcerreca-Huerta et al/Frontiers in Marine Science](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/8itd7v1lc0.jpg)
Gua bawah laut di Teluk Chetumal ini disebut Taam Ja' yang berarti air dalam, memiliki sisi yang curam dengan kemiringan hampir 80 derajat. Mullut gua berada sekitar 4,6 m di bawah permukaan laut.
Gua bawah laut Teluk Chetumal ini disebut Taam Ja' yang berarti air dalam, memiliki sisi yang curam dengan kemiringan hampir 80 derajat. Mullut gua berada sekitar 4,6 m di bawah permukaan laut. Para ilmuwan dari El Colegio de la Frontera Sur (Ecosur), sebuah pusat penelitian publik yang dikoordinasikan oleh Dewan Sains dan Teknologi Nasional Meksiko (Conacyt), pertama kali menemukan Taam Ja' pada tahun 2021. Sebuah studi tentang penemuan tersebut diterbitkan pada 23 Februari dalam jurnal Frontiers in Marine Science.
Lubang biru terbentuk ketika air laut bertemu dengan batu kapur. Batu kapur sangat berpori, sehingga air dengan mudah menembus batu, memungkinkan bahan kimia di dalam air bereaksi dengan batu kapur, dan menggerogotinya. Banyak lubang biru di dunia kemungkinan besar terbentuk selama zaman es di masa lalu, ketika banjir dan kekeringan yang berulang kali terjadi di daerah pesisir, mengikis batu dan menciptakan rongga. Ketika zaman es terakhir sekitar 11.000 tahun lalu, permukaan laut naik, dan gua-gua itu terisi air dan tenggelam.
Karena lubang biru sangat sulit dijangkau, para ilmuwan belum banyak mempelajarinya. “Sebagian besar dari mereka kurang dipahami,” kata Christopher G. Smith, seorang ahli geologi pesisir di US Geological Survey (USGS). Ia telah mempelajari lubang runtuhan bawah laut lainnya, tetapi tidak terlibat dalam penelitian terbaru di Chetumal.
Smith mengatakan, kimia air laut yang unik dalam lubang biru menunjukkan mereka dapat berinteraksi dengan air tanah dan mungkin akuifer, kumpulan batuan atau sedimen yang menahan air tanah. Lubang biru mengandung sedikit oksigen, dan matahari hanya menyinari permukaannya. Terlepas dari kondisi ini, rongga raksasa itu penuh dengan kehidupan yang telah beradaptasi dengan lingkungan rendah oksigen.
Menurut para peneliti Taam Ja', lubang biru bisa menawarkan gambaran seperti apa kehidupan ribuan tahun yang lalu. Tanpa banyak oksigen atau cahaya, fosil dapat terawetkan dengan baik, memungkinkan para ilmuwan mengidentifikasi sisa-sisa spesies yang punah.
Lubang biru juga dapat memberi tahu kita lebih banyak tentang kehidupan di planet lain. Pada tahun 2012, para peneliti yang mengintip ke dalam blue hole di Bahama menemukan bakteri jauh di dalam gua, tempat tidak ada makhluk hidup lain yang tinggal. Temuan semacam itu dapat memberikan petunjuk tentang kehidupan apa yang mungkin ada dalam kondisi ekstrem di tempat lain tata surya kita. Sumber: Live Science
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/bb0bfb80dfea8ba1912626031870d698.png)