Ilmuwan Akhirnya Mampu Membuat Fusi Nuklir Matahari, Energi Terkuat di Dunia
ANTARIKSA -- Proyek fusi nuklir eksperimental akhirnya memecahkan rekor dunia dalam menghasilkan energi terbesar di Bumi. Mereka menggunakan jenis reaksi yang sama seperti yang menggerakkan bintang kita, matahari.
Dalam percobaan baru, Joint European Torus (JET) di Culham dekat Oxford, Inggris, menghasilkan plasma yang sangat panas. Plasma ini mampu melepaskan energi 59 megajoule yang memecahkan rekor energi terbesar di Bumi. Jika dikonversi, energi itu setara dengan yang dilepaskan oleh ledakan seberat 14 kilogram TNT.
Fusi nuklir adalah reaksi yang terjadi secara alami di jantung matahari, yaitu penggabungan inti atom untuk membentuk inti yang lebih berat. Menurut International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER), fisikawan nuklir telah lama berusaha menghasilkan fusi nuklir melalui reaktor di Bumi karena energi yang dihasilkannya jauh lebih banyak dari bahan bakar fosil. Misalnya, jumlah atom hidrogen seukuran nanas dapat menghasilkan energi sebanyak 10.000 ton batu bara. Oh ya, ini untuk kepentingan energi listrik, bukan untuk bom pemusnah massal (kecuali ada yang jahat sekali).
Eksperimen baru di JET itu dirancang untuk membuka jalan bagi misi ITER, yang bertujuan menciptakan pabrik fusi nuklir pertama di dunia. ITER saat ini sedang dibangun di Prancis selatan.
“Kami membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan eksperimen ini. Dan pada akhirnya kami berhasil mengkonfirmasi prediksi dan model kami,” kata Athina Kappatou, fisikawan di Institut Fisika Plasma Max Planck di Garching, Jerman, kepada Live Science. "Itu kabar baik dalam perjalanan (misi) ke ITER."
JET, yang mulai beroperasi pada 1983, kini menggunakan isotop hidrogen deuterium dan tritium sebagai bahan bakar. Sementara atom hidrogen normal memiliki satu neutron di intinya, atom deuterium memiliki dua neutron dan atom tritium memiliki tiga. Saat ini, JET adalah satu-satunya pembangkit listrik di dunia yang mampu beroperasi dengan bahan bakar deuterium-tritium, meskipun ITER juga akan menggunakannya kelak.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa dari semua bahan bakar yang mungkin memicu fusi nuklir, hanya kombinasi deuterium dan tritium yang paling mudah menyatu pada suhu terendah. Fusi deuterium-tritium juga diprediksi akan melepaskan energi yang cukup, tetapi di bawah kondisi yang dapat dicapai secara realistis untuk menciptakan surplus listrik. Meski begitu, penggunaan fusi deuterium-tritium tetap memiki sejumlah tantangan.
Misalnya, fusi deuterium-tritium dapat menghasilkan sejumlah neutron energi tinggi yang berbahaya. Masing-masing neutron mampu bergerak dengan kecepatan sekitar 187 juta km/jam atau 17,3 persen kecepatan cahaya. Itu sangat cepat sehingga dapat mencapai bulan dalam waktu kurang dari 8 detik. Karena itu, pelindung khusus diperlukan dalam eksperimen itu.
Untuk percobaan baru, JET mengganti lapisan reaktornya dari karbon menjadi campuran berilium dan tungsten pada 2009 dan 2011. Ini juga akan dipasang di ITER. "Dinding logam baru ini lebih tahan terhadap tekanan fusi nuklir daripada karbon, dan juga menempel pada lebih sedikit hidrogen daripada karbon," jelas Kappatou.
"Pemasangan dinding baru membutuhkan ketelitian dan perawatan yang tinggi. Sebuah lengan robot besar dengan remote control digunakan untuk perawatan ini," kata Kappatou.
Tantangan lain dengan eksperimen fusi deuterium-tritium adalah fakta bahwa tritium bersifat radioaktif, sehingga memerlukan penanganan khusus. Namun, Kappatou mengatakan, JET memiliki pengalaman menangani tritium pada tahun 1997.
Tantangan lainnya, tritium sangat jarang, tidak seperti deuterium yang banyak tersedia di air laut. Untuk saat ini, tritium diproduksi di reaktor fisi nuklir. Fisi adalah energi yang biasa digunakan dalam senjata nuklir maupun pembangkit listrik tenaga nuklir saat ini.
Ke depan, pembangkit listrik fusi disebut akan mampu memancarkan neutron untuk menghasilkan bahan bakar tritium sendiri.
JET sebelumnya juga telah mendapat rekor dunia untuk energi yang dihasilkan dari fusi nuklir. Pada tahun 1997 mereka menemukan plasma yang menghasilkan energi 22 megajoule. Sementara pada rekor terbaru, menghasilkan plasma dengan energi lebih dari dua kali lipat hanya dengan menggunakan enam persejuta ons (170 mikrogram) bahan bakar deuterium-tritium.
"Sebagai perbandingan, memproduksi energi panas sebanyak itu membutuhkan 1,06 kilogram gas alam atau 3,9 kilogram batu bara lignit," kata Kappatou.
Sumber: Space.com