Gelombang Panas Menghantam Dasar Laut, Bencana Sudah di Depan Mata
News
ANTARIKSA -- Gelombang panas terjadi di dasar lautan, sebuah studi baru menemukan. Apa yang disebut gelombang panas dasar laut ini bisa menghancurkan karena bertahan lebih lama daripada gelombang panas permukaan. Ia akan memengaruhi banyak spesies utama, seperti lobster dan ikan kod.
Sudah lama diketahui bahwa lonjakan suhu air permukaan dapat merusak ekosistem laut. Misalnya, dari tahun 2013 hingga 2016, perairan permukaan Samudra Pasifik di sepanjang garis pantai Amerika Utara menghangat dalam fenomena yang disebut 'gumpalan'. Peristiwa ini menyebabkan kematian 1 juta burung laut karena ikan sebagai sumber makanan utama mereka terdampak parah.
Saat ini, sesuatu yang serupa meresap di perairan yang lebih dalam. Tim peneliti menerbitkan temuan mereka pada 13 Maret 2023 di jurnal Nature Communications.
"Ini adalah fenomena global," kata penulis utama, Dillon Amaya, seorang ilmuwan peneliti di Laboratorium Ilmu Fisika NOAA di Boulder, Colorado kepada Live Science, Sabtu, 25 Maret 2023.
"Kami melihat gelombang panas (dasar) laut terjadi di sekitar Australia dan di tempat-tempat seperti laut Mediterania dan Tasmania. Ini bukan sesuatu yang unik (sudah biasa) di Amerika Utara."
Lautan telah menyerap sekitar 90 persen kelebihan panas dari pemanasan global. Menurut NASA,
hal itu telah menyebabkan peningkatan panas sekitar 1,8 derajat Fahrenheit atau 1 derajat selsius selama 100 tahun terakhir.
"Kenaikan suhu dasar laut telah menghasilkan peningkatan 50 persen gelombang panas permukaan laut dalam dekade terakhir," kata para peneliti dalam sebuah pernyataan. Namun, para ilmuwan tidak memiliki gambaran yang jelas tentang bagaimana kedalaman lautan merespons ketika suhu permukaan melonjak.
Untuk memahami bagaimana perubahan suhu atmosfer memengaruhi dasar laut, para ilmuwan menggunakan pengukuran yang ada untuk mensimulasikan kondisi atmosfer dan arus laut. Hal itu memungkinkan mengisi kekosongan ekosistem dasar laut yang sulit diakses. Menurut para peneliti, ekosistem tersebut sering dihuni oleh lobster, scallop, flounder, cod, dan makhluk lain yang ditangkap secara komersial.
Para peneliti menemukan, di sepanjang landas kontinen dekat Amerika Utara, gelombang panas dasar laut bertahan lebih lama daripada gelombang serupa di permukaan. Mereka juga menemukan bahwa fluktuasi suhu ini dapat terjadi secara bersamaan di permukaan dan dasar laut di lokasi yang sama, paling umum terjadi di daerah dangkal di mana air dari tingkat yang berbeda dapat berbaur.
"Tapi, kami memiliki beberapa hipotesis tentang mengapa hal ini terjadi," kata Amaya.
"Salah satu penggerak dinamis bisa berupa perubahan arus laut. Misalnya, di Pantai Timur AS, sistem pesisir didominasi oleh aliran teluk, yang merupakan arus air hangat, dan variabilitasnya dapat benar-benar mengubah suhu dasar air."
Faktor potensial lainnya adalah upwelling, atau naiknya air yang lebih dingin dan lebih dalam ke atas kolom air. "Misalnya, di sepanjang Pantai Barat AS ada banyak air dingin kaya nutrisi yang berasal dari kedalaman dan dapat mengalir di sepanjang landas kontinen, dan setiap perubahan laju upwelling dapat dilihat sebagai perubahan suhu di bawah permukaan sepanjang landas kontinen," tulis para peneliti. Sumber: Live Science
