Penelitian: Populasi Manusia Bisa Anjlok Hingga 6 Miliar pada Akhir Abad Ini

ANTARIKSA -- Pertumbuhan populasi bisa terhenti pada tahun 2050, sebelum menurun menjadi 6 miliar manusia di Bumi pada tahun 2100. Hal itu terungkap dari sebuah analisis baru tentang tren kelahiran.
Penelitian yang ditugaskan oleh organisasi nirlaba The Club of Rome memprediksi, jika tren saat ini berlanjut, populasi dunia yang saat ini berjumlah 7,96 miliar akan memuncak pada 8,6 miliar pada pertengahan abad ini. Kemudian menurun hampir 2 miliar sebelum akhir abad ini.
Ramalan tersebut merupakan kabar baik sekaligus buruk bagi umat manusia. Sebab, populasi manusia yang anjlok akan sedikit meringankan masalah lingkungan Bumi, tetapi itu jauh menjadi faktor terpenting dalam menyelesaikan masalah lingkungan.
Penurunan populasi akan membuat umat manusia menjadi lebih tua secara keseluruhan dan menurunkan proporsi usia kerja. Hal itu akan menempatkan beban yang lebih besar pada kaum muda untuk membiayai perawatan kesehatan dan pensiun.
Para peneliti adalah anggota kolektif Earth4All, yang terdiri dari ilmuwan lingkungan dan ekonom. Mereka menerbitkan temuannya pada 27 Maret 2023 dalam sebuah dokumen kerja.
"Kami tahu perkembangan ekonomi yang pesat di negara-negara berpenghasilan rendah berdampak besar pada tingkat kesuburan," kata Per Espen Stoknes, direktur Pusat Keberlanjutan di Sekolah Bisnis Norwegia dan pimpinan proyek Earth4All. "Tingkat kesuburan turun karena anak perempuan mendapatkan akses ke pendidikan dan perempuan diberdayakan secara ekonomi dan memiliki akses ke perawatan kesehatan yang lebih baik."
Studi ini merupakan tindak lanjut dari studi Limits to Growth The Club of Rome tahun 1972, yang memperingatkan dunia tentang 'bom populasi' yang akan segera terjadi. Hasil baru menyimpang dari perkiraan populasi terbaru lainnya. Misalnya, pada tahun 2022, PBB memperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050 dan meningkat menjadi 10,4 miliar pada tahun 2100. Perkiraan PBB dari satu dekade lalu menunjukkan populasi akan mencapai 11 miliar.
Model lain meramalkan pertumbuhan penduduk berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian sosial perempuan dan otonomi tubuh, seperti akses ke pendidikan dan kontrasepsi. Model Earth4All sedikit lebih kompleks, mengintegrasikan variabel yang terkait dengan lingkungan dan ekonomi. Ini termasuk kelimpahan energi, ketimpangan, produksi pangan, tingkat pendapatan, dan dampak pemanasan global di masa depan.
Model ini memprediksi dua hasil yang mungkin terjadi pada populasi manusia di masa depan. Kasus pertama, bisnis berjalan seperti biasa, di mana pemerintah melanjutkan lintasan kelambanan mereka saat ini, menciptakan komunitas yang rapuh secara ekologis, yang rentan terhadap keruntuhan regional. Ini akan menyebabkan populasi meningkat menjadi 9 miliar orang pada tahun 2050 dan menurun menjadi 7,3 miliar pada tahun 2100.
Skenario kedua yang lebih optimis, di mana pemerintah berinvestasi dalam pendidikan, kesetaraan yang lebih baik, dan transisi hijau. Ini akan menghasilkan 8,5 miliar orang di planet ini pada titik tengah abad ini dan 6 miliar pada tahun 2100.
Tim juga menyelidiki hubungan antara ukuran populasi dan kemampuan planet Bumi mempertahankan populasi manusia. Mereka menemukan bahwa, bertentangan dengan narasi populer Malthus, ukuran populasi bukanlah faktor kunci yang mendorong perubahan iklim. Sebaliknya, mereka menyalahkan tingginya tingkat konsumsi orang-orang terkaya di dunia, yang menurut mereka harus dikurangi.
“Masalah utama umat manusia adalah konsumsi karbon dan biosfer yang mewah, bukan populasi,” kata Jorgen Randers, salah satu pemodel di Sekolah Bisnis Norwegia dan anggota Earth4All. Menurut dia, tempat-tempat di mana populasi meningkat cepat memiliki jejak lingkungan yang sangat kecil per orang dibandingkan dengan tempat-tempat yang mencapai puncak populasi beberapa dekade yang lalu. Sumber: Live Science
