Roket H3 Jepang Gagal Meluncur, Satelit Observasi yang Canggih Hilang
ANTARIKSA -- Roket Jepang yang baru telah gagal dalam uji terbang pertamanya. Roket H3 Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) lepas landas dari Tanegashima Space Center pada Senin, 6 Maret pukul 20.37 EST atau 8.37 WIB, Selasa, 7 Maret 2023. Setelah 5 menit dan 27 detik lepas landas, sebuah perintah dikirim ke roket untuk pemisahan tahap inti dan tahap kedua.
Tepat setelah tujuh menit penerbangan, komentator peluncuran di YouTube JAXA's live streaming mencatat, kecepatan roket turun dan pengapian tahap kedua tidak dapat dikonfirmasi. Pengontrol misi tidak lama kemudian mengeluarkan perintah penghancuran roket, mengakhiri lebih awal penerbangan uji pertamanya.
"Perintah penghancuran telah dikirimkan ke kendaraan peluncuran, karena tidak ada kemungkinan untuk mencapai misi," kata komentator di live streaming JAXA.
Lepas landas pada Senin adalah percobaan kedua peluncuran H3. Percobaan pertama pada 16 Februari lalu juga dibatalkan karena masalah sistem kelistrikan yang memasok daya ke mesin LE-9 tahap pertama roket.
Ketika perintah penghancuran dikeluarkan, roket masih memuat Advanced Land Observing Satellite-3 (ALOS-3), juga dikenal sebagai DAICHI-3. Mereka seharusnya menuju orbit sinkron matahari sejauh 669 km di atas Bumi. Satelit tingkat lanjutan itu dirancang untuk memberikan gambar beresolusi tinggi wilayah Jepang dan daerah lain dalam jalur selebar 70 kilometer dengan resolusi setajam 2,6 kaki atau 0,8 meter.
Akhir yang gagal membuat usaha Jepang masih jauh dari harapan. Sebab, JAXA dan Mitsubishi Heavy Industries telah mengembangkan Roket H3 itu selama satu dekade terakhir. Peluncuran sempat tertunda lama karena masalah dalam kesiapan mesin oksigen dan hidrogen cair roket LE-9.
H3 memiliki tinggi 57 hingga 63 meter, tergantung pada panjang dua fairing muatan yang memungkinkan penggunaan berulang. Menurut JAXA, roket tersebut mampu mengirimkan lebih dari 4 ton muatan ke orbit sinkron matahari setinggi 500 km dan lebih dari 6,5 ton ke orbit transfer geostasioner.
Versi yang gagal pada Senin adalah H3-22 yang membawa dua pendorong propelan padat di sampingnya. Roket tersebut dirancang bisa membawa empat pendorong sekaligus untuk meningkatkan daya dukungnya. Uji penerbangan pada Senin juga hanya menggunakan sepasang mesin LE-9, sementara varian roket itu mampu menggunakan tiga LE-9.
Roket baru itu dibuat untuk menggantikan roket H-IIA yang telah digunakan Jepang hingga saat ini. H-IIA yang tangguh diperkirakan melakukan penerbangan terakhirnya pada tahun 2024.
Seorang peneliti dari Universitas Tokyo, Yui Nakama mencatat, pemerintah Jepang memutuskan memperluas fasilitas peluncuran roket domestik secara signifikan pada Mei 2022. Hal itu untuk mengatasi kekurangan kapasitas peluncuran setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Nakama mengatakan, H3 perlu membuktikan diri dapat diandalkan setelah lepas landas. Bagaimanapun, pemerintah Jepang membutuhkan dukungan peluncur untuk misi, khususnya dalam kebutuhan keamanan Jepang.
“Pengoperasian H3 yang stabil akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi keamanan Jepang. Ini sangat penting mengingat pengaruh Cina yang berkembang di kawasan Indo-Pasifik, di mana pertahanan ruang angkasa telah muncul sebagai agenda utama,” kata Nakama. Sumber: Space.com